Mohon tunggu...
Marulam Nainggolan
Marulam Nainggolan Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuluh

Kementerian Agama Kota Medan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru: Oase dan Dian

3 Mei 2023   22:06 Diperbarui: 26 Juli 2023   10:08 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Berapa jumlah guru yang tersisa?", ucap Kaisar Hirohito ketika Jepang luluh-lantak dihajar bom pasukan sekutu pada Perang Dunia II. Kaisar terlama memimpin Negeri Sakura itu menjadikan guru perhatian utama. Jepang kalah telak. Selain lumpuh total, Jepang kehilangan banyak penduduk. Hirohito menyebut, 'meneruskan peperangan hanya akan menambah kesengsaraan rakyat Jepang'. Kaisar menyadari, Jepang bisa bangkit lagi ditentukan pendidikan di mana peran guru tak tergantikan.

Peran guru sangat penting bukan hanya dalam konteks persekolahan, tetapi juga pada keseluruhan lini kehidupan manusia. Guru adalah profesi yang berperan membentuk semua profesi lain. Tak seorang pun mahir dalam sebuah pekerjaan atau posisi tanpa sentuhan guru. Hal itu karena kaum pendidik menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan-kekuatan yang ada dalam diri murid sehingga mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya, baik secara pribadi maupun sosial (Dewantara, 1937).

Laporan terakhir World Economic Forum (WEF), lima tahun ke depan atau sampai 2027, sebanyak 83 juta pekerjaan akan hilang, walaupun 69 juta pekerjaan baru akan lahir ((WEF), 2023). Profesi yang akan lenyap antara lain bagian kesekretaritan dan administrasi, seperti kasir dan teller bank. Posisi itu akan digantikan oleh teknologi cerdas hasil kreativitas manusia, seperti kecerdasan buatan (AI). Akan tetapi, secanggih-canggihnya digitalisasi, profesi guru tidak akan tergantikan. Peran guru tetap penting.

Guru adalah tokoh di balik semua perubahan dan pembaruan di tengah dunia. Guru memberi harapan akan dunia yang lebih baik sekalipun menghadapi banyak tantangan yang tidak menentu. Hal itu karena visi guru bagaimana menginisiasi insan-insan cerdas berkarakter. Guru adalah oase dan dian sebagaimana dipatrikan dalam lirik Himne Guru: "Engkau sebagai pelita dalam kegelapan; Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan". Tanpa guru, kita tidak mungkin melihat dunia lebih cerah.

Virtus Stat in Medio

Predikat guru sebagai oase dan dian hanya mungkin menjadi kenyataan apabila para guru menghayati profesi keguruannya. Apa itu? Menjadi pemimpin pembelajaran yang bijaksana. Guru harus menyadari bahwa mendidik merupakan panggilan moral. Ada ikatan etis yang melekat dalam profesi sebagai guru. Seorang guru haruslah menjadi insan yang bijaksana, artinya orang yang selalu melakukan tindakan mendidik murid, mengambil keputusan secara arif, dan bertindak menurut nilai-nilai esensial-universal.

Secara etimologis, guru berasal dari bahasa Latin, magister. Kata ini diturunkan dari kata 'magis', artinya lebih. Dengan mudah kini kita bisa pahami bahwa seorang guru bukan manusia biasa, tetapi berdaya magis. Seorang guru harus lebih dalam segala hal: lebih bersahaja, lebih tawakal, lebih ulet, dan lebih bijaksana. Kalau kita pakai nilai-nilai guru pengerak, maka seorang disebut GURU apabila lebih berdaya lenting (mandiri), lebih berdaya saing (reflektif), lebih berdaya sanding (kolaboratif), dan lebih berdaya lentur (inovatif).

Selain nilai-nilai guru di atas (bukan hanya nilai guru penggerak, sebab semua guru harus menghayati nilai-nilai itu tanpa embel-embel 'penggerak'), sederet nilai-nilai universal yang kita sebut sebagai profil pelajar Pancasila juga hendaknya menjadi jati diri seorang guru. Profil 'guru' Pancasila tentu saja lebih beriman dan bertakwa kepada TME dan berakhlak mulia, lebih berkebinekaan global, lebih bergotong royong, lebih kreatif, lebih bernalar kritis, dan lebih mandiri. Itulah modal guru menjadi oase dan dian.

Apabila sudah menghayati dan membatinkan nilai-nilai atau profil guru sejati, seorang guru akan mampu mengambil keputusan secara bijaksana dalam aktivitasnya di kelas dan di sekolah, bahkan di tengah masyarakat. Keputusannya selalu menjadi keputusan yang terbaik, sekalipun tidak memuaskan semua pihak. Ia akan menimbang semua keputusan menurut nilai-nilai keadilan dan demi kebaikan yang lebih  besar. Prinsipnya adalah 'Virtus stat in medio', artinya kebijaksanaan itu berdiri di tengah.

Agar tidak condong pada salah satu ektrem ketika mengambil keputusan, apalagi ketika dihadapkan pada kasus-kasus dilema etis, di mana ada dua nilai yang saling bertentangan, guru perlu menggunakan prinsip pengambilan keputusan secara bijaksana. Ada sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan dilematis, yaitu:

  • Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan: apa saja nilai-nilai yang saling bersinggungan dalam situasi dilematis itu, mengapa bersinggungan, di mana letak persinggungannya, dll.
  • Menentukan siapa yang terlibat: siapa saja yang terlibat dalam situasi dilematis itu, apa posisi mereka, bagaimana nilai-nilai yang bersinggungan terikat pada pihak-pihak yang terlibat, dll.
  • Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan: apa yang terjadi sebenarnya, mengapa hal itu terjadi, bagaimana alurnya, dll.
  • Melakukan pengujian benar atau salah: aturan apa yang dilanggar, kode etik apa yang diabaikan, bagaimana intuisi bekerja, apa yang terjadi jika pilihan A atau B diambil, apa solusi yang diambil orang-orang berpengaruh.
  • Melakukan pengujian benar lawan benar: paradigma mana yang terjadi, apakah individu lawan kelompok, apakah rasa keadilan lawan rasa kasihan, apakah kebenaran lawan kesetiaan, atau apakah jangkah pendek lawan jangkah panjang.
  • Melakukan prinsip resolusi: resolusi mana yang mau dipakai, apakah berpikir berbasis hasil akhir, apakah berpikir berbasis peraturan, atau apakah berpikir berbasis rasa peduli.
  • Menginvestasi opsi trilema: apakah ada pilihan lain yang dapat dikompromikan.
  • Membuat keputusan: keputusan apa yang mau diambil, bagaimana keputusan itu dipertanggungjawabkan, apa yang akan dilakukan bila keputusan ternyata kurang tepat.
  • Meninjau ulang dan merefleksikan keputusan: apakah keputusan yang diambil sudah tepat, apakah ada hal yang bisa diperbaiki.

Sebuah keputusan belum tentu dapat menyenangkan semua pihak. Namun, guru sebagai insan yang bijaksana hendaknya membuat keputusan yang sebisa mungkin dapat diterima semua pihak, sekali pun pihak yang tidak diakomodasi tidak mendapat keuntungan langsung. Untuk itu, guru perlu menggunakan pendekatan-pendekatan konstruktif melalui coaching atau melakukan percakapan yang memberdayakan dan mengakomodasi kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh pihak berkepentingan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun