Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Seri untuk Negeri (8): Bangsa yang Beradab, Bukan Biadab

8 April 2021   04:04 Diperbarui: 14 April 2021   19:45 1136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. galeri-lukisan-indonesia.blogspot.com

"Sekarang itu banyak orang pintar tapi orang jujur sulit dicari". Begitulah ungkapan seorang bapak keluarga di daerah pedesaan. Tepatnya saat saya sedang mendampingi para siswa live in di daerah pedesaan. Pernyataan ringan dan polos dari seorang bapak yang SD saja tidak lulus tapi sungguh mendalam dan juga satir untuk masyarakat Indonesia, para pemimpin khususnya.

 Tidak boleh dipungkiri bahwa kebrutalan dan anarkisme telah terjadi di bumi pertiwi ini. Alam pun tak kuasa melihat semuanya itu dan menghentak bumi pertiwi dengan berbagai bencana yang mengerikan dan memilukan. Bahkan rasa "ketimuran" kita sudah luntur di mana perasaan dan kasih sayang tinggal kenangan saja. Semua itu tergantikan dengan rasionalitas dan sadisme pribadi atau golongan. Banyak berita-berita kriminal di berbagai media yang ada dan juga banyak kasus penggelapan dana bantuan untuk orang-orang yang sudah susah akibat bencana serta dana publik lenyap begitu saja. Belum lagi sikap "brutal" para pemimpin kita terhadap kepentingan masyarakat lewat aksi korupsi yang merajalela.

Melihat keadaan bangsa ini tentunya sangatlah jauh dari kebijaksanaan atau dengan bahasa Hesse jauh dari perkembangan spiritual bangsa. Yang ada, materi membutakan semuanya dan parahnya membunuh nurani. Kita sedang mengalami krisis moral dan krisis kebijaksanaan. Mengerikan sekali, jangan-jangan antara manusia dan binatang sulit dibedakan. Atau peran dan karakter itu akan terbalik di mana akan terbentuk komunitas manusia yang binatang dan binatang yang manusia.

Sepakat dengan ide dan sharing pengalaman Stephen R. Covey dalam buku bestseller-nya, The 8th Habit -- Melampaui Efektivitas, Menggapai Keagungan:

Perlunya menemukan suara diri dan mengilhami orang lain untuk menemukan suara mereka. Suara itu dapat merujuk pada suara kemerdekaan jiwa atau panggilan hidup. Pada akhirnya, keagungan itu memerlukan kerendahan hati untuk mendengarkan nurani dan melakukan segalanya dengan kasih.

Semakin dimantapkan oleh ungkapan Bunda Teresa, seorang biarawati keturunan Albania dan berkewarganegaraan India yang mendirikan Misionaris Cinta Kasih:

Bahwa hanya sedikit di antara kita yang bisa melakukan hal-hal yang besar, tetapi semua orang di antara kita dapat melakukan hal-hal kecil dengan cinta besar. 

Dengan cinta yang besar, pastilah tak akan ada pemimpin yang brutal dan egois. Banyak orang bahkan para pemimpin melakukan hal-hal yang besar tapi tidak dengan kasih yang besar. Akan tetapi, hal itu untuk memperoleh keuntungan (baca: korupsi) yang besar. Sebenarnya dengan cinta yang besar, tak akan ada kesenjangan yang begitu jauh di masyarakat.

Lewat Hesse, Covey, dan Bunda Teresa patutlah kita menyerukan pada diri sendiri dan orang lain sebagai satu bangsa Indonesia untuk mengusahakan kebijaksanaan, keagungan, dan kasih dalam segala aspek. Mari kita "berjalan bersama-sama ke timur"! Di timur ada kebijaksanaan. Mari kita bangun bangsa yang beradab, bukan bangsa biadab. INDONESIA BISA.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun