Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Setelah Senja (81): Sial yang Tak Kunjung Batal

18 Mei 2021   04:04 Diperbarui: 18 Mei 2021   04:08 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pikiran mampu menembus ruang dan waktu, bahkan menerjang alam nyata menuju alam mimpi yang seolah-olah sebuah realita. Pikiran juga mampu menggerakkan seluruh jiwa dan raga pada sebuah keadaan yang diinginkan: bahagia, sedih, semangat, kacau, dan lainnya. Pikiran layaknya sebuah generator.

Hidupku hanyalah berisi kesialan yang tidak dapat kuhilangkan dalam pikiranku. Selalu kuganti isi pikiranku dengan banyak cerita yang tertulis dalam buku. Lalu, terkadang aku hanya bisa bengong menatap sedikt bintang yang tertutup awan di langit. Tepat pada saat itu, aku tidak bisa menyingkirkan pikiranku tentang mengapa sepedaku dicuri. Oleh karena itu, aku ingin menghapus pikiranku itu dengan berusaha tidur dan memejamkan mata. Namun, pada akhirnya aku tidak bisa tidur semalaman karena aku punya firasat buruk ke depannya.

Bumi sudah berevolusi selama enam puluh sembilan per tiga ratus enam puluh hari setelah kubangun esoknya. Hatiku masih khawatir kalau aku akan terlambat ke sekolah jika tanpa bersepeda. Aku pun bolos dari sekolah dan pergi ke desa sebelah untuk mencari sepedaku. Hal itu kulakukan tanpa sepengetahuan orangtuaku supaya mereka tak mengkhawatirkanku. Di sana, aku menelusuri hutan dan rumah-rumah yang anehnya sangat sepi suasananya. Aku juga tak lupa melihat ilalang sekitar untuk melihat jejak yang tersisa. Karena aku tak menemukan petunjuk, akhirnya aku menyudahi usahaku dengan naik ke menara tua. Di atas sana, aku melihat bahwa sepedaku tercebur ke sungai di dekat rumah tua.

Sebelum kuturun dari menara tua itu, aku menyempatkan diri untuk melihat keunikan bangunan itu. Di sana, aku juga menyempatkan diri untuk membaca beberapa koran kuno. Namun, tulisan koran itu sudah tidak jelas karena tintanya luntur. Sesaat tiba-tiba aku merasakan hawa merinding di sekitar. Oleh karena itu, aku bergegas turun dari situ dan lari karena ketakukan. Namun, aku tersandung dan terjatuh mengenai batu bata sehingga lututku berdarah. Aku pun segera ke bawah dan pergi ke jalan raya untuk meminta pertolongan. Karena sepinya desa itu, akhirnya hanya seseorang yang mau menolongku. Ia menolongku dengan membalutkan daun dari tasnya ke atas lukaku.

Aku pun kaget dan berpikir kalau orang ini gilanya tanpa titik. Kulihat sekitar bahwa di jalan hanya ada aku dan orang gila itu. Aku bergegas pergi untuk pulang dan merelakan sepedaku karena keadaan burukku. Namun, sebelum itu, aku membuang waktu soreku dengan menanyai alasan dia membalut lukaku dengan daun. Ia malah menjawab dengan menggambar daun bekas lukaku dengan lingkaran. Setelah itu, aku merasa bahwa firasatku tambah buruk saat orang itu mulai mengeluarkan rantai dari tasnya. Sedetik aku melihat rantai yang berwarna merah tua itu, aku pun langsung melarikan diri. Firasatku berkata bahwa itu adalah bekas darah yang sudah mengering. Aku langsung berlari menuju halaman rumah terdekat untuk bersembunyi.

Ilustrasi.aries2019.artstation.com 
Ilustrasi.aries2019.artstation.com 
Kugedor pintu setiap rumah untuk mencari pertolongan tetapi tidak ada orang yang mau menolongku. Aku pun teringat rumah tua dekat sungai tempat sepedaku tercebur untuk kujadikan tempat persembunyian. Aku pun bersembumyi di lemari kaca peradaban tahun 90-an yang menyimpan banyak gelas kaca. Anehnya sebelum aku bersembunyi di sana, orang gila itu selalu tahu di mana aku berada tanpa berlari. Ia layaknya pemburu yang mengincar hewan buruannya dengan panah berantai yang terus mengikutiku. Ketika aku memikirkan bagaimana itu bisa terjadi, sekejap kemudian ia menemukan dan menerkamku dengan pisau. Tiba-tiba, aku terbangun dari tempat tidur di rumahku dan bersyukur dengan mengganggap kalau itu adalah mimpi. Setelah itu, tak sengaja aku melihat cermin, aku kaget mengapa tampangku seperti orang gila itu. Aku berpikir bahwa akalku layaknya manusia sudah hilang karena pengaruh mimpi atau mungkin karena kenyataan tersebut.

*WHy-yoG

**Setelah Senja: sebuah kisah imajinatif reflektif yang mencoba mendaratkan nilai-nilai kehidupan (life value) dalam kisah fiksi ke dalam konteks zaman yang sangat nyata dalam realita hidup ini.

***Setelah Senja: Dari pagi menjelang malam ada berbagai dinamika kehidupan yang menjadi bagian cerita hidup kita. Semuanya itu akan berjalan begitu saja dan pada akhirnya terlupakan begitu saja pula jika kita tidak berusaha mengendapkannya dalam sebuah permenungan sederhana tentang hidup ini demi hidup yang lebih hidup setiap harinya. "Setelah Senja" masuk dalam permenungan malam untuk hidup yang lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun