Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Senja (45): Maaf, Sahabat...

9 Maret 2021   04:04 Diperbarui: 9 Maret 2021   04:13 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. www.couragetochangemissoula.com

Berita itu begitu menusuk hatiku, bagaikan tinta merah darah yang tertulis di halaman baru buku hidupku. Aku teringat hari itu, aku meraung-raung di tengah jalan raya lengang tanpa malu sembari menyalahkan takdir.

Semua ingatan itu kini bagaikan rantai yang mencekik erat leherku hingga aku tak mampu bernafas. Kusentuh lingkaran hitam di bawah mataku karena aku yang tak mampu tertidur karena rasa bersalah itu. Kuambil botol berwarna hijau dari keranjang sepedaku, dan kuminum semua isinya tanpa peduli apa yang akan terjadi kelak. 

Sudah, inilah titik akhir cerita hidupku, tak akan ada cerita baru lagi pada halaman buku hidupku selanjutnya. 

Kulangkahkan kakiku semakin dekat dengan perairan, dan kurasakan dinginnya air laut yang menerpa kedua kakiku. Tak apa teman, kau tak akan sendirian lagi di sana, sebab tak lama lagi kita akan bertemu kembali.

Semakin aku berjalan ke tengah lautan, semakin kurasakan ketakutan di sekujur tubuhku. Sejujurnya, aku hanyalah bagai kertas yang mudah terlarut dalam air. Aku bukanlah manusia yang sekuat dan sehebat yang mereka bayangkan. Aku bukan seperti para lelaki gagah yang membawa panah di punggungnya saat peradaban kuno. 

Mereka yang siap menanggung segala resiko atas perbuatannya, tapi aku tak sekuat mereka. Ketika kurasa air laut telah sampai di atas kepalaku, perlahan kututup kedua mataku. 

Bayangan mengenai kursi dan gelas kaca yang dilemparkan ke tubuh kecilnya kala itu kembali terulang di benakku. 

Ya, aku memang beberapa kali menjadi saksi nyata kekejaman keluarganya. Tetapi apa yang bisa kulakukan selain berdiam diri di balik dinding? Entahlah, sekarang semua hal terasa salah dan sia-sia. Aku telah menyerah, biarlah lautan ini yang menjadi saksi bisu akan kehidupan yang menyeramkan ini. Tiba-tiba...

*WHy-oSEl

**Setelah Senja: sebuah kisah imajinatif reflektif yang mencoba mendaratkan nilai-nilai kehidupan (life value) dalam kisah fiksi ke dalam konteks zaman yang sangat nyata dalam realita hidup ini.

***Setelah Senja: Dari pagi menjelang malam ada berbagai dinamika kehidupan yang menjadi bagian cerita hidup kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun