Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kembali ke Kandang Hari ke-15: Mari Menjadi Guru Kehidupan bagi Diri Kita!

20 Agustus 2021   19:01 Diperbarui: 20 Agustus 2021   19:03 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi. www.yourtrainingedge.com

Orang yang mempunyai kesadaran tak kunjung henti adalah orang yang memberikan perhatian penuh pada setiap saat: Dia sungguh seorang Guru.

Membangun kesadaran dalam setiap langkah yang dijalani, setiap kata yang terucap, dan setiap perbuatan yang terwujud, adalah sebuah latihan diri dalam kolaborasi kehidupan untuk menata, menjalani, dan memaknainya. Seringkali banyak hal terlewatkan dalam kehidupan karena kita kurang menyadarinya sehingga terlupakan begitu saja. Hidup begitu hampa padahal sesungguhnya kehidupan ini begitu kaya akan peristiwa dan makna.

Tidak ada seorang murid Zen pun yang berani mengajar, sebelum ia pernah hidup bersama Gurunya paling sedikit sepuluh tahun lamanya. Tenno, sesudah berguru selama sepuluh tahun, menjadi seorang pengajar. Pada suatu hari ia berkunjung kepada Guru Nan-in. Waktu itu hari hujan, maka Tenno memakai bakiak dan membawa payung.

Ketika Tenno masuk, Nan-in berkata kepadanya: "Engkau meninggalkan bakiak dan payungmu di depan pintu, bukan? Ingatkah engkau, payungmu kau letakkan di sebalah kanan bakiak atau di sebelah kirinya?"

Karena tidak dapat menjawab, Tenno menjadi bingung. Ia menyadari bahwa ia belum mampu membina kesadaran tak kunjung henti. Maka ia menjadi murid Nan-in dan belajar selama sepuluh tahun lagi untuk mencapai kesadaran tak kunjung henti.   

Illustrasi. bp-guide.id
Illustrasi. bp-guide.id
Menjadi guru bagi diri sendiri sejatinya menjadi kebijaksanaan awal yang mengagumkan dalam menghidupi hidup ini. Sebuah keharusan dan kewajiban pribadi dalam menjalani proses kehidupan ini, yakni mengajari (teach) dan mendidik (educate) diri sendiri tentang berbagai nilai-nilai kehidupan dalam proses pembelajaran dan pengolahan diri terus-menerus dan berkesinambungan. Layaknya proses pendidikan di sekolah yang baik, pendidikan terhadap diri pun sejatinya begitu disiplin, kontekstual, reflektif, dan senantiasa memacu komitmen diri untuk maju dan berkembang menjadi lebih baik.

Menjadi guru bagi diri sendiri sesungguhnya membangun sekolah pribadi yang memberi ruang dan waktu bagi pribadi untuk belajar kehidupan. Kesadaran diri menjadi sebuah materi pembelajaran yang sangat menarik, menantang, dan bermakna sehingga membiasakan dari dalam habitus yang baik. Pribadi yang terdidik menjadi modal yang baik dalam mengarungi dinamika kehidupan yang lebih luas dan menantang bersama sesama dan semesta dalam penyelenggaraa ilahi Sang Pencipta.

Illustrasi. www.dreamstime.com
Illustrasi. www.dreamstime.com
Saatnya untuk kembali ke kandang, diri kita masing-masing, untuk melihat kembali ke dalam diri kita masing-masing, sudahkah membangun pendidikan pribadi yang kontekstual, reflektif, dan bermakna dalam diri kita? Sudahkah mengupayakan guru sejati dalam diri kita? Sudahkah belajar dalam kebermaknaan dan inspirasi? Inilah kehidupan, dan di dalamnya ada kesempatan dan tantangan untuk mengusahakan yang terbaik bagi diri, sesama, dan semesta. Mari menjadi guru kehidupan!

Illustrasi kembali ke Kandang. www.crosswalk.com
Illustrasi kembali ke Kandang. www.crosswalk.com
@ Kembali ke Kandang, adalah sebuah permenungan hidup di malam hari menjelang menuju pembaringan jiwa dan raga setelah seharian merangkai kisah kehidupan lewat segala dinamika yang ada. Terinspirasi dari buku "Burung Berkicau" karya Anthony de Mello SJ (1984, Yayasan Cipta Loka Caraka), renungan malam dalam bingkai "Kembali ke Kandang" ini mencoba memaknai hidup yang penuh makna ini sehingga hidup menjadi lebih hidup lewat kutipan kisah penuh makna dari Anthony de Mello.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun