Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menulis Makna (25): Membangun Keluarga yang Penuh Makna dalam Suka Maupun Duka

10 Juli 2021   04:04 Diperbarui: 10 Juli 2021   04:08 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi. stock.adobe.com

Kekayaan membuat keluarga makmur, perbuatan-perbuatan baik membuat keluarga terhormat. (Pepatah Jepang)

Keluarga merupakan komunitas pembelajar yang tiada henti mengeksplorasi makna-makna kehidupan untuk membangun keharmonisan, kedamaian, ketentraman, dan kerelaan saling berbagi dalam suka maupun duka. 

Keluarga akan terus berjalan seiring dengan segala dinamika dunia, yang pada waktunya akan tertantang untuk membangun pondasi kokoh demi tetap berdirinya harga diri dan nilai-nilai luhur keluarga tetap tegak walau badai kehidupan menerjang.

Orang-orang yang hadir, berkumpul, dan berelasi dalam keluarga bukanlah kumpulan manusia tanpa makna dan harapan, tetapi orang-orang itu menjadi perintis kebaikan, kebenaran, dan keutuhan nilai-nilai luhur peradaban. 

Kesatuan pribadi dalam benang merah saling berbagi penuh kasih tanpa syarat adalah kunci kebermaknaan sebuah keluarga bagi masing-masing pribadi dan sesama di luarnya. 

Habitus dalam olah pikir dan olah nurani dalam keluarga menjadi urat nadi yang menghidupkan aroma baik yang selalu semerbak dalam jiwa dan sanubari setiap pribadi di dalamnya. Keluarga menjadi ikatan batin yang bukan sekadar intuisi maupun improvisasi belaka, namun keluarga menjadi ikatan batin yang mengarahkan pada kebijaksanaan hidup.

Illustrasi. www.123rf.com
Illustrasi. www.123rf.com
Tak terelakkan dalam kehidupan ini, kekayaan menjadi lambang kemakmuran yang didamba-dambakan banyak orang, bahkan untuk mencapainya banyak yang rela dan sadar mengorbankan logika, nurani, etika, dan kebajikan dalam hidup. Tak jarang pula kekayaan turut membutakan mata hati manusia pada uluran tangan pada yang lemah dan membutuhkan. 

Kekayaan menjadikan manusia dan keluarga menikmati kenyamanan duniawi dan melupakan hakikat kasih dan kebaikan pada sesama. Hidup senang, hidup makmur, hidup berkelimpahan: terkadang juga melupakan kuasa Sang Pencipta pada manusia dan semesta.

Ketika manusia jatuh, tatkala keluarga kacau dan hancur, pada titik itulah kesadaran yang jauh pergi itu kembali dengan tiba-tiba dalam pikiran dan hati manusia. 

Kembali pada pelukan Sang Pencipta seolah-olah menjadi kerinduan yang amat sangat segera dilakukan karena betapa cintanya pada Sang Pencipta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun