Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Senja (54): Metanoia...

20 Maret 2021   04:04 Diperbarui: 20 Maret 2021   04:17 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. beyondthewanderlust.com

Oya, udara di sini juga sejuk loh, rasanya seperti udara yang masih bersih kayak di pedesaan. Andai aja, Jakarta bisa nerapin sistem dan kebiasaan kayak gini, pasti kualitas kesehatan penduduknya bakalan lebih terjamin. Saat aku sedang asik mengayuh sepeda, tiba-tiba pandanganku tertuju pada sebuah tempat. 

Aku memutuskan untuk berhenti di sebuah tanah lapang dekat dengan gedung perkuliahanku. Kelihatannya sih tanah lapang ini belum pernah tersentuh. Ilalang dan juga rumput teki tumbuh di mana-mana. 

Aku mencoba menjelajahi tanah lapang itu. Sejenak aku menikmati dan merenungkan sesuatu, apakah aku bisa nyaman hidup dan kuliah sebagai seorang pelajar di Seattle hanya dengan seorang diri?. "Blp.. blpp.." Lamunanku terhenti saat mendengar suara percikan air. 

Ternyata kutemui sebuah aliran sungai yang airnya masih terlihat jernih, kelihatannya sih sungai ini bermuara hingga ke dekat menara pusat metropolitan yang letaknya di bagian bawah kota Seattle.

Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul setengah sembilan. Aku ambil kelas literatur pagi ini, kalau nggak salah sih mulainya jam sembilan lebih seperempat. Kemudian aku melanjutkan perjalananku menuju kampus. Saat sudah sampai, aku meletakkan sepedaku di halaman parkir kampus yang cukup luas. 

Setelah itu aku beranjak menuju kelas pertamaku yang ada di lantai tiga. Aku masuk ke kelas yang ternyata jendelanya transparan, sehingga aku bisa melihat bangunan kampus ini dari atas. Saat dosen datang, segera kukeluarkan binder dan bolpoin bertinta hitam untuk mencatat materi yang disampaikan. Suasana pagi ini terlihat menarik jika dipandang dari dalam ruangan yang kacanya transparan. 

Daun-daun di halaman jatuh berguguran menandakan musim gugur sudah berakhir. Setelah kegiatan ngampus selesai, aku memutuskan untuk buru-buru pulang, niatnya sih mau menikmati sunset di pantai selatan Seattle. Namun entah mengapa saat dalam perjalanan, perasaanku tidak enak seketika. 

Sepertinya ada orang asing yang mengikutiku dari belakang. Aku takut dan panik, kemudian aku berpikir untuk sengaja menyeberangi jalan raya saat lampu masih hijau supaya orang asing itu berhenti mengikutiku. 

Betapa bodohnya aku, terburu-buru dan dalam sekejap sebuah mobil sport dengan kecepatan tinggi menyambarku ke arah tepi jalan hingga aku tergeletak jatuh dan tubuhku bersimbah darah.

Aku hampir tidak sadar saat itu, orang-orang di sekitarku yang melihat segera membawaku ke rumah sakit, dan aku pun dalam kondisi setengah koma. 

Aku takut sekali saat itu, dalam hatiku penuh dengan pergulatan dan kekhawatiran, jangan sampai berita tentang kecelakaanku ini masuk dalam koran Seattle hingga orangtuaku pun sampai tahu. Aku tidak ingin merepotkan mereka semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun