Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Coming Soon: #The_Educatorship, Buku tentang Memanusiakan Wajah Pendidikan

27 Mei 2016   09:05 Diperbarui: 27 Mei 2016   09:20 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi guru bisa jadi merupakan sebuah profesi. Namun, menjadi  guru sebagai pendidik pastinya sebuah seni. Maka, mari kita mainkan seni kehidupan ini dalam proses menyelamatkan pendidikan di negara tercinta ini.


The Educatorship muncul terinspirasi dari sebuah buku yang berjudul The Principalship karya Thomas J. Sergiovani yang menguraikan tentang bagimana mengupayakan pola kepemimpinan humanis reflektif di sekolah. Di sela-sela membaca buku tersebut, penulis mendapat sebuah buku Save Our Schools karya Ralph E. Robinson dan Barbara A. Beswick yang semakin menguatkan penulis tentang mendidik manusia atau dengan kata lain memanusiakan manusia dalam dunia pendidikan. Akhirnya, Hal tersebut mendorong penulis untuk menulis sebuah uraian pengalaman dan refleksi tentang roh pendidikan itu sendiri, yaitu pendidik dan semangat kependidikannya.

The educatorship tidak sekedar berbicara tentang teacher (teaching) tetapi lebih dari itu menyentuh jiwa dan raga educator (educating). Memang harus diakui bahwa istilah “educatorship” tidak lazim dalam kamus bahasa Inggris bahkan belum ditemukan dalam kamus bahasa Inggris untuk term ini. Educatorship dipilih untuk memberi sebuah penegasan total akan eksistensi dan daya tawar pendidik dalam membangun komunitas pembelajar di dunia pendidikan dan membangun kultur pendidikan yang humanis. The Educatorship benar-benar secara total melontarkan kritik pendidikan sekaligus membangun semangat reflektif dalam mengusakan roh atau spirit pendidikan. Semuanya itu berangkat dan berkembang dalam proses pembelajaran karena ini sesungguhnya merupakan inti dari semua daya upaya pengembangan pendidikan.

Sang Guru Inspiratif

Pendidikan begitu unik secara gagasan dan implementasi. Bahkan semakin unik (baca: lucu) dari berbagai kebijakan yang secara tidak sukarela dilaksanakan oleh para pelaksana di lapangan (sekolah). Harus diakui bahwa guru menjadi pasukan terdepan di medan perang pendidikan untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang sebenarnya jauh dari harapan memanusiakan manusia kalau tidak mau dikatakan justru mendera para guru dan pelaku pendidikan yang lain serta menindas dunia anak-anak dengan trauma dan ancaman.

Lewat kisah dan gagasan seorang tokoh yang dimunculkan dalam buku ini, yakni Sang Guru, berusaha mendobrak dan membalik paradigma pendidikan yang ada. Implementasi pembelajaran dikembalikan ke jalurnya di mana pendidikan benar-benar sebagai lingkungan untuk mendidik, bukan sekedar mengajar atau transfer ilmu belaka. Kekuatan nilai humanis dalam setiap pembelajaran yang dilakukan dengan anak-anak didik sangat menonjol. Kesungguhan Sang Guru menjadikan sekolah sebagai lingkungan yang memanusiakan manusia muda menuju taraf insani sangat nyata dalam inovasi dan kreativitas Sang Guru.

Sang Guru memiliki caranya sendiri untuk mengkritik lelucon pendidikan negeri ini dengan menuangkan gagasan dan kritiknya dalam implementasi nyata belajar bersama anak-anak didik. Ada begitu banyak pembelajaran yang tidak biasa (baca: luar biasa) dari model-model kebanyakan di sekolah. Proses memanusiakan anak didik, komunitas guru, keluarga, dan bahkan masyarakat dalam desain pembelajarannya kadangkala jauh dari pemikiran pendidikan pada umumnya. 

Sang Guru bukanlah resep memanusiakan pendidikan dan juga bukan rumus eksak. Akan tetapi, Sang Guru berusaha menginspirasi semua pihak (presiden, dewan terhormat, menteri pendidikan, pejabat depdiknas, yayasan, rektor, kepala sekolah, dosen, guru, orang tua, dan masyarakat) untuk bersama-sama memanusiakan wajah pendidikan negeri ini agar benar-benar layak disebut sebagai bangsa manusia. Selamat Menanti!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun