Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

BAPER #8 Lakukan Satu Per Satu, yang Penting: Tuntas!

30 April 2021   18:08 Diperbarui: 30 April 2021   19:51 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

#Kita mengambil gelar sarjana karena apa? Malu pada status sosial? Permintaan orang tua? Namun, selepas lulus tak bisa apa-apa? Bagi yang mau belajar hal-hal baru, mereka akan bertahan. Namun, yang diam, kaget dengan dunia nyata. Mereka akan jadi apa? Sarjana kertas?

Ketika aku pindah ke Yogyakarta dan mengambil kuliah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, tujuan pertama adalah kuliah dan bersantai-santai di kota pelajar. Belum ada tujuan serius dan futuristik, seperti mau menjadi guru yang benar-benar mendidik, menjadi sastrawan dengan kekuatan kata dan makna yang menembus realita, atau menjadi ahli bahasa yang kritis dengan perkembangan bahasa. Atau, kuliah dengan santai adalah tujuan yang serius.

Ketika banyak teman khawatir dengan nilai mata kuliah yang tidak bagus, aku masih santai menikmati pengalaman di luar kuliah, seolah-olah kuliah menjadi selingan dalam bersenang-senang. Ketika banyak teman mulai frustasi dengan materi kuliah yang begitu rumit dan sulit dipahami, aku tetap santai dengan keyakinan bahwa nantinya juga bisa memahami materi kuliah itu. Ketika beberapa teman mulai curang dalam tes, aku tetap saja tidak tertarik untuk ikut-ikutan demi mendapat nilai yang bagus.

Sebenarnya bukan aku tidak mau menuntut ilmu dengan serius atau mendapat nilai yang bagus. Namun aku hanya ingin menikmati segala sesuatu dengan santai namun bermakna bagi hidupku. Kuliah bisa dilakukan dengan santai tanpa harus tegang belajar dan menghalalkan segala secara untuk mendapat nilai. Dolan atau nongkrong pun kulakukan dengan santai sehingga bisa menyegarkan pikiran dan mata, pastinya jiwa akan terasa segar. Melakukan hobi membaca pun dengan santai, menikmati alur pikiran penulis dan akhirnya memaknainya pada realita. Kegiatan mahasiswa pun aku ikuti dengan santai namun selalu loyal dan berpartisipasi aktif.

#Mau jadi leader? Jangan hanya mengejar IPK (Indeks Prestasi Kumulatif), bangun mental kalian.

Kuliah sarjana di Yogyakarta dan master di Chicago, USA, adalah sebuah pengalaman belajar yang santai namun tuntas. Ketika kuliah master di Loyola University Chicago, USA, sering aku bercanda dengan banyak orang bahwa aku di Amerika sedang dolan alias jalan-jalan sambil nyambi kuliah. Bukan maksud hati untuk merendahkan makna kuliah, namun aku hanya ingin menerapkan jiwa yang santai dalam menuntaskan sesuatu yang sesungguhnya sangat serius. Kuliah dengan beasiswa penuh tentunya sesuatu yang serius, jika tidak serius bisa fatal akibatnya.

Menikmati Kota Chicago dengan segala keunikannya adalah sebuah petualangan yang menyenangkan. Chicago adalah kota yang sangat tertata dengan berbagai fasilitas dan tempat untuk bersantai dan bersenang-senang. Kota ini penuh dengan nuansa rekreasi. Hal ini menyebabkan kuliah dan jalan-jalan adalah sama pentingnya untuk dilakukan. Setiap hari kuliah, setiap hari jalan-jalan, setiap hari mengerjakan tugas kuliah, setiap hari olah raga, dan setiap hari bersantai menikmati waktu.

Ilustrasi. www.luc.edu
Ilustrasi. www.luc.edu
Rasa santai itu bukan berarti seenaknya sendiri, namun tetap penuh tanggung jawab untuk menuntaskan segala sesuatu yang harus dituntaskan. Kalau sekadar berbicara IPK, itu sudah pasti aman karena kuliah sarjana dan master selesai dengan Cum Laude (Lulus dengan Pujian, dengan IPK 3,95 & 3,96). Namun lebih dari itu, kuliah di Yogyakarta dan Amerika sesungguhnya belajar banyak tentang ilmu pengetahuan, realita hidup, tujuan hidup, dan juga tentang memimpin diri dalam berbagai kondisi.

Rhenald Kasali dalam BAPER (Bawa perubahan) menegaskan:

#Pemimpin ibarat mata: bukan sekadar bergerak secara acak, melainkan melihat dan melangkah dengan visi. Perubahan menuntut hadirnya pemimpin yang kuat. Tanpanya, perubahan tak cukup energi untuk melangkah. Pencapaian itu tidak usah banyak-banyak, tidak usah rumit-rumit, lakukan satu per satu, yang penting; TUNTAS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun