Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

BAPER #4 Biarkan Mereka Belajar Mengambil Keputusan

26 April 2021   18:08 Diperbarui: 26 April 2021   18:07 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. 99parent.com

#Jangan terlalu buru-buru mengambil alih masalah yang dihadapi anak. Biarkan mereka belajar mengambil keputusan. Jika kemampuan ini tidak ada maka jadi sumber kehancuran bangsa kita di masa depan. Bayangkan jika mereka jadi pemimpin yang lembek dan lambat mengambil keputusan padahal roda waktu terus berputar. Negara lain terus maju. Yang ada rakyat kecil terus tertindas.

Sewaktu aku harus mulai hidup di kota untuk belajar di sekolah favorit, ada kelegaan batin sekaligus jiwa yang menantang. Pada intinya pengalaman itu adalah sebuah fase istimewa dalam hidupku, karena aku berani ambil keputusan untuk sesuatu hal yang baru. Aku bersyukur bahwa bapak dan ibu mendukung keputusan itu, walau aku tahu bahwa ibu sangat berat untuk melepas anak laki-lakinya yang sakit-sakitan sewaktu kecil, dimanja, dan selalu dipermudah dalam banyak hal. Mungkin ibu khawatir, apakah aku mampu hidup di tempat baru, di asrama dan belajar di sekolah favorit. Mungkin ada perasaan mustahil bahwa aku bakalan mampu melewatinya.

Mulai dari bangun pagi, keputusan harus sudah aku buat, lekas bangun lalu mandi dan mempersiapkan diri untuk doa pagi, sarapan, dan berangkat sekolah. Atau, bermalas-malas di tempat tidur menanti semua teman sudah selesai mandi atau bruder kepala datang (melempar sandal) membangunkan anak-anak asrama yang masih tiduran. Keputusan yang berat di pagi hari. Benar-benar banyak keputusan yang harus aku buat dalam sehari, baik di asrama maupun di sekolah. Bahkan menjelang tidur malam setelah doa malam bersama, keputusan pun harus aku buat, mau langsung tidur atau menambah porsi belajar hingga pukul 11 malam.

Pengalaman hidup di kota ini benar-benar berbeda dengan 12 tahun tinggal di desa bersama keluarga, dari lahir hingga lulus SD. Aku mulai mengenal tantangan hidup dan bagaimana harus bersikap atas tantangan itu. Aku mulai merasakan kegagalan demi kegagalan sehingga tahu pentingnya perjuangan dan kegigihan dalam hidup. Aku mulai menyadari bahwa tidak selamanya orang lain menolong diriku, ada kalanya aku harus berjuang dalam kemandirian penuh solusi. Lebih dalam lagi, aku mulai sadar bahwa aku bukan orang yang lemah seperti yang orang lain dan diriku pikirkan sebelumnya. Aku kuat, aku sehat, aku bisa, dan aku punya kualitas.

#Kita ingin anak-anak kita sukses menjadi pemimpin, punya perusahaan, berkarier mantap. Akan tetapi, tindakan kita justru sebaliknya. Terlalu mengontrol segala hal dari mereka.

Tahun pertama sekolah di SMP Xaverius Kotabumi adalah masa-masa penuh kesulitan dan penderitaan. Itu pasti, karena aku berasal dari desa dengan pendidikan yang tidak sebagus di kota. Mayoritas teman-temanku sekelas adalah anak kota dengan latar belakang pendidikan yang sudah bagus. Betapa sulitnya belajar Bahasa Inggris, selalu salah dan sering tidak paham apa maksudnya. Ini pengalaman pertama belajar Bahasa Inggris. Belum lagi, betapa rumitnya semua pelajaran, sampai-sampai aku harus mengulangi pelajaran sepulang sekolah, waktu sore hari dan malam hari. Itu saja, masih belum paham sepenuhnya.

Tidak ada lagi kemudahan-kemudahan yang kudapat seperti waktu sekolah SD di desa. Tak ada lagi Bapak dan Ibu yang selalu siap sedia memberi kemudahan. Aku harus berjuang dan berjuang terus. Di tahun kedua aku mulai bisa mengikuti pola hidup di asrama dan sekolah. Memasuki tahun ketiga, aku sudah bisa menikmati sepenuhnya hidup menjadi anak asrama dan belajar di sekolah favorit, bahkan sudah bisa masuk 10 besar kelas. Tiga tahun hidup dan belajar di kota benar-benar memberikan kesempatan padaku untuk belajar memimpin diri, dari hal-hal yang kecil hingga hal-hal yang besar.

Rhenald Kasali dalam BAPER (Bawa perubahan) menegaskan:

#Mengawal perubahan harus pertajam mata, pendengaran, bahkan perasaan. Pemimpin yang berhasil dengan perubahannya adalah mereka yang berhasil melihat, mendengar, dan merasakan.

Ilustrasi. www.mabelandmoxie.com
Ilustrasi. www.mabelandmoxie.com
Tiga tahun masa SMP dan asrama di kota adalah masa memimpin diri dengan buka mata lebar-lebar atas segala realita dan budaya baru, mendengar sebanyak-banyaknya segala informasi dan opini tentang hidup baru, dan merasakan sedalam-dalamnya hati atas segala pengalaman manis dan pahit untuk mendewasakan diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun