Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Senja (38): Kilas Balik Bersama Ayah

2 Maret 2021   06:52 Diperbarui: 2 Maret 2021   06:56 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. www.inc.com

Hidup harus terus berjalan walau berbagai peristiwa suka maupun duka terjadi tanpa pertanda sebelumnya. Menjalani hidup kadangkala seperti membaca sebuah buku, membaca dengan lancar halaman per halaman namun tak jarang berhenti lama di halaman tertentu, bahkan tidak selesai membacanya.

Aku telah hidup di dunia perantauan ini selama 18 tahun.Setiap malam aku mengendarai sepeda ontel peninggalan ayahku sambil membawa buku harianku. Aku selalu menuju pada tempat yang sama, yaitu pohon beringin di atas Bukit Hijau. Aku selalu duduk di sana sambil melihat langit yang gelap gulita. Namun mataku selalu terpesona oleh bintang-bintang yang menemani aku dan langit di malam itu.

Setelah mataku puas dengan keindahan langit di atasku, aku menuju menara tua persis di depanku. Menara itu sudah terlihat sangat tua dengan ilalang-ilalang yang mengitari menara itu. Konon menara tersebut dipakai untuk mengumpulkan bahan pangan sebanyak-banyaknya. Saat di puncak menara, aku selalu memandang ke arah selatan di mana terdapat desa yang tidak terlalu besar. Sungai membentang lebar mengelilingi desa yang indah di malam hari itu. Desa itu terkenal dengan sebutan "Penghasil Mentega Terbesar" di kotaku. Revolusi desa itu telah membawa kemakmuran bagi penghuninya. Hatiku mulai terbawa suasana saat angin semilir meniup rambutku.

Aku teringat kejadian dua tahun lalu yang mengubah hidupku. Kuingat di siang yang terik itu aku bersepeda menuju rumah yang kutinggali. Kulihat segerombolan orang mengerumungi sesuatu di pinggir kiri jalan raya. Aku pun turun dari sepedaku dan bergegas menuju keramaian itu. Darah merah pekat mengalir dari tangan orang yang tergeletak di depanku. Wajahnya ditutupi koran lusuh yang sudah bolong-bolong. Aku merasa diriku mengenali sosok di depan diriku ini. Saat angin meniup koran itu terlihat jelas kalau itu adalah ayahku. Pikiranku koma saat melihat pemandangan itu, badanku sudah lemas seperti mau pingsan. Setelah kejadian tragis tersebut, aku terbiasa menuliskan kisah hidupku di buku harianku. Kutuliskan dengan pena tinta hitam dengan ujung daun angsa berwarna putih.

Aku sudah berada di titik di mana aku sangat merindukan ayahku. Aku merasa aku tidak berguna tanpa sosok ayah yang menemaniku. Hidupku terasa terikat oleh rantai yang mengikatku dengan kuat. Aku hanya diam saja dan tidak berusaha untuk lepas dari rantai itu. Yang kulakukan hanya menyendiri dari keramaian di sekitarku. Namun aku sadar untuk bahagia aku harus masuk ke dalam lingkaran warna dalam hidupku. Supaya aku dapat menuliskan kisah-kisah indah di halaman baru hidupku. Tiba-tiba aku tersadar dari lamunanku saat botol plastik jatuh di atas kepalaku. Ternyata air mata sudah membasahi pipiku. Kuambil sapu tangan bercorak batik untuk menghapus kesedihanku.

Aku duduk di sebuah kursi dari kayu jati tua sambil memandang langit yang masih ditemani oleh bintang-bintang. Kupandangi terus desa yang berada di hadapanku lewat jendela yang dikelilingi pecahan-pecahan gelas minum. Mulai kubuka halaman kertas di buku harianku dan kutuliskan pengalaman hari ini. Walapun hatiku sakit seperti terkena anak panah aku tetap harus menjalani hidup ini. Sosok manusia seperti ayahku memang susah untuk dilupakan. Terlalu banyak kenangan yang beliau tinggal untukku. Aku bersyukur karena aku dapat mengenang kenangan-kenangan indah di peradaban ini.

*WHy-aiKO

**Setelah Senja: sebuah kisah imajinatif reflektif yang mencoba mendaratkan nilai-nilai kehidupan (life value) dalam kisah fiksi ke dalam konteks zaman yang sangat nyata dalam realita hidup ini.

***Setelah Senja:Dari pagi menjelang malam ada berbagai dinamika kehidupan yang menjadi bagian cerita hidup kita. Semuanya itu akan berjalan begitu saja dan pada akhirnya terlupakan begitu saja pula jika kita tidak berusaha mengendapkannya dalam sebuah permenungan sederhana tentang hidup ini demi hidup yang lebih hidup setiap harinya. "Setelah Senja" masuk dalam permenungan malam untuk hidup yang lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun