Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tatkala Fajar (16): Paving, Pasrah tapi Bukan Kalah dalam Kehidupan

31 Mei 2021   04:04 Diperbarui: 31 Mei 2021   04:07 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. id.pinterest.com/jenniesir678

Semilir angin menggugahku dari kebosanan. Kembali aku lihat sekelilingku, sepi tanpa tetangga. Namun siapa bilang aku sendiri, aku ada teman-temanku. Aku jalani hari-hariku dengan mereka. 

Masih berharap walau dengan kecil harapan. Terkadang aku ingin menghentikan sang waktu, agar selalu tetap pagi. Aku sudah tidak kuat lagi tubuhku yang tak lagi muda selalu diguyur hujan, diterpa panas. 

Sudahlah, apa mungkin ini semua adalah nasibku? Namun aku bersyukur, selalu tangguh tanpa berkeluh kesah, aku selalu menerimanya walau pedih rasa.

Tak terasa hari terus bergulir, dari tahun ke tahun berjalan. Di sudut kehidupan juga tak berhenti, jalan dan keras. Ingin rasanya bangun dan menjejaki dunia yang indah ini. 

Namun apa daya? Kami terikat satu sama lain, sulit rasanya aku dan temanku beranjak dari sini. Masih ingatkah kalian dengan udara siang ini? Panas, aku ingin berteduh merasakan angin sepoi sepoi di sana. 

Bagaimana aku harus bahagia? Kalian tahu, aku selalu dijejaki, mereka yang merasa nyaman saat berjalan tak sedikitpun peduli dengan ku. Diludahi, diinjak sudah menjadi hari hariku. Namun aku masih berharap esok lebih baik dan selalu baik.

Sudah, aku tidak ingin larut dalam kesedihanku. Aku di sini bersama temanku selalu berharap esok masih ada. Tubuh kami yang usang memang masalah namun, aku tak mau memikirkannya lagi. 

Aku masih beruntung di penderitaanku aku masih memperoleh dukungan dari teman-temanku. Si daun kering, bunga, si kecil semut dan tentunya temanku lainnya. 

Kami selalu bersama menghadapi semua kesedihan. Setidaknya aku harus bersyukur memiliki mereka. Aku tangguh, sangat tangguh, selalu bahagia, selalu senang walau harus dijejaki tiap hari bahkan diludahi. Tubuhku juga lumayan kuat dalam menghadapi terik matahari dan dingin malam.

Aku tahu, aku memang makhluk kecil yang terikat kuatnya semen di sini. Aku juga tahu aku tak bisa melawan takdir bahkan logikaku. Ini aku, dan sudah begini adanya kehidupan. Sejenak aku ingin berfikir kembali, mengenai aku dan kawanku. Kuingin menitipkan harapanku pada siapapun yang membaca. 

Aku ingin hidup lebih lama lagi dengan fisik yang layak, tolong rawat aku. Aku berharap siapapun kalian pedulilah padaku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun