Mohon tunggu...
Muh Ma'rufin Sudibyo
Muh Ma'rufin Sudibyo Mohon Tunggu... wiraswasta -

Langit dan Bumi sahabat kami. http://ekliptika.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ledakan Bintang dalam Peringatan Kemerdekaan Indonesia

22 Agustus 2013   22:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:57 1156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hanya berselang dua hari menjelang peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke-68, sebuah kilatan cahaya yang dihasilkan sebuah peristiwa ledakan bintang (nova) muncul di langit malam. Dan hanya berselang dua hari kemudian, kilatan cahaya tersebut telah demikian terang sehingga mudah dideteksi dan diabadikan umat manusia khususnya dengan perlengkapan fotografis memadai. Pada tingkat terang +4,3 di puncak kecemerlangannya, ledakan bintang ini menjadi salah satu dari 35 nova paling terang yang pernah terjadi sepanjang sejarah umat manusia sekaligus nova paling terang yang pernah kita saksikan dalam enam tahun terakhir. Bagi Indonesia, nova ini ibarat kembang api langit yang menerangi saat-saat peringatan kemerdekaan Indonesia.

Gambar 1. Nova Delphini 2013 diabadikan penulis pada 16 Agustus 2013 dengan kamera. Delphinus, Vulpecula dan Sagitta merupakan nama-nama rasi bintang, sementara alfa dan gamma adalah nama-nama bintang dalam rasi yang terkait. Sumber: Sudibyo, 2013.

Nova ini pertama kali dideteksi oleh Koichi Itagaki (Jepang) pada Kamis dinihari 15 Agustus 2013 (pukul 01:00 WIB) lalu. Saat itu ia menyaksikan ada sebintik cahaya tak biasa dengan tingkat terang +6,7 yang terekam lewat bidikan teleskopnya tatkala mengamati selempang galaksi Bima Sakti tepatnya di dalam rasi Delphinus, gugusan bintang yang berbentuk mirip lumba-lumba. Bintik cahaya tersebut tak ada dalam pengamatan lain di area yang sama pada sehari sebelumnya. Setelah mengeliminasi berbagai kemungkinan seperti komet/asteroid hingga satelit buatan, maka Itagaki menyimpulkan bintik cahaya tersebut mungkin adalah ledakan bintang (nova) dan lantas dikodekan sebagai PNV J20233073+2046041. Pengamatan-pengamatan dari berbagai penjuru memastikan kebenaran dugaan tersebut, baik berdasar analisis spektroskopi maupun perbandingan citra (foto) kawasan rasi Delphinus masa kini dengan citra pra-15 Agustus 2013. Sehingga nova tersebut pun dikodekan ulang sebagai Nova Delphini 2013, sesuai dengan tatanama yang berlaku sebelum General Catalog of Variable Stars memberinya nama resmi.

Bersamaan dengan pengesahannya sebagai nova, pengamatan demi pengamatan memastikan Nova Delphini 2013 kian bertambah terang saja dari ke hari. Jika semula hanya memiliki tingkat terang semu +6,7 berselang 24 jam kemudian tingkat terangnya telah meningkat jadi +5,5. Berselang sehari berikutnya Nova Delphini 2013 bahkan lebih cemerlang lagi karena tingkat terangnya telah mencapai +4,3. Dengan demikian nova ini telah melampaui ambang batas terendah kemampuan mata manusia untuk menyaksikan benda-benda langit, yakni tingkat terang +6. Sehingga ledakan bintang ini secara harfiah mulai bisa disaksikan dengan mata manusia di langit malam meski tak ditunjang alat-alat bantu optik seperti halnya teleskop maupun binokular. Namun butuh lingkungan yang cukup gelap atau pinggiran kota untuk dapat menikmatinya. Sejumlah aktivitas pengamatan pun digelar secara sporadis, termasuk dari Indonesia.

13771841291807558426
13771841291807558426
Gambar 2. Nova Delphini 2013 (tanda panah), diabadikan oleh John Chumack pada 14 Agustus 2013 dengan mengunakan teleskop berdiameter 40 cm, hanya dalam beberapa jam setelah ditemukan. Sumber: Chumack, 2013.

Nova

Apa sebenarnya nova? Ia adalah peristiwa pelepasan energi sangat besar dari sebuah bintang khususnya dari lapisan terluarnya. Akibatnya ada bagian dari lapisan terluar itu yang terlepas dan melejit menjauh dengan kecepatan tinggi sebagai representasi gelombang kejut (shockwave). Pelepasan energi tersebut berasal dari reaksi fusi termonuklir, persis seperti yang terjadi dalam teras bom hidrogen yang menjadi generasi kedua dari senjata nuklir. Sehingga jika cahaya nova diuraikan menjadi warna-warna warna cahaya visualnya lewat teknik spektroskopi, maka akan muncul garis-garis spektrum emisi Hidrogen yang lebih dikenal sebagai garis-garis Balmer.

13771842471450317384
13771842471450317384
Gambar 3. Hasil observasi Nova Delphini 2013 dengan teleskop GAO-ITB RTS+DSS7 di Observatorium Bosscha pada 16 Agustus 2013, yang dilakukan oleh Rhisa Azalia, Gabriela K Haans, Saeful Ahyar dan Hakim L. Malasan. Nampak spektrum cahaya nova ini khususnya spektrum emisi Hidrogen dalam bentuk garis Hidrogen-alfa (merah) dan Hidrogen-beta (hijau). Sumber: Bosscha, 2013.

Nova selalu terjadi pada sebuah bintang katai putih atau cebol putih (white dwarf). Bintang katai putih merupakan bintang eksotik yang menjadi muara dari tahap akhir kehidupan sebuah bintang biasa yang berbobot kurang lebih setara Matahari kita. Kita telah mengetahui sebuah bintang seperti pada umumnya dari reaksi fusi termonuklir dalam intinya, yang mengubah Hidrogen menjadi Helium dalam jumlah besar disertai pelepasan energi sangat besar dan radiasi foton gelombang elektromagnetik berenergi tinggi yang amat berlimpah. Pancaran foton gelombang elektromagnetik ke segala arah dari inti bintang menghasilkan apa yang disebut tekanan radiasi yang arahnya keluar, namun besarnya persis sama dengan tarikan gravitasi akibat massa bintang itu sendiri (yang mengarah ke intinya). Keseimbangan inilah yang mempertahankan eksistensi bintang tersebut. Maka kala kita merasakan hangatnya berkas sinar Matahari kita, di balik kehangatan itu tersembunyi perjuangan mati-matian sang surya dari detik ke detik dalam mempertahankan tekanan radiasinya guna menghindari kehancuran mematikan akibat tarikan gravitasinya sendiri.

Keseimbangan tersebut tak berlangsung selamanya seiring terbatasnya massa bintang, yang berarti juga terbatasnya jumlah Hidrogen yang siap 'dibakar' menjadi Helium. Kala Hidrogen kian menipis, Helium mulai 'dibakar' dalam reaksi fusi termonuklir untuk menjadi Oksigen dan Karbon sehingga tekanan radiasi yang diproduksinya pun membesar. Akibatnya dimensi bintang bakal mengembang berkali-kali lipat sebagai pertanda tahap raksasa merah (red giant). Lima milyar tahun ke depan Matahari kita bakal mengalaminya dan bakal mengembang hingga 150 kali lipat lebih besar dibanding sekarang. Maka pada saat itu Matahari bakal 'menelan' planet Merkurius dan Venus serta memanggang Bumi demikian rupa sehingga jauh lebih panas mendidih ketimbang hari ini.

Namun jumlah Helium pun terbatas. Sehingga begitu Helium habis, reaksi fusi termonuklir boleh dikata berhenti dan tak ada lagi tekanan radiasi sehingga tarikan gravitasi pun tak ada yang mengimbangi. Akibatnya bintang, khususnya intinya, bakal mengerut dan terus mengerut hingga mencapai satu titik dimana elektron-elektronnya, yang jarak pisah antar sesamanya kini jauh lebih kecil seiring pengerutan, mulai mengambil-alih. Dengan telah terisinya seluruh tingkat energi elektron dan berlakunya prinsip eksklusi Pauli, maka timbul tekanan yang menghentikan proses pengerutan lebih lanjut terutama bila massa inti bintang tak melampaui batas Chandrasekhar. Namun pada saat itu bintang telah demikian mengerut sehingga telah menjadi kerdil/katai. Inilah bintang katai putih yang dikenal memiliki kerapatan materi sangat tinggi. Sejumput materi bintang katai putih yang hanya seukuran kotak korek api bisa memiliki massa berton-ton! Kelak Matahari kita pun bakal mengalami nasib serupa, menjadi bintang katai putih dengan ukuran hanya sebesar Bumi saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun