Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Senja (16): Di Ujung Jalan...

8 Februari 2021   07:07 Diperbarui: 8 Februari 2021   07:30 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. www.dreamstime.com

Penantian seringkali menjadi keadaan yang paling membosankan dan menjengkelkan karena tak adanya kepastian tentang yang dinanti. Di sisi lain, penantian sesungguhnya situasi untuk mengolah hati pada kekuatan ilahi tentang kesetiaan, kesabaran, harapan, dan rasa syukur.           

Di malam yang sunyi ini, aku mengayuh sepedaku di bawah langit yang berhiaskan bintang-bintang. Kuhentikan sepedaku untuk sejenak mengamati langit malam sambil merasakan angin yang bertiup. Desa ini menjadi salah satu saksi bisu perjalanan hidupku. Mataku menerawang jauh, mencari sosoknya yang tak lagi muncul di ujung jalan ini. Kuambil buku harianku untuk sekedar memandangi fotonya di sampul bukuku. Di ujung jalan ini, aku selalu menanti hadirnya entah kapan saatnya.

Kukayuh sepedaku sambil menikmati pemandangan malam di desa. Dengan ditemani suara gemericik air sungai, aku mengayuh sepedaku menuju rumah. Tanpa sadar aku meneteskan air mataku saat aku mengingat kejadian yang sudah lama berlalu. Di ujung jalan desa ini, sosoknya berjalan menjauh tanpa memberi kepastian kapan akan kembali. Menara di hamparan ilalang ini menjadi saksi bisu perpisahanku dengannya. Perpisahan yang membuat hatiku pilu setiap kali aku mengingatnya. Revolusi menjadi alasan dia harus pergi meninggalkanku di sini.

Sesampainya di rumah aku memungut koran yang diletakkan di depan pintuku. Segera aku memasuki rumah dan merebahkan diriku di kasur tua ini sambil membaca koran. Satu-satunya mediaku untuk mengetahui keberadaan dan kabarnya yang tak pasti. Setidaknya, melalui goresan tinta di koran ini, aku mengetahui dia masih hidup. 

Kesunyian tanpa koma ini semakin memperjelas kekhawatiranku. Kekhawatiran dan ketakutanku, jika suatu saat yang muncul di koran ini adalah kabar buruk. Kabar bahwa dia tergeletak bersimbah darah di tengah jalan raya bersama para pejuang lainnya. Aku mulai memandangi daun-daun yang tertiup angin sambil merenung. Dalam hati aku menanyakan bagaimana kabarnya dan masih banyak pertanyaan yang memenuhi otakku.

Tanpa sadar aku tertidur semalam saat memandangi dedaunan di halaman rumahku. Aku bergegas bangkit dari kasur untuk memulai pekerjaan hari ini. Aku mengambil botol berisikan tinta hitam untuk menulis surat untuknya. Sebuah surat berantai tanpa titik yang tak akan pernah kukirimkan. Setelah selesai, aku berdiri untuk segera memulai kegiatan yang sudah menjadi bagian lingkaran hidupku. Aku mengambil jaketku dan dengan segera mengayuh sepedaku ke ladang. Dari kejauhan sudah nampak ladang berwarna kuning yang menyambutku di pagi hari ini.

Aku menghentikan sepedaku saat melihat sesosok manusia yang terduduk di kursi roda. Tertegun, satu kata yang menggambarkan perasaanku saat ini. Tanpa pikir panjang aku berlari menghampirinya yang tersenyum. Hatiku bagaikan tertusuk panah saat aku melihat kondisinya, terutama kakinya yang tak mampu lagi berjalan. Aku segera memeluknya erat, setidaknya aku masih bersyukur masih dapat berjumpa dengannya di peradaban ini. Aku mengambil gelas dan termos dari tasku untuk memberinya minum, dia pasti lelah menempuh perjalanan jauh. Ia lalu mengambil secarik kertas dan pena lalu menuliskan sesuatu. "Terima kasih telah menungguku selama ini", tulisnya lalu menyodorkan kertas itu kepadaku. Butuh beberapa detik hingga aku menyadari apa yang terjadi dan memeluknya erat-erat.

*WHy-ciaReG

**Setelah Senja: sebuah kisah imajinatif reflektif yang mencoba mendaratkan nilai-nilai kehidupan (life value) dalam kisah fiksi ke dalam konteks zaman yang sangat nyata dalam realita hidup ini. 

***Setelah Senja: Dari pagi menjelang malam ada berbagai dinamika kehidupan yang menjadi bagian cerita hidup kita. Semuanya itu akan berjalan begitu saja dan pada akhirnya terlupakan begitu saja pula jika kita tidak berusaha mengendapkannya dalam sebuah permenungan sederhana tentang hidup ini demi hidup yang lebih hidup setiap harinya. "Setelah Senja" masuk dalam permenungan malam untuk hidup yang lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun