Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Senja (34): Cinta itu Terus Berhembus

26 Februari 2021   05:05 Diperbarui: 26 Februari 2021   05:23 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. www.vectorstock.com

Cinta itu tak tersentuh tangan dan tak terlihat. Cinta datang dan pergi sesuka hati seiring angin berhembus mengurai dedaunan kering di musim gugur. Cinta hanya bisa dirasakan dalam sentuhan hati, pengertian diri, dan keutuhan arti. Waktu menjadi saksi atas semua melodi ini dalam alunan cinta.

Di malam yang sunyi itu, aku sendiri tiada yang menemani. Aku tersadar, kini dia telah pergi meninggalkan kehidupanku dengan teganya. Dengan mata yang bercucuran air mata ini, aku memutuskan untuk pergi ke taman belakang desaku. Aku mengendarai sepeda tuaku dan tidak lupa membawa buku harianku. Akhirnya, aku memutuskan untuk duduk di bangku taman dan menumpahkan rasa sakitku ke buku harianku. Setelah hampir dua jam aku menghabiskan waktuku di sana, aku lalu menghapus air mataku. Aku menatap tajam ke arah langit malam yang dipenuhi bintang itu. Andaikan aku masih bersamanya, hatiku akan secerah bintang di langit itu. Tengah malam telah tiba dan akhirnya aku memutuskan untuk pulang ke rumah.

Hari demi hari yang kujalani ini terasa sangat berat dan lama. Hati ini seakan memohon untuk segera berevolusi darinya. Kegersangan hati ini pun sudah menyaingi sungai di kala kemarau panjang. Perlakuannya padaku bagaikan daun ilalang yang tajam itu seakan terus-terusan menusuk-nusuk hatiku tanpa ampun. Aku, yang masih terjebak dalam kenangan, masih sering mengunjungi menara di tengah desa, tempat favoritku dengannya.

Saat menjelang Hari Raya Idul Fitri, keadaan jalan raya di seberang desaku ramai pada sore itu. Aku memutuskan untuk mencari tempat yang sepi di mana aku bisa menemukan keheningan. Akhirnya, aku duduk di bawah pohon sambil membaca koran yang tadi pagi tidak sempat aku baca. Tiba-tiba, angin bertiup sangat kencang yang membuat banyak daun berguguran. Aku pun bergegas pulang ke rumah dan terkejut saat melihat ada sepucuk surat darinya. Aku dengan perlahan membuka surat bertinta hitam itu dan mulai membacanya. Air mataku mengalir dengan derasnya saat aku mengetahui alasan dia pergi meninggalkanku. Ternyata, dia terkena kanker darah stadium empat dan sekarang dia sedang koma di rumah sakit. Yang aku inginkan selama ini adalah hubungan kita yang berkoma, bukan koma dalam artian medis.

Keesokan harinya setelah aku mendapatkan surat ini, aku langsung bergegas ke rumah sakit. Jikalau ini adalah momen terakhirku bersamanya di dunia, aku akan berusaha membuat momen ini menjadi berwarna. Dan jikalau ini adalah titik dari hubungan ini, biarlah maut yang memisahkan kita. Walaupun sekarang aku bukan siapa-siapanya, tapi cintaku ini bagaikan lingkaran yang tak memiliki ujung. Tiba-tiba, ada keajaiban yang terjadi kepada dirinya. Betapa senangnya aku saat dia terbangun dari tidur panjangnya itu. Setelah keadaanya membaik, aku mengajaknya pergi ke halaman rumah sakit walaupun tangannya harus terpasung oleh infus. Di halaman tersebut, aku juga menyuapinya dan memberikan sebotol susu untuknya.

Setelah tiga bulan lamanya, dia akhirnya diperbolehkan untuk pulang walaupun harus duduk di kursi roda. Saat aku mengunjungi rumahnya, aku terkejut saat dia memberikan sebuah kertas kepadaku. Kertas itu berisi puisi cinta yang dia buat khusus untukku. Dia juga meminta maaf dan mengajakku untuk kembali lagi ke dalam dekapannya. Dia pun berhasil memanah hatiku kembali dengan tepat. Kami merayakan pulihnya hubungan ini dengan meminum segelas kopi kesukaan kami. Akhirnya, aku kembali menjadi manusia yang berhasil mencintai dan dicintai kembali. Aku kembali ke peradaban asmara yang selalu punya ceritanya sendiri. Inilah pahit dan manis cerita peradaban asmara yang aku lalui.

*WHy-MyR

**Setelah Senja: sebuah kisah imajinatif reflektif yang mencoba mendaratkan nilai-nilai kehidupan (life value) dalam kisah fiksi ke dalam konteks zaman yang sangat nyata dalam realita hidup ini.

***Setelah Senja:Dari pagi menjelang malam ada berbagai dinamika kehidupan yang menjadi bagian cerita hidup kita. Semuanya itu akan berjalan begitu saja dan pada akhirnya terlupakan begitu saja pula jika kita tidak berusaha mengendapkannya dalam sebuah permenungan sederhana tentang hidup ini demi hidup yang lebih hidup setiap harinya. "Setelah Senja" masuk dalam permenungan malam untuk hidup yang lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun