Mohon tunggu...
Makruf Amari Lc MSi
Makruf Amari Lc MSi Mohon Tunggu... Guru - Pengasuh Sekolah Fiqih (SELFI) Yogyakarta

Alumni Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta, melanjutkan S1 di LIPIA Jakarta dan S2 di UII Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tidurnya Orang Puasa Ibadah, Ternyata Hadits Lemah

28 April 2020   11:47 Diperbarui: 28 April 2020   11:46 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: boredpanda.com

Setiap memasuki bulan Ramadhan, para da'i dan muballigh senantiasa mengingatkan jama'ahnya untuk menyambut dan menghadapi tamu agung yaitu bulan Ramadhan yang datangnya hanya setahun sekali, dengan sebaik-baiknya. Terkadang sebagian da'i memberikan semangat kepada jama'ahnya dengan menukil beberapa hadits yang mereka dapatkan secara "turun-temurun" dan terkadang juga tidak memperhatikan apakah hadits tersebut shahih atau dha'if.

Demikian juga masyarakat muslim pada umumnya, menjelang Ramadan dan selama bulan Ramadan, banyak menyebar tulisan tausiyah dan motivasi melakukan kebaikan, dengan mengutip beberapa hadits. Sayangnya, beberapa hadits yang digunakan untuk berhujah adalah hadits lemah atau dhaif. Sudah seharusnya kita berhati-hati dalam menyampaikan suatu hadits, agar tidak menyesatkan umat.

Sekilas tentang Status Hadits

Sebelum pemaparan beberapa hadits seputar keutamaan Ramadan saya sampaikan terlebih dahulu tentang hadits yang diterima dan yang ditolak serta  hukum beramal berdasar hadits dha'if. Saya ringkaskan dari kitab Musthalahul Hadits karya Syaikh Al-Utsaimin hal 8 - 11.

Pertama, hadits yang diterima dan yang dapat dijadikan landasan hukum adalah hadits shahih dan hadits hasan.

Hadits shahih adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil (menurut ahli hadits yaitu: istiqamah dalam agama dan menjaga kehormatan), sempurna hafalannya, dengan sanad bersambung, bebas dari syadz (bertentangan dengan periwayatan yang lebih kuat) dan dari cacat yang merusak.

Hadits hasan adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil (menurut ahli hadits) namun lemah hafalannya, dengan sanat bersambung, bebas dari syadz dan cacat yang merusak. Perbedaan hadits shahih dan hasan terletak pada kualitas hafalan perawinya. Pada hadits shahih, hafalan perawinya kuat sementara pada hadits hasan hafalan perawinya di bawah perawi hadits shahih, tetapi bukan berarti jelek hafalan.

Sedangkan hadits dhaif adalah hadits yang tidak terpenuhi syarat hadits shahih maupun hasan.

Kedua, dari penjelasan tentang hadits di atas, maka hadits dha'if tidak memberikan informasi yang sifatnya praduga -- terlebih pasti -- dan tidak boleh dijadikan landasan aktivitas, tidak boleh dijadikan dalil, dan tatkala menyebutnya disertai status kedhaifannya.

Menurut sebagian ulama boleh digunakan dalam rangka memberikan motivasi beramal atau mencegah dari perbuatan-perbuatan negatif dengan tiga ketentuan (1) kelemahan haditsnya tidak terlalu sangat (2) motivasi dan pencegahan yang terdapat dalam hadits dha'if tersebut harus memiliki rujukan yang kuat baik dari Al-Qur'an maupun hadits shahih atau hasan (3) tidak meyakini Nabi saw mengatakan atau melakukannya.

Hadits-hadits Dhaif yang Terkenal di Kalangan Masyarakat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun