Mohon tunggu...
Martony Calvein Kakomole Kuada
Martony Calvein Kakomole Kuada Mohon Tunggu... Perawat - Motivissioner

Martony Calvein Kakomole Kuada Founder: Perawat Peduli Indonesia "Aku Bangga Jadi Perawat" Owner Copita Coffeeshop Owner: Copita CoffeeShop "The Legendary Coffee Taste"

Selanjutnya

Tutup

Politik

International Nurses’ Day: Momentum Tinggal Landas Perawat Nasional Menuju Internasional

10 Mei 2016   22:11 Diperbarui: 10 Mei 2016   22:20 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tanggal 12 Mei merupakan tanggal lahirnya Florence Nigthangel, sang pendiri pondasi dasar Perawat Profesional dengan bukti bukti yang tertuang dalam literasi dan institusi pendidikan keperawatan. Tanggal ini akhirnya ditandai sebagai Hari Perawat Seluruh Dunia (Internastional Nurses, Day) karena “The Lady With Lamp” dianggap sebagai ibu dari Perawat Modern.

Di Indonesia sendiri profesi ini telah mengalami perkembangan yang cukup pesat terutama di abad 21 setelah semakin banyaknya Perawat yang menimba ilmu keluar negeri serta semakin menjamurnya intitusi pendidikan Keperawatan. Namun sangat disayangkan karena hal ini tak mengiringi perbaikan yang signifikan dalam peningkatan kualitas Pelayanan Kesehatan di negeri ini. Seolah Kesehatan tak menjadi prioritas pemerintah dalam membangun kekuatan yang sesungguhnya dari bangsa. Kesehatan hanya dijual sebagai slogan kampanye yang penuh basa basi dan pembohongan publik baik oleh Pemerintah Puasat maupun pemerintah daerah. 

Memang, mau tak mau kita harus mengakui bahwa masalah perawat hari ini teramat sangat komplek, mulai dari kesejahteraan Perawat yang belum diberikan secara profesional hingga wewenang kompetensi perawat yang belum terpenuhi sesuai kebutuhan klien dalam rangka memandirikan dan memulihkan kliennya. Berbagi kondisi ini semakin disadari semenjak disyahkannya Undang-Undang No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan. Kewajiban Perawat yang semakin komplek tak dibarengi oleh pemenuhan hak hak nya sebagai Profesional.

Dalam ulasan kali ini saya akan menjabarkan banyak aspek yang berpengaruh dan harus diperbaiki guna perbaikan kualitas pelayanan keprawatan sehingga hak klien akan keselamatan dalam menerima layanan keperawatan dapat terpenuhi secara sempurna. Bukan hanya kita menyalahkan pihak lain akan rendahnya kualitas layanan kesehatan di negeri ini, tapi saya juga akan mengajak seluruh perawat melakukan koreksi mendalam terhadap dirinya dalam memberikan layanan Keperawatan di Fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes).

  • Individu Perawat
  • Mungkin diantara kita banyak yang berpandangan bahwa pelayanan kita sudah bisa dikatakan sangat baik ketika ada seorang klien mengatakan suka kalau kita hadir karena senyuman yang kita berikan. Mungkin juga kita tak menyadari bahwa senyum hanyalah nilai yang dangat kecil dari keseluruhan yang seharusnya kita berikan kepada seorang klien. Item utama seorang perawat sesungguhnya adalah bagaimana melakukan praktik keperawatan secara profesional sehingga tujuan agar seorang klien mempu mandiri dan pulih dapar tercapai sesuai target dan tujuan bersama yang tertuang dalam discharge planning.

  • Kita akan mulai dari komunikasi Terapeautik. Dimana komunikasi ini memegang peranan teramat sangat penting dalam mencapai tujuan dari Asuhan Keperawatan yang kita berikan. Itulah kenapa kita harus benar benar menguasai secara baik apapun yang kita lakukan secara teori dan praktik, sehingga sebelum hingga sesudah melakukan tindakan apapun kita mampu berkomunikasi secara baik, tak hanya sekedar memperkenalkan diri namun lebih kompleks lagi kita harus menjelaskan semuanya dengan bahasa yang klien fahami dan kita yakin pemahaman ini dalam dilakukan baik oleh klien meupun keluarga secara mandiri ketika peran Perawat disana sudah bisa diminimalisir.
  • Peran lain yang tak kalah penting adalah pelayanan keagamaan.

  •  Manusia sebagai da’i yang diturunkan kepada sesamanya, diahruskan menyampaikan dan membimbing diri dan orang lain untuk tak pernah melupakan kehadiran Tuhan dalam setiap sendi kehidupan kita. Kalau kita melirik kembali kepada sejarah lahirnya profesi ini, maka akan kita temukan dua tokoh besar yang sangat populer yaitu Rufaidah dan Florence. Rufaidah adalah muslimah yang mengabdikan dirinya untuk memberikan asuhan Keperawatan kepada Mujahidin yang menjadi korban dalam peperangan di zaman Rasulullah, Muhammad SAW di kota Madinah. 

  • Demikian pula dengan Folrence Naightangle yang merupakan seorang biarawati di kota London. Dia meninggalkan kemegahan hidup demi membantu sesama yang terluka di medan perang. Beliau mengabdikan dirinya untuk kemanusiaan tanpa pamrih. Mereka hadir dengan keimanan dan keihklasan yang luar biasa, sehingga mereka melakukan semuanya atas dasar keyakinannya bahwa manusia terbaik adalah mereka yang paling bermanfaat untuk semuanya.

  • Terkadang kita merasa bahwa pelayanan kita telah baik, namun coba kita baca baca kembali literatur yang menjadi dasar kita dalam memberikan Asuhan Keperawatan, apakah telah sesuai dengan teori yang ada atau masih banyak aspek yang kita tinggalkan dalam pelayanan?
  • Saya akan mengajak kita semua merenungi apakah memang sudah bisa kita katakan optimal pelayanan yang kita berikan sesuai dengan yang tertuang dalam Asuhan Keperawatan yang kita tuliskan.

  • Hal yang mungkin pula kita lupa dalam konteks pelayanan prima (Service Excillent) adalah pelanggan (dalam hal ini klien) harus diberikan layanan ekstra dari apa yang dia butuhkan sehingga Asuhan kita layak dikatakan memuaskan. Bukan hanya sekedar cukup dan sesuai kebutuhan, tapi harus lebih dari ekspektasi yang mereka minta dan bayangkan. Karena eksepektasi mereka belum tentu telah mencapai apa yang seharuanya mereka dapatkan sesuai standar profesional pelayanan keperawatan.

  • PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia)

  • Sebuah apresiasi yang luar biasa saya sampaikan kepada PPNI selaku induk organisasi profesi perawat di indonesia atas berbagai jerih payahanya mempersiapkan Perawat Indonesia agar saiap bersaing dengan Perawat di seluruh dunia. Usaha ini terlihat sejak perjuangan panjang selama lebih dari 10 tahun melakukan pendekanatn kepada berbagai pihak untuk memberikan pemahaman yang baik tentang profei ini sehingga 

  • Perawat mampu diterima secara baik oleh semua profesi di negeri ini terutama dokter yang sempat berpandangan bahwa UUK (Undang-Undang Keperawatan) merupakan momok menakutkan untuk menjadikan Perawat sebagai pesaing Dokter dalam pelayanan kesehatan. Padahal hakikat UUK adalah untuk menjamin keprofesioan perawat serta sebagai dasar hukum positif pelayanan keperawatan yang mandiri terlepas dari intervensi profesi lain.

  • Namun, PR (Pekerjaan Rumah) PPNI tak sampai disitu, masih banyak amanah UUK yang harus ditindak lanjuti baik berupa PP, Permen maupun Kepmen. Semua aturan turunan ini akan sangat bermakna  dalam menunjukkan identitas Perawat sebagai profesi mandiri serta bagaimana caranya agar perawat memperoleh kesejahteraannya secara baik.

  • PPNI dari Pusat hingga komisariat harus bersatu padu dengan semua anggotanya dalam memperjuangkan hak-hak Perawat sebagai profesional, sehingga perawat juga mampu melakukakn kewajibannya secara optimal. Keterbelakangan perawat dalam berbagai hal merupakan akumulasi dari ketidakoptimalan berbagai pihak dalam memberikan hak perawat sebagai profesi msndiri. Perawat selama ini masih saja tetap dibwah bayang bayang dokter. 

  • Padahal dalam kontek pelayanan kesehatan modern, Perawat dan Dokter merupakan sejawat yang kedudukannya setara dalam melaksanakan Asuhan kepada pasien degan goal’s layanan yang berbeda antar satu profesi dan profesi lainnya. Dalam Undang-Undang No 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan juga hal ini sangat tergambar jelas. Sehingga kita sangat mengharapkan PPNI mampu “mempertajam” perbedaan tersebut melalui berbagai kebijakan baik yang dibuat oleh PPNI sebagai pengatur regulasi bagi anggotanya maupun memberikan masukan kepada pemerintah melalui kementrian terkait agar Perawat semakin layak menyampaikan bahwa Perawat “berbeda’ dengan profesi kesehatan lain.

  • Perbedaan ini bukan hanya dalam konteks pemberian asuhan, namun juga memperoleh kesejahteraan. Selama ini Negara maupun pemilik fsayankes masih saja menempatkan kesejahteraan Perawat dibawah atau include dengan profesi kesehatan lain terutama dokter. Hal ini menyebabkan ada kesan bahwa Perawat bekerja kepada dokter dan Perawat mendapatkan imbalan jasa atas asuhannya dari dokter. Bagaimana posisi mandat dan delegasi menjadi tegas, bukan hanya pengalihan kerja saja, namun juga pengalihan aliran uang.

  • Ketegasan PPNI sangat dibutuhkan dalam memperjuangkan nasib anggotanya. Kita tak ingin lagi mendengar kedepannya ada Perawat yang menikmati dinginnya bui hanya karena keslahan prosedur yang dia lakukan. Perawat emngerjakan semuanya dengan hati yang tulus ikhlas, namun kadang dia terlupa akan rambu-rambu wewenang profesional serta batasan legal mana yang boleh dilakukan maupun harus dihindari.
  • PPNI diharapkan sebagai penabuh genderang perang terhadap perjuangan perawat dalam mendapatkan hak-hak nya secara profesional. Coba kita melirik sedikit kepada sejawat kita yang ada di pelayanan paling mendasar termasuk sejawat kita yang terlibat masalah hukum. Secara profesional memang kita harus mengakui mereka bersalah.

  •  Namun, secara hak dan kewajiban kita harus menyalahkan amburadulnya sistem di negara ini. Dimulai dari menjamurnya institusi pendidikan yang abal-abal sehingga melahirkan alumni yang tahunya menentang standar profesional perawat melalui penolakan terhadap UKNI (Uji Kompetensi Ners Indonesia). Hingga pendidikan berkelanjutan yang seharusnya diterima perawat di pelayanan kesehatan tak terlaksana seca optimal. Sehingga Perawat lebih banyak tak tahu dan tak faham nya ketimbang melakukan Asuhan yang bertanggung jawab dan bertanggunggugat.

  • Advokasi PPNI terhadap anggotanya bukan hanya dimuali sejak Perawat melakukan pelanggaran etik dan legal, namun dimuali dari tindakan proventiv yang di akomodir oleh PPNI melalui kebijakan kebijakan yang harus diaptuhi oelh setiap anggota serta dialkasanakan oleh PPNI hingga di Komisariat.

  • Dengan mengoptilakan diri sebagai pelayan bagi anggotanya, maka marwah PPNI akan semakin baik. Pengurus tak lagi memposisikan diri sebagai personal yang berbeda dari anggota lainnya, namun harus menyadari bahwa pengurus juga anggota dari organisasi profesi tersebut. Pengurus yang pada umunya terdiri dari para pemangku kebijakan ataupun orang orang berpengaruh di negeri ini baik di institusi pendidikan maupaun pelayana diharapkan tak terlalu banyak bermain mata mebiarakn penindasan terjadi kepada anggotanya, bahkan mungkin berperan aktif dalam membentuk kader perawat yang kualifikasi dan kompetensinya dipertanyakan. 

  • Pengurus OP hanya sekumpulan orang yang dianggap telah memiliki kemampuan baik keilmuan maupun waktu yang lebih dari anggota lainnya untuk memikirkan dan mengurus anggotanya. Sehingga OP jangan lagi dijadikan ajang berebut jabatan maupun batu loncatan mencari jabatan lainnya.

  • “Berkhidmat Untuk Rakyat Keperawatan” seyogyanya ditanamkan secara baik dalam relung hati paling dalam seluruh pengurus PPNI.
  • Konsil Keperawatan

  • Merupakan hal baru dalam duni keperawatan di Indonesia. Konsil Keperawatan merupakan amanah UUK yang paling mendapatkan perhatian khusus selain kesejahteraan. Memang kalau kita berbicara tentang konsil perawat maka kita akan menemukan kontroversi dikarenakan adanya dua pandangan tentang konsil ini. Di satu sisi PPNI menginginkan konsil keperawatan yang mandiri dan terpisah dari konsil tenaga kesehatan. Sedangkan pemerintah yang berepegang teguh kepada konsep konsil bersama tenaga kesehatan sesuai amanah UU Nakes tetap bersikeras bahwa konsil keperawatan harus tetap berada dalam konsil bersama tenaga kesehatan.

  • Tapi kita akan mencoba keluar dari kontroversi tersebut, yang penting bagi kita hari ini adalah terbentuknya konsil keperawatan, baik itu mandiri maupun dibawah konsil bersama nakes. Konsil ini sangat penting adanya, karena sesuai amanah UUK, konsil akan diisi oleh perwkilan Organisasi Profesi serta kementrian terkait yang dalam hal ini kementrian dibidang kedehatan dan pendidikan tinggi. Dalam konsil ini nantinya akan digodok dan dimatangkan standar profesi perawat sesuai “selera Indonesia”.

  • Standar kompetensi mahasiswa dan standar kompetensi profesi memang masih bisa dikatakan belum jelas. Sistem preceptorship dalam praktk klinik keperawatan belum berjalan sebagaimana mestinya. Dengan adanya konsil kepoerwatan, diharapkan semua ini akan terealisasi secara baik mulai dari kesiapan institusi mempersiapkan calon calon profesional hingga bagaimana pelayanan profesional yang mampu melindungi masyarakat dalam kesalahan pelayanan. 

  • Kalau standar telah ditetapkan dan dilaksanakan oleh seluruh unsur yang ada, maka sebuah keyakinan besar akan pelayanan keperawatan yang berkualitas akan diberikan oleh perawat-perawat dimasa mendatang serta jaminan kesejahteraan sebagai bentuk perlindungan terhadap resiko kerja Perawat sebagai profesional dalam pelayanan keparawatan akan segera tercapai.

  • Ketegasan penerapan semua turan yang telah disepakati dalam konsil diharapkan mampu memberikan efek jera bagi institusi pendidikan dan fasyankes yang tidak mau mematuhinya. Selain penetapan standar, juga penerapan sanksi yang tegas pasti lambat laun akan memperbaiki kualitas layanan yang diterima masyarakat.

  • Untuk itulah, kewajiban kita bersama untuk mendesak pemerintah agar Konsil keperawatan segera dibentuk agar perlindungan hukum terhadap Perawat dan masyarakat selaku pengguna jasa keperawatan dapat lebih terjamin.

  • Institusi Pendidikan

  • Disinilah kawah candradimuka Perawat yang sesungguhnya. Mereka digembleng untuk menjadi kader kader terbaik profesi ini dengan preceptorship yang benar. UUK mengamanahkan bahwa institusi pendidikan tinggi keperawatan haruslah memiliki lahan praktik sendiri untuk meningkatkan kompetensi perawat dalam praktik klinik.

  • Sayangnya, berbagai intrik terjadi yang menyebabnya kualitas lulusan keperawatan sulit untuk diukur secara baik. Mulai dari seleksi penerimaan hingga satndart penentuan kelulusan. Alangkah baiknya jika dalam seleksi awal bukan hanya menjadikan nilai akademik sebagai patokan, namun juga nilai psikotes yang merupakan penilaian terhadap peminatan seorang calon mahasiswa keperawatan. Psikotes ini sangat penting untuk mengetahui apakah seseorang memang memilih kuliah di keperawatan karena minat dan bakatnya berada disana, atau karena keterpaksaan. Jika memang passion yang membawanya menempuh pendidikan sebagai perawat, pasti apapun kondisi yang ada selama pendidikan akan mampu dilalui secara baik.

  • Ini lah yang nantinya akan membentuk mind set sempurna nya terhadap profesi. Demikian pula selama proses pendidikan berjalan. Pemantauan psikologi dan mental peserta didik sangat diperlukan agar evaluasi keberhasilan capaian selama pendidikan dapat terukur secara baik. Kadang faktor stres yang berlebihan atau aturan-aturan yang kadang tidak sesuai dengan kata hati akan menjadi penghalang seseorang dengan mudah menerima sebuah ilmu walaupun dia berada di tempat yang susuai peminatannya. Sehingga evaluasi internal institusi pendidikan sangat dibutuhkan.

  • Sebenarnya, evaluasi ini telah dicanangkan melalui akreditasi institusi pendidikan. Namun apa daya, ketika dilakukan penilaian, biasanya akan terjadi sulap abrakadabra yang menutupi keburukan maupun kebobrokan sebuah institusi. Mahasiswa yang diwawancarai juga mereka yang sebelumnya sudah dikondisikan bisa menjawab semua pertanyaan yang telah dirancang sebelumnya. Cobalah institusi pendidikan ikhlas menjalani akreditasi serta tulus menerima apapun hasilnya nanti sebagai evaluasi perabaikan diri, pasti kualitas pendidikan tak akan berjalan ditempat.

  • Institusi pendidikan keperawatan seolah telah menjadi ajang bisnis dan mencari makan sekelompok orang yang haus akan kenikmatan dunia. Berbisnis silahkan saja, namun tetap harus mengindahkan standar profesi yang ada. Tanpa kita sadarai, menghasilkan lulusan yang tidak kompeten sama saja dengan menciptakan pembunuh-pembunuh berbaju putih. Kita lihat saja kualitas layanan keperawatan khususnya atau kesehatan pad aumumnya, masih sangat jauh panggang dari api. Disadari atau tidak, tingkat kegagalan pengobatan maupun pemulihan pasien/klien adalah sebab dari tangan tangan kita yang hatinya tak mengiringi raga saat bekerja.

  • Na’asnya, pemilik institusi pendidikan kesehatan sangat jarang berobat di dalam negeri karena biasanya uang mereka cukup untuk berobat keluar negeri. Sehingga mereka kadang tak tahu bagaimana kualiatas pelayanan di Rumah Sakit-Rumah Sakit yang ada disekitarnya yang dipenuhi oleh alumni hasil didikan institusi mereka. Kalaupun ada yang berobat di dalam negeri, biasanya mereka juga taunya hanya marah-marah dengan kualitas layanan yang ala kadarnya.

  •  Seharusnya ini menjadi evaluasi bagi diri mereka, bahwa inilah hasil dari bisnisnya.
  • Institusi pendidikan juga seharusnya memiliki tujuan yang jelas, bukan hanya membentuk generasi yang jago skill tapi tak faham teori atau jago teori tapi tak pernah praktik klinik. Kondisi ini menimbulkan gap yang sangat jelas ketika mereka memasuki lahan praktik tatkala menjalani program profesi Ners.

  • Kita semua mengharapkan generasi perawat dimasa mendatang adalah generasi yang memiliki daya juang dan daya saing tinggi dengan kualifikasi keilmuan yang mumpuni serta kemampuan praktik yang cekatan, sehingga Perawat Indonesi mampu menguasi pasar global.
  • Saya meyakini, bahwa mereka yang terbaik bukanlah merekan yang mengatakan dan merasa dirinya baik, tapi mereka yang senantiasa berbuat kebaikan baik secara sadar ataupun tidak. Calon Perawat terbaik adalah mereka yang percaya diri mengikuti UKNI dan yakin akan mampu menjadi Perawat Profesional. Bersama kita persiapkan generasi terbaik yang terukur dengan UKNI dan membanggakan dengan penghargaan masyarakat dan negara terhadap karya-karya nya.

  • Pemilik Fasilitas Pelayanan Kesehatan

  • Di fasyankes sebahagian orang menganggap bahwa Perawat lah “tuan rumah” yang sesungguhnya. Perawat bertanggungjawab penuh terhadap berbagai yang terjadi di dalam ruang kerjanya baik berkaitan dengan klien maupun peralatan yang ada di dalamnnya. Namun sangat disayangkan, pelimpahan tanggungjawab ini tak diiringi dengan pelimpahan wewenang secara legal yang berdampak terhadap nilai tambah secara materi terhadap perawat. Memang hal ini sangat tidak diharapkan oleh Perawat. Karena melaksanakan Asuhan keperawatan sesuai dengan tujuan pelayanan keperawatan saja perawat sudah kelabakan dan kewalahan. 

  • Tapi seolah tak memiliki hati nurani terhadap profesi ini, Perawat tetap saja diwajibkan mengerjakan yang bukan dalam lingkup kompetensi profesional nya. Perawat membersihkan lantai, kain kotor dan alat alat kotor. Perawat selain merawat klien juga mereka diwajibkan merawat AC, Kulkas, pintu, lemari, kursi, meja, pohon, parit serta apa saja yang berada disekitarnya. Sehingga ketika ada permasalahan apapun di fasyankes Perawat yang dihadapkan untuk memberikan pertanggungjawabannya.

  • Manajemen fasyankes terkadang lupa akan hak hak Perawat secara hakiki selain kesejahteraan. Kalau menyinggung kesejahteraan sebenarnya hanya akan menyakitkan hati Perawat saja. Jangankan mendapatkan gaji mahal, gaji murah saja kadang kadang tidak diberikan. Yang paling parah, kejadian ini dilakukan oleh Pemerintah yang seyogyanya menjamin terpenuhinya hajat hidup seluruh rakyat dibawah pemerintahannya. Perawat masih banyak yang berstatus Tenaga Suka Rela (TKS) baik di RS maupun puskesmas. Namun yang aneh adalah, untuk menjadi TKS tak sedikit diantara Perawat yang mau mengeluarkan uang jutaan rupiah maupun menggunakan backing pejabat untuk mendapatkannya. Tak tahu apa yang diharapkan dari pekerjaan tak bergaji tersebut.

  • Padahal, sistem kerja demikian sudah tak ada lagi aturan yang melindunginya. Seharusnya kalau perawat mau meninggalkannya gampanbg saja. Tapi lagi-lagi mereka beralasan bahwa ni urusan gengsi. Pada dasarnya seolah ada kebanggaan ketika mengatakan bahwa kita bekerja di institusi pemerintah dan menggunakan seragam yang berlogo pemerintah, walaupun status kita tak jelas adanya.

  • Fasyankes bukan memiliki kewajiban hanya sebatas itu saja. Perlindungan dan penjaminan bahwa masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan yang baik juga harus dijadikan prioritas teratas dalam menjalankan bisnis pelayanan kesehatannya. Orientasi menangguk keuntungan sebanyak banyaknya dengan mengabaikan makna satu nyawa manusia harus dibuang jauh-jauh. Untuk itu, kewajiban lain yang harus disadari pengelola fasyankes adalah peningkatan kualitas SDM di fasyankes yang dikelolanya. Peningkatan kualitas ini hanya akan didapat dengan memberikan hak perawat memperoleh pendidikan berkelanjutan, terencana dan terarah sesuai Visi Misi fasyankes tersebut. Namun, siapa yang mau meikirkan nasib Perawat?

  • Tak jarang kita temui kepala bidang keperawatan maupun orang yang diberikan amanah memenej Perawat adalah mereka yang bukan perawat. Sehingga maping ketenagaan di sebuah fasyankes tak dapat terpenuhi sebagimana mestinya. Mereka tak tahu apa kriteria minimal seorang Perawat ditempatkan diruang rawat khusus. Mereka juga tak faham apa saja standar pelatihan yang harus diberikan kepada Perawat agar Perawat mampu melaksanakan tugas dan fungsinya secara baik.

  • Dalam konteks ini, saya sangat tidak sepakat dan menentang keras kalau ada perawat yang disalahkan ketika terjadi malpraktik dalam bentuk apapun. Pertanyaann mendasarnya adalah kenapa mereka tak tahu? Apakah karena mereka tak mahu tahu atau mereka memang dikondidsikan tidak tahu?

  • Kalau Perawat melakukan kesalahan karena tak mahu tahu padahal hak nya terhadap pengembangan keilmuan dan keteramilan telah diberikan, maka hal yang lumrah kalau semua tanggungjawab hukum nya diberikan kepada dia seorang. Namun kalau memang sistem yang tidak memberikan hak Perawat, maka pengelola fasyankeslah yang seharusnya bertanggungjawab. Selama ini seolah tak ada yang memepedulikan bagaimana perkembangan Perawat sebagai profesi. Bisa jadi ini karena Perawat masih dibatasi untuk berada di jajaran penentu kebijakan.

  • Pemerintah Pusat Hingga Daerah

  • Menghadapai gobaisasi, pemerintah telah menetapkan beberapa profesi prioritas yang dipersiapkan sebagai benteng pertahanan dalam menangkal serangan tenaga kerja asing ke Indonesia yang salah satunya adalah Perawat sebagai bahagian dari profesi tenaga kesehatan. Seyogyanya Perawat benar benar diperispakan dengan matang untuk hal ini baik dari sisi knowlege maupun skill.

  • Kesehatan tak boleh lagi menjadi slogan kampanye sebagai jualan yang paling seksi menarik minat rakyat jelata yang merindukan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Begitu terpilih, seolah lupa daratan, kepala daerah lupa kemana arah kebijakan kesehatan akan dibawa.

  • Pembangunan gedung gedung mewah milik pemerintah dengan fasilitas kolam renang, spa serta sarana kesehatan diperispakan untuk entertein para pejabat. Taman dan alun alun yang indah dan sejuk tak luapa menghiasi pencitraan keberhasilan kepala daerah. Pengucuran dana milyaran bahkan triliunan rupiah pun digelontorkan.

  • Namun, cbalah melirik ke fasyankes milik pemerintah terutama pemerintah daerah. Kalau kata keluarga saya dari kampung, tak jauh berbeda dengan kandang kambing nya. Sampah berserakan disana sini, kalau hujan banjirpun tak bisa dihindarkan. Cat dinding yang mengesankan usang dan asbes yang berlubang menjadi pemandangan biasa. Coba lirik gedung pemerintahan lainnya. Naik turun tangga pakai ekskalator/lift, bersih dan pintunya pun buka tutup otomatis. Sangat jauh berbeda dengan Rumah Sakit yang seharusnya paling bersih, paling rapih serta paling asri.

  • Itu masih kita bicara soal fisik bangunan dan lingkungannya. Coba lagi kita lihat fasilitas yang ada, sangat jauh dari harapan masyarakat akan hadirnya pelayanan yang akurat dan berkualitas. Laboratorium tak ada, kalaupun ada kebanyakan rusaknya. Radiologi hanya ala kadarnya, yang terkadang hasil fotonya buram bahkan cenderung hitam. Untuk scan apalagi. Belum lagi kalau kita bicara fasilitas di ICU dan kamar Bedah yang seharusnya steril, akan semakin pusing kita dibuatnya.

  • Padahal kalau kita bandingkan dengan besaran dana yang digunakan untuk bengunan mega proyek pemerintah, uang untuk melengkapi fasyankes yang berstandar internasional akan lebih kecil. Disinilah kita anehnya.

  • Belakangan saya membaca berita tentang komplain Bupati di Sulawesi Selatan terhadap BPJS yang dianggap telah menggarap lahan basah kampanye mereka yaitu pelayanan kesehatan gratis. Hal seperti ini seharunya tak perlu diperdebatkan, karena dana yang mereka anggarkan untuk membaiayai program kesehatan gratis seharusnya bisa dialihkan untuk memperbaiki fisik bangunan serta melengkapi sarana dan prasana kesehatan yang ada di daerahnya.

  • Kalau uanganya masih berlebih juga, sisihkanlah untuk meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan yang ada terutama Perawat agar pelayanan kesehatan di masyarakat semakin berkualitas. Kalau masih berlebih juga, tak ada salahnya digunakan untuk menambah tunjangan jasa pelayanan tenaga kesehatan agar mereka lebih sejahtera.

  • Sebearnya hal seperti ini sudah tertuang tegas di dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) kita. Hanya saja, kita tak tahu kenapa seolah pemerintah enggan untuk mewujudkannya. Menghadapai globalisasi pemerintah tak  boleh lagi tinggal diam dan tahunya hanya marah marah kalau melihat pelayanan kesehatan yang kurang layak. Cobalah evaluasi diri sendiri, Apa yang telah dilakukan kepala daerah untuk meningkatkan kualitas pelayan kesehatan kepada rakyatnya.

  • Belum lagi kalau kita bicara Kesejahteraan Perawat. Seolah menutup mata dan otaknya kaku untuk melakukan penhitungan berapa standar Perawat harus berada di daerahnya, Kepala daerah kerap melupakan keberadaannya dan melupakan nya untuk dimasukkan dalam pengajuan APBD. Jangankan untuk mengajukan besaran  gaji Perawat, mengajukan formasi Perawat yang dibutuhkan di daerahnya saja seolah tak terpikirkan sama sekali. 

  • Sehingga, secara kasat mata seolah Perawat di negeri ini telah terpenuhi, padahal secara anggaran negara, yang masuk kedalam APBD mungkin kurang dari 70%. Selebihnya adalah mereka yang rela dinobatkan sebagai “Pecinta Surga”. Yang telah tulus ikhlas mengorbankan dirinya untuk membantu sesama termasuk membantu kepala daerah melakukan pencitraan seolah telah berhasil mewujudkan janji kampanyenya tentang pelayanan kesehatan.

  • Campur tangan pemerintah kita harapkan bukan hanya terkait kebijakan kebijakan yang sifatnya pencitraan tanpa dampak positif terhadap tenaga kesehatan. Mensejahteranakan bukan pula hany sebatas memberikan uang banyak, namun memberikan limpahan ilmu pengetahuan juga akan terasa sangat mulia. Kalau Perawat sudah dididik dan dilatih secara benar maka kualitas Asuhan juga akan semakin bagus dari yang ada hari ini. Selain yang sifatnya informal, pembelajaran yang bersifat formal dibangku perguruan tinggi juga pasti akan sangat bermanfaat dengan meberikan kesempatan seluas luasnya kepada Perawat untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya melalui program beasiswa dan kontrak keraj bagi penerimanya.

Dengan menyadari beberapa sapek diatas, maka evaluasi menyeluruh sangat kita butuhkan guna memperbaiki kualitas layanan di negeri ini. Bukan hanya Mahasisiwa Keperawatan atau Perawat saja yang di evaluasi, tapi cobalah masing masing mengaca diri akan apa kontribusi yang telah kita berikan terhadap peningkatan kualitas layanan kesehatan di negeri kita, Indonesia tercinta. Buat pemangku kebijakan dan pejabat maupun pemilik institusi pendidikan dan fasyankes, rajin-rajinlah berobat di Puskesmas, klinik maupun rumah sakit disekitar anda agar anda merasakan seperti apa yang rakyat rasakan. Agar kalian juga menyadari betapa mirisnya kita menikmati layanan publik dibidang kesehatan yang jauh dari kata berkualitas.

Dari pemaparan diatas maka saya menyimpulkan, bahwa untuk menjadikan Perawat Nasional layak dikatakan sebagai Perawat Internasional dibutuhkan perbaikan dalam banyak aspek yaitu:

  • Perbaikan sistem pendidikan keperawatan yang sesuai tuntutan masyarakat dan standar profesi
  • Tingkatkan kesejahteraan perawat dengan gaji yang diatas gaji buruh
  • Fasilitasi Perawat untuk memperoleh pendidikan berkelanjutan
  • Berikan hak Perawat untuk melakukan praktik mandiri sesuai dengan kompetensinya
  • Berikan hak Perawat mengatur dirinya melalui jabatan struktural di semua jenjang pemerintahan.
  • Lengkapi sarana dan prasarana yang merupakan kelengkapan instrumentasi Perawat dalam meningkatkan kualitas Asuhannya.

Wassalam

Martony Calvein Kakomole Kuada

Perawat Peduli Indonesia

# AkubanggaJadiPerawat

# PanggilAkuNERS

#PerawatPeduliIndonesia

#TolakGajiMurah

#SaveKonsilPerawat

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun