Betapa beruntungnya seseorang, apabila kapan saja orang tersebut membuat kesalahan, orang lain pasti akan mengetahuinya. (Confusius)
Kesendirian bisa menjadi sebuah kekuatan ketika orang masuk dalam keheningan jiwa dan kejernihan pikiran untuk menemukan kebijaksanaan hidup yang menguatkan jiwa dan raganya dalam setiap hembusan nafasnya.Â
Kesendirian terkadang menjadi kebutuhan pokok bagi manusia untuk menata kembali segala mozaik kehidupan yang berlalu sehingga menjadi sebuah gambaran teropong kehidupan yang lebih baik. Namun, kesendirian bisa juga menjadi sebuah egoisme diri yang lari hiruk-pikuk kehidupan, yang enggan terlibat dalam relasi dengan sesama dan semesta. Manusia kerdil hati dan pikiran akan bertumbuh di dalamnya.
Kebersamaan dalam sebuah relasi dan interaksi komunitas apapun pasti tak terelakkan sebagai manusia normal yang tetap membutuhkan pengembangan jiwa. Kebersamaan menjadi sebuah tantangan yang tak akan pernah berhenti dalam hidup ini, kecuali manusia menjauhkan diri dari peradaban dan tinggal dalam kepicikan dan kekerdilan diri di "pulau" yang tandus.
Hidup bersama dengan orang lain tak akan lepas dari persepsi, apresiasi, dan aksi pada orang lain dan juga terhadap diri kita sendiri. Itu adalah bagian dari membangun ikatan batin yang terabstraksi dalam benang merah kehidupan yang memberikan harapan, kekuatan, dan penghiburan yang menyegarkan segala sum-sum kehidupan.
Kesalahan memberikan reaksi yang begitu kuat bagi manusia untuk menutupinya agar orang lain tidak melihat kesalahan itu. Kesalahan dipandang sebagai sebuah aib bagi banyak orang, yang bisa menghancurkan harga diri dan reputasi.Â
Kesalahan menjadi sebuah monster mengerikan yang mampu melahap segala harapan dan idealisme diri. Ketika orang lain mengetahui atau malah menunjukkan kesalahan kita, malu bahkan amarah dapat menjadi reaksi atas semua itu. Betapa mengenaskan bagi kesalahan, yang harus dibuang dalam kegelapan peradaban yang terus disekap dalam penolakan dan kebohongan manusia.
Kerendahan hati, kebesaran jiwa, dan kematangan akal budi dalam memandang diri dan berelasi dengan sesama dan semesta adalah senjata ampuh untuk melihat kesalahan sebagai anugerah dalam hidup. Kesalahan sejatinya menjadi sebuah kesempatan untuk memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik.Â
Kesalahan yang terus-menerus disimpan rapat-rapat hanyalah mengantar pribadi pada stagnasi kepribadian dan menjadikannya tidak matang dalam berpikir, bernurani, dan bertindak dalam segala dinamika kehidupan ini.Â
Sudah waktunya, kesalahan yang terjadi menjadi media untuk instropeksi diri, eksplorasi diri, dan berkreasi untuk hidup yang lebih baik. Sebuah kebijaksanaan nyata, dalam hidup sejatinya manusia tidak berbuat kesalahan, namun tatkala harus mengalami kesalahan, siap membuka diri untuk diperbaiki dan memperbaiki setiap saat.
Orang di sekitar dapat menjadi anugerah terindah dalam proses pengembangan diri atas kesalahan yang kita perbuat. Orang yang mengatakan dan menunjukkan kesalahan kita dengan berbagai cara dan gayanya, merupakan anugerah yang patut disyukuri karena itu adalah bentuk perhatian dan kasih pada diri kita.Â
Kacamata diri yang positif harus dipakai setiap saat, bahwa semuanya itu bukan untuk menjatuhkan diri kita namun mari melihatnya sebagai masukan positif yang terkadang kita tidak bisa melihatnya dan tidak bisa menyadarinya. Sesama dan semesta seringkali hadir dalam kehidupan kita sebagai anugerah yang tak terduga. Sang Pencipta begitu agung, telah mengatur semuanya dengan segala keluhuran-Nya. Mari bersyukur.
Menulis Makna: adalah sebuah uraian untuk mencecap kehidupan yang begitu agung dan mulia ini. Hidup ini penuh dengan makna sebagai kristalisasi pengalaman dan refleksi untuk menjadi inspirasi bagi diri sendiri, sesama, dan semesta. Menulis Makna akan menjadi sejarah perjalanan makna kehidupan yang selalu abadi, tidak hilang ditelan badai kehidupan yang merusak peradaban manusia. Menulis Makna, menulis kebijaksanaan hidup.Â
@