Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Senja (33): Kamulah Ceritaku...

25 Februari 2021   05:05 Diperbarui: 25 Februari 2021   07:06 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. www.shutterstock.com

Kenangan adalah memori yang selalu tersimpan dalam lika-likunya kehidupan. Harapan muncul tatkala ingin mengulang kenangan di waktu sekarang dan mendatang. Jembatan terindah antara kenangan dan harapan adalah kepasrahan dan ketulusan atas segalanya.

Langit mulai gelap dan bintang mulai berunculan menemani sang rembulan. Di taman kota, aku berbaring di atas rumput. Sepeda tuaku kusandarkan di pohon sebelah tempatku berbaring. Aku berusaha rileks dan melupakan semua drama dalam hidupku yang terjadi beberapa waktu lalu. Aku memejamkan mata dan menghela nafas dalam-dalam. Buku diaryku pegang erat di atas dadaku namun hal ini membuatku mengingat beberapa hari lalu.

Hatiku terasa sesak mengingat kenangan di menara penjaga desaku. Kubuka mataku yang sudah mulai basah oleh air mata. Bagaimana aku harus menerima kejadian ini dengan lapang dada? Kata orang, perasaan ini hanyalah sebuah tahap revolusi hidup untuk menjadi lebih baik. Aku berdiri dan mulai memapah sepeda tuaku. Sesekali mengelus ilalang yang ada di sepanjang jalan. Seperti punya pikiran sendiri, kakiku membawaku ke sungai di taman. Aku tersenyum samar karena ini bukanlah sungai biasa, "Ah, sungai ini."

Tes, tes, tes, tak terasa air mataku mulai menetes. Kuingat kembali 3 hari lalu di jalan raya menuju air terjun. Rangga yang berada di sebelahku mengoceh tentang berita di koran pagi ini. Aku hanya tersenyum mendengarkan sambil memainkan daun pohon jati yang mulai mengering. Kudongakkan kepalaku dan kupejamkan mataku, menikmati semilir angin. "Awas!"  hal itu merupakan kata terakhir yang kudengar sebelum aku merasa tubuhku terdorong. Bak tinta merah, samar-samar kumelihat darah mulai menggenang. Saat sadar, kumelihat keluargaku yang menangis. Kuteteskan air mata saat kusadari ini bukanlah cerita dengan koma, namun dengan titik.

Kutersadar dari lamunanku dan tersenyum sedih. Betapa ingin kusambung lagi rantai yang terasa putus antara aku dan Rangga. Menjadi sebuah lingkaran utuh seperti dulu lagi. Kuarahkan mataku ke langit yang warnanya sudah gelap. "Apa aku bisa mengubah sebuah titik menjadi koma?" tanyaku. Aku menghela nafas dan berusaha menghentikan air mata yang terus mengalir. "Saatnya pulang," gumamku sambil melangkahkan kakiku ke pintu keluar taman. Sesekali menendang botol dan batu-batuan yang tersebar, pikiranku melayang lagi. Apakah aku bisa menulis sendiri halaman baru dalam buku kehidupanku tanpa Rangga?

Tiga bulan kemudian, peradaban masih terus berjalan. Gelas berwarna putih berisi teh di sebelahku dan kunikmati kesibukan kota dari apartemenku di lantai II. Bangunan-bangunan buatan manusia masih terasa asing di mataku, ternyata membiasakan diri tidak semudah yang aku bayangkan. Kutolehkan kepalaku ke samping dan melihat kursi kosong di sebelahku. Tak sadar aku tersenyum, "Aku sudah bahagia," gumamku. Ternyata betul kata orang, hidup memang seperti panah dan busur, harus ditarik mundur agar bisa maju. Saat tehku sudah habis, aku beranjak dari tempatku dan memandang dalam apartemenku yang berantakan. Kertas-kertas dan alat tulis tersebar di mana-mana. Tiba-tiba pintu masuk apartemenku terbuka dan sontak aku tersenyum, "Halo Rangga."

*WHy-nInA

**Setelah Senja: sebuah kisah imajinatif reflektif yang mencoba mendaratkan nilai-nilai kehidupan (life value) dalam kisah fiksi ke dalam konteks zaman yang sangat nyata dalam realita hidup ini. 

***Setelah Senja:Dari pagi menjelang malam ada berbagai dinamika kehidupan yang menjadi bagian cerita hidup kita. Semuanya itu akan berjalan begitu saja dan pada akhirnya terlupakan begitu saja pula jika kita tidak berusaha mengendapkannya dalam sebuah permenungan sederhana tentang hidup ini demi hidup yang lebih hidup setiap harinya. "Setelah Senja" masuk dalam permenungan malam untuk hidup yang lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun