Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Senja (83): Siklus Realita di Mata Nenek

20 Mei 2021   04:04 Diperbarui: 20 Mei 2021   04:01 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. www.kseebsolutions.com

Masing-masing generasi memiliki sejarahnya sendiri. Begitu pula, setiap generasi memiliki harapan yang kadangkala harus terbentur dengan realita kehidupan. Dua atau tiga generasi hidup bersama dalam satu masa dan satu realita, di sinilah "peperangan batin" bergejolak, semesta terperangah karenanya. 

Di suatu desa, hidup seorang nenek sebatang kara. Nenek ini duduk di teras dengan mata yang sendu melihat langit sore dan bintang yang mulai bermunculan, sambil merindukan masa lalu. Teringat kembali kenangan di masa itu, sore hari yang lebih berwarna. Dengan diisi suara bel sepeda dari mereka yang hendak pergi ke masjid. Sekarang sudah berbeda, desa ini tak lagi terasa hidup karena mereka yang dirindukan kini sudah beranjak dewasa dan sukses di kota sana.

Ilustrasi. dessyayni.blogspot.com
Ilustrasi. dessyayni.blogspot.com
Mereka yang di kota, hidup bersama menara gedung pencakar langit, sudah tidak lagi merindukan desa asal mereka. Lupa akan semua kenangan yang ada bersama mereka yang di desa. Bermain bersama ilalang dan mandi di sungai bukanlah lagi bagian dari memori mereka yang di kota. Mungkin di kota hal ini dianggap revolusi, perubahan dengan kemajuan drastis. Namun di desa mereka menyebutnya sebagai egois, melupakan hati perasaan mereka yang di desa ini.

Anak-anak muda yang bermunculan di desa hanya bersifat sementara. Karena mereka akan pergi dan tak akan kembali seperti pendahulunya. Jalan raya jadi terasa sepi seperti milik sendiri. Darah perjuangan nenek moyang seakan-akan tak berguna. Seperti tinta pada koran yang pada akhirnya terbuang sia-sia. Jalanan desa yang berliku layaknya koma tak berujung terasa mati karena tak ada yang melewati. Kini semua tahu busuknya generasi muda- mudi penerus desa ini.

Ilustrasi. fadinug.wordpress.com
Ilustrasi. fadinug.wordpress.com
Kini sudah saatnya titik hitam di hati leluhur dihapuskan agar rantai kekeluargaan ini menyatu membentuk lingkaran persatuan dengan warna raut wajah yang kembali bersinar layaknya dulu kala. Biarkan kisah keindahan keluarga ini bersatu dan tersimpan di botol kaca agar tak teruraikan. Serta nantinya menjadi halaman baru yang menjadi pelajaran berharga di kemudian hari.

Peradaban manusia akan terus berganti dan terus berkembang. Jangan biarkan kertas kosong di halaman baru diisi dengan segelas tinta busuk dari masa lalu. Kini sudah saatnya panah hati kita dapat membedakan mana yang baik dan buruk. Serta semoga kursi kekuasaan diserahkan kepada yang tepat agar kisah busuk ini tidak terulang untuk kedua kalinya.

*WHy-diT

**Setelah Senja: sebuah kisah imajinatif reflektif yang mencoba mendaratkan nilai-nilai kehidupan (life value) dalam kisah fiksi ke dalam konteks zaman yang sangat nyata dalam realita hidup ini.

***Setelah Senja: Dari pagi menjelang malam ada berbagai dinamika kehidupan yang menjadi bagian cerita hidup kita. Semuanya itu akan berjalan begitu saja dan pada akhirnya terlupakan begitu saja pula jika kita tidak berusaha mengendapkannya dalam sebuah permenungan sederhana tentang hidup ini demi hidup yang lebih hidup setiap harinya. "Setelah Senja" masuk dalam permenungan malam untuk hidup yang lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun