Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Senja (69): Revolusi Informasi

14 April 2021   04:04 Diperbarui: 14 April 2021   04:05 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. www.istockphoto.com

Sebuah pilihan: hidup dalam penindasan tanpa ada kebebasan untuk berekspresi atau hidup dalam perjuangan dengan cucuran keringat bahkan mati di ujung nyali. Sebuah bangsa tidak jarang dibangun dari pilihan itu, penindasan atau pun perjuangan. Akan tetapi, pemimpin bangsa hanya ada satu pilihan, berhati nurani.

Pada suatu malam yang sepi, aku berkeliling kota dengan menunggangi sepeda tua milik bapakku. Di punggungku terdapat tas yang berisi buku-buku novel favoritku. Malam itu tampak sepi dan sunyi bagiku. Tiada bintang dan awan yang menghiasi hamparan langit. Tiba-tiba terdengar suara keras dari pekikan orang-orang. Kulihat dengan mata kepalaku sendiri tubuh yang berserakan tak karuan dekat perlintasan kereta api. Seorang ibu yang mengakhiri hidupnya dengan menabrakan dirinya ke kereta api.

Kutanya pada warga sekitar mengenai sosok ibu tersebut. Menurut warga, ibu tersebut berasal dari desa di daerah Wonowono. Rumahnya terletak di pinggir sungai kecil yang banyak ilalangnya. Ibu tersebut merantau ke kota untuk mencari anaknya yang tak terdengar kabarnya. Kabar terakhir mengatakan bahwa anaknya ikut dalam demonstrasi revolusi pemerintahan untuk membangun menara reformasi.

Ia menyuarakan reformasi di jalan-jalan raya ibukota. Namanya pernah ditulis dalam koran dengan tinta hitam. Seorang pemuda dicari lantaran dituduh provokator demonstran anarkis. Bulir peluru digunakan untuk meredam aksi-aksi para demonstran. Sayang, sebutir peluru mengenai dirinya tepat di dadanya. Darahnya tertumpah di jalan ibukota demi masa depan bangsa. Sehelai daun muda bangsa harus mati oleh peluru senapan mesin. Pemerintah tak ingin ada koma di sepanjang jalannya.

Rantai pemerintahan ini harus segera terputus, lingkaran rezim ini harus mencapai titik. Bagaimana tidak? Yang tak sewarna dengan pemerintah ditangkap, yang tak sependapat ditawan. Kuminum sebotol air mineral untuk menyegarkan pikiranku dari tulisan opiniku yang terbit esok hari. Segala hal ini demi halaman baru di masa depan nanti.

Akhirnya lembaran baru pemerintahan telah ditulis dalam sejarah. Zaman peradaban baru reformasi kini telah dimulai. Sekarang aku tak perlu takut lagi untuk duduk di kursi teras depan sambil meminum secangkir kopi. Selembar kertas yang kukirimkan 2 bulan lalu membuatku takut manakala aku ditawan. Kertas itu seperti anak panah yang melesat tepat mengenai pak presiden yang membuat manusia itu tumbang. Aku harap di era reformasi ini dapat berjalan dengan baik. Selamat datang peradaban.

*WHy-baY

**Setelah Senja: sebuah kisah imajinatif reflektif yang mencoba mendaratkan nilai-nilai kehidupan (life value) dalam kisah fiksi ke dalam konteks zaman yang sangat nyata dalam realita hidup ini.

***Setelah Senja: Dari pagi menjelang malam ada berbagai dinamika kehidupan yang menjadi bagian cerita hidup kita. Semuanya itu akan berjalan begitu saja dan pada akhirnya terlupakan begitu saja pula jika kita tidak berusaha mengendapkannya dalam sebuah permenungan sederhana tentang hidup ini demi hidup yang lebih hidup setiap harinya. "Setelah Senja" masuk dalam permenungan malam untuk hidup yang lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun