Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kembali ke Kandang Hari ke-21: Merenungkan Hidup dan Tersenyumlah!

27 Agustus 2021   18:18 Diperbarui: 27 Agustus 2021   18:30 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi. indianexpress.com

Ada suatu waktu dalam hidup, duduk dan terdiam menikmati kehidupan dalam rangkaian kekuatan mata, pikiran, dan hati sehingga benar-benar kenikmatan itu merasuk dalam jiwa yang terasakan, menyimpan segala teori tentangnya.

Betapa sibuknya manusia dalam kehidupan ini menyusuri segala lika-liku kehidupan dalam dinamika yang melibatkan segala jiwa dan raga. Hari demi hari, waktu demi waktu, menjadi rentetan pengalaman yang terus mengisi kisah hidup manusia dengan segala naik dan turunnya alur kehidupan begitu banyak tokoh dan setting kehidupan yang terlibat di dalamnya. Hidup tanpa tahu ending di balik semua itu, namun segala peran kehidupan tetap terus berjalan.

Pada suatu ketika Buddha menunjukkan setangkai bunga kepada murid-muridnya dan meminta agar setiap orang menyatakan pendapatnya tentang bunga itu. Mereka mengamati bunga itu selama beberapa saat dengan diam.

Ada yang mengungkapkan ajaran falsafah tentang bunga. Ada yang menggubah puisi. Ada pula yang membuat perumpamaan. Semua berusaha saling mengalahkan dengan uraian yang semakin mendalam.

Mahakashyap mengamati bunga itu, lalu tersenyum tanpa berkata apa-apa. Hanya dialah yang telah melihatnya.

Illustrasi. www.pinterest.com
Illustrasi. www.pinterest.com
Pikiran manusia terus bekerja tiada henti dari pagi hingga malam memikirkan dinamika kehidupan demi idealisme dan impian yang harus dicapai. Ide dan segala pemikiran terus mengalir menggerakkan raga demi kesuksesan dalam segala daya upaya mencapai puncak. Dalam peluh keringat yang terus menetes, dalam kelelahan yang begitu merapat, manusia terkadang terus berjuang dan berjuang sampai pada batas-batas kemampuan manusiawi. Ada kesibukan yang begitu mendera kehidupan dalam harapan dan persepsi kehidupan, senada dengan para murid Sang Budha yang begitu sibuk menguras budi menguraikan betapa indahnya bunga itu.

Belajar dari Mahakashyap, menyediakan waktu dan kesempatan untuk duduk terdiam menikmati bunga di hadapannya dalam keseluruhan jiwa dan raganya. Tanpa uraian yang mendalam dan tanpa harus mengalahkan yang lain, Mahakshyap menemukan esensi dari bunga itu, yakni kepuasaan budi dan hati yang terwakilkan dalam senyu tanpa kata-kata. Dalam kesibukan hidup ini, sejatinya manusia berani memberikan waktu khusus setiap saat dalam kebiasaan untuk menikmatinya dalam ketenangan budi dan ketulusan hati. Senantiasa senyum diri itu boleh merasuk ke dalam jiwa memberi makna atas segala kesibukan hidup.

Illustrasi. www.123rf.com
Illustrasi. www.123rf.com
Saatnya untuk kembali ke kandang, diri kita masing-masing, untuk melihat kembali ke dalam diri kita masing-masing dalam memberikan makna atas segala kesibukan hidup kita. Kesendirian, keheningan, irama musik, alunan angin, keindahan alam, kenyamanan taman, heningnya malam, segarnya pagi, dan segala hal yang menginspirasi hidup, senantiasa menjadi media dan kesempatan untuk merenung dan tersenyum atas kehidupan ini. Melihat kehidupan, tersenyum betapa bermaknanya hidup ini.

Illustrasi Kembali ke Kandang. www.123rf.com
Illustrasi Kembali ke Kandang. www.123rf.com
@ Kembali ke Kandang, adalah sebuah permenungan hidup di malam hari menjelang menuju pembaringan jiwa dan raga setelah seharian merangkai kisah kehidupan lewat segala dinamika yang ada. Terinspirasi dari buku "Burung Berkicau" karya Anthony de Mello SJ (1984, Yayasan Cipta Loka Caraka), renungan malam dalam bingkai "Kembali ke Kandang" ini mencoba memaknai hidup yang penuh makna ini sehingga hidup menjadi lebih hidup lewat kutipan kisah penuh makna dari Anthony de Mello.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun