Mohon tunggu...
Martua Intan
Martua Intan Mohon Tunggu... Konsultan - Pemerhati Lingkungan Hidup

Dilahirkan di Pontianak. Pernah tinggal di Australia hampir 9 (sembilan) tahun. tertarik dengan lingkungan hidup, khususnya tentang pelestarian sumber air dan peduli dengan dampak penambangan di tanah borneo.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Eropa Boikot Sawit, Berdayakan Ahli Lingkungan Hidup Kita

22 Maret 2019   14:02 Diperbarui: 22 Maret 2019   14:05 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Berita tentang pembahasan konsep Inderect Land Usage Change (ILUC) dengan uni Eropa banyak menghiasi berita-berita di Eropa serta berita tanah di tanah air. Sebagai penghasil minyak sawit di dunia bersama Malaysia, maka dampak yang akan dirasakan kita sangatlah besar, khususnya terhadap pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja. Walaupun nilai sumbangan devisa minyak sawit Indonesia pada tahun 2018 hanya mencapai 20,54 miliar Dolar AS atau menurun 11 persen dari tahun 2017 sebesar 22,97 miliar dollar AS namun masih menjadi primadona pendongkrak prerkonomian nasional saat ini. Demikian juga jumlah tenaga kerja yang diserap oleh industri kelapa sawit sangatlah besar, yakni sebesar 16,2 juta tenaga kerja (dimana 4,2 juta tenaga kerja langsung dan 12 juta tenaga kerja tidak langsung) berdasarkan data yang berasal dari Bappenas RI.

Sebagai salah satu konsumen terbesar pemakai minyak sawit sah-sah saja negara-negara di Eropa (Uni Eropa) mengkhawatirkan tentang produk yang mereka konsumsi, baik bagaimana proses itu dibuat atau dampak dari pemakaian produk tersebut bagi kesehatan. Hal itu sama saja dengan pemakaian kayu harus dilabelin bahwa kayu tersebut berasal dari produksi hutan yang legal dan memiliki komitmen untuk melestarikan keberlanjutan hutan tersebut. Hal ini belakangan dapat diterima oleh berbagai pihak, baik prosusen maupun konsumen.

Mengapa terhadap Industri kelapa sawit hal ini lebih sulit. Masing-masing pihak saling menyandera, ancaman perang boikot belakangan dipakai oleh konsumen (Uni Eropa) serta produsen kelapa sawit (Indonesia dan Malaysia sebagai produsen terbesar). Uni Eropa menyoal tentang kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh ekspansi perkebunan kelapa sawit yang masif serta kurangnya komitmen terhadap pelestarian (sustainable) akibat pembersihan lahan (land clearing) dan juga penyeragaman tanaman (homogenitas) yaitu Kelapa sawit yang dalam ilmu kehutanan sebagai cikal bakal kerusakan ekosistem yang gradual yang disinyalir sebagai salah satu penyumbang terjadi perubahan iklim (climate change)  terbesar. 

ari pihak produsen, balik mengancam dengan segera memboikot produk-produk negara-negara eropa karena  terjadinya ketidak adilan. Pertama, dikarenakan uni eropa menggunakan standar ganda (double standar) terhadap produsen minyak nabati lainnya, seperti kacang kedelai, jagung dan lainnya. Kedua,  bagi pihak penghasil minyak sawit, dalam beberapa tahun belakangan ini, usaha usaha pengembangan sawit secara berkelanjutan (sustainability) sudah dilakukan dan sudah mengalami kemajuan dalam implementasinya.

Persoalannya, mengapa uni eropa masih mempersoalkan hal ini. Penulis coba hanya menyorot dari segi pelestarian lingkungan hidup dan isu kerusakan hutan (deforestation) saja, dan tidak masuk pada ranah persaingan bisnis (competitive bussiness) karena latar belakang penulis adalah kehutanan (forester) dan ilmu lingkungan hidup (environment monitoring and technology) sehingga akan lebih menyorot kepada nilai-nilai ekologis (ecology value) bukan nilai-nilai ekonomi (economy value) walaupun ke dua hal ini tidak bisa berdiri sendiri sendiri.

Seperti yang telah ditulis di atas sebelumnya, pemerintah telah secara konsisten berupaya meningkatkan usaha-usaha keberlanjutan komoditas kelapa sawit dengan mengeluarkan berbagai peraturan atau regulasi, seperti melakukan peremajaan kebun sawit dengan menggunakan bibit kelapa sawit yang unggul dan telah tersertifikasi dengan harapan tanaman kelapa sawit yang tumbuh lebih bernilai ekologis seperti pohonnya tidak boros dalam konsumsi air, minimal terhadap penggunaan peptisida, pupuk yang kadar kimiawinya rendah dan lain-lain. Disamping itu, peraturan tentang moratorium izin perluasan kebun sawit yang diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunana Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit yang ditanda-tangani pada 19 September 2018.

Disamping itu para pengusaha yang bergerak di industri kelapa sawit (GAPKI = Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) serta organisasi profesi petani kelapa sawit (APKASINDO = Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) yang diperkirakan berjumlah hampir 4 juta petani, secara bersama-sama telah berupaya mendukung usaha pemerintah dalam mewujudkan perkebunan sawit yang tidak hanya memperoleh manfaat keekonomiannya namun juga menjaga nilai-nilai ekologis dari keberadaan kebun kelapa sawit.

Tanpa mengurangi usaha-usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah sebagai regulator serta dunia usaha dan dunia industri dalam melakukan perbaikan dalam mewujudkan industri kelapa sawit yang juga menjaga ekosistem dimana mereka berusaha. Namun keterlibatan para ahli atau teknisi lingkungan hidup masih dirasakan hanya sebagai pra syarat saja dan untuk menyenangkan pihak yang mempersoalkan keterkaitan kegiatan kebun kelapa sawit dan produksinya dengan lingkungan hidup. Seharusnya para ahli dan teknisi lingkungan hidup harus dilibatkan secara maksimal pada saat suatu lokasi atau lahan dipergunakan sebagai perkebunan sawit, pabrik pengolahan sawit bahkan infrastruktur yang mendukung industri kelapa sawit. 

Peranan para ahli lingkungan dan teknisi lingkungan tidak sekedar pelengkap saja namun seharusnya berada pada posisi yang menentukan. Studi Kelayakan (feasibility study)  memang dibuat di awal perencanaan pembukaan kebun sawit, namun itu disinyalir hanya formalitas dokumen yang harus disertakan dalam pengajuan pembukaan perkebunan sawit. Bahkan celakanya, studi kelayakan dianggap sebagai beban biaya. Setelah izin perkebunan kelapa sawit dan pendirian pengolahan sawit, masih berjalankah pendampingan oleh tenaga dan teknisi lingkungan di penanaman, pemeliharaan, pemanenan, produksi bahkan pengiriman sawit tersebut. Hal ini patut dipertanyakan. Mengapa industri kelapa sawit tidak belajar dari dunia pertambangan (yang berkomitmen terhadap lingkungan hidup tentunya), yang menempatkan ahli lingkungan dan teknisi lingkungan hidup sebagai personel yang dibutuhkan dari awal, dalam proses berjalan serta produksi sebagai tenaga kerja yang dapat memastikan bahwa dibukanya industri kelapa sawit dari hulu dan hilir tentang melakukan prinsip-prinsip keberlanjutan dan keberpihakan terhadap lingkungan hidup dimana mereka berusaha. 

Kalau keikut sertaan para tenaga ahli lingkungan dan teknisi serta laboratorium yang mendukung dalam dunia industri kelapa sawit maka tidak ada alasan lagi oleh uni eropa untuk mempertanyakan bahwa keberadaan kelapa sawit dapat merusak lingkungan hidup. Produsen kelapa sawit bukan ingin menyenangkan uni eropa dan konsumen lainnya, tapi kerusakan lingkungkan hidup akibat aktivitas perkebunan sawit bukan saja mengancam ekosistem saja tapi juga akan menambah biaya-biaya yang ditimbulkan akibat kesalahan penanganan di industri sawit ini di masa mendatang.

Kontribusi yang luas oleh tenaga ahli dan teknisi lingkungan hidup dalam industri kelapa sawit sangat dibutuhkan sebagai salah satu solusi dari ancaman boikot konsumen seperti negara-negara eropa. Namun kalau hal ini sudah dilakukan secara serius oleh pemerintah dan pelaku dunia usaha kelapa sawit maka kedaulatan negara harus ditegakkan, boikot produk-produk dan jasa uni eropa saat itu juga.

Pontianak, 22 Maret 2019  disaat titik kulminasi di bumi khatulistiwa nan indah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun