Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hidup sebagai Sebuah Kolaborasi Hati

19 April 2018   11:33 Diperbarui: 19 April 2018   11:55 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Hari ini sangat sibuk sekali". Mungkin kita adalah orang yang sangat berbahagia karena memiliki kesibukan yang bisa dilakukan. Berbagai aktivitas dilakukan dari pagi sampai malam sehingga kita menjadi orang yang begitu dinamis.  Hal ini setidaknya lebih baik daripada menjadi penganggur yang tidak ada yang bisa dilakukan sehingga hidup serasa membosankan dan statis.

Kesibukan menjadi indikasi seseorang melakukan kegiatan atau kerja. Kesibukan juga seringkali menjadi tolok ukur kesuksesan seseorang dalam karier atau kerja. Bahkan kesibukan tidak jarang dijadikan alat untuk membangun profil diri bahwa orang tersebut berkualitas dan layak diperhitungkan dalam program atau proyek selanjutnya. Lebih dalam lagi, kesibukan dianggap sebagai kualitas hidup yang dihidupi dengan aktivitas dinamis dan mengesankan.

Di keluarga orang tua tampak begitu sibuk mengurusi dan menghidupi keluarga dengan berbagai kesibukan, dari beres-beres rumah, menata rumah, mengatur tugas seluruh anggota keluarga, sampai mencari nafkah untuk keluarga. Seluruh anggota keluarga harus sibuk. Anak-anak pun harus sibuk dengan urusan sekolah dan tanggung jawab di rumah seperti mencuci piring, menata kamar tidur, dan sebagainya. Kedinamisan ini berjalan begitu aktif dan terus-menerus setiap harinya. Orang tua menjadi supervisor utama untuk mengevaluasi semua kesibukan anggota keluarga.

Di tempat kerja pun demikian, pimpinan sampai bawahan dituntut dinamis untuk kerja dan kerja sesuai aturan dan target yang ada. Keberhasilan seluruh komponen tempat kerja dapat diukur dari ketercapaian target harian, bulanan, dan tahunan. Sangat jelas sekali jika target itu tidak tercapai maka pekerja dianggap gagal dan harus diberi pembelajaran tertentu, baik berupa hukuman atau diberi kesempatan memperbaiki kinerjanya. Kerja dan target menjadi kunci utama dalam keberhasilan di tempat kerja.

Di dunia pendidikan pun tak lepas dari kesibukan ini, guru dan murid harus sibuk dengan berbagai aktivitas untuk mendapatkan lebel sebagai sekolah sukses atau sekolah berprestasi. Celakanya, kesuksesan itu serasa tidak adil karena diukur dengan prestasi secara akademik atau memenangi kejuaraan/perlombaan bidang tertentu. Para guru begitu sibuk mempersiapkan materi ajar, mengimplementasikan sebaik mungkin di kelas, lalu mengevaluasi tingkat pemahaman siswa.

Siswa harus menjadi pintar dengan mencapai standar kompetensi minimal. Imbasnya adalah para siswa harus belajar dengan tekun supaya nilai ulangan atau tes hasilnya bagus. Bahkan tidak segan-segan sekolah akan memberikan jam tambahan untuk para siswa menjelang ujian nasional. Para siswa pun harus mengikuti banyak les mata pelajaran demi mencapai batas ketuntasan. Perjuangan yang begitu dahsyat dilakukan guru dan murid demi kesuksesan belajar.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pun disibukkan dengan berbagai program dan aksi, di mana para pejabat, mantan pejabat, politikus, dan calon politikus berlomba-lomba dengan kesibukannya demi mendapatkan simpati rakyat dan memperoleh lebel sebagai pemimpin atau calon pemimpin yang merakyat dan berintegritas. Kerja dan kerja dilakukan seluruh elemen bangsa demi memajukan kesejahteraan bangsa.

Bahkan, kata demi kita hingga tak terkira dilontarkan oleh para elit politik demi menjadi yang terbaik sampai-sampai mengabaikan nalar akal, nurani, dan etika sosial. Semua elit politik begitu sibuk dan sibuk dengan kata-kata dan tindakan yang kadangkala kelewat batas demi mencapai tujuan golongan masing-masing.

George Kienzle dan Edward Dare dalam bukuya Climbing the Executive Ladder menegaskan bahwa membina hubungan yang kokoh dengan semua orang adalah sebuah keutamaan, sedangkan hasil akan menyusul seiring relasi yang baik dan mendalam itu. Gambaran kesibukan di keluarga, tempat kerja, sekolah, dan elite politik di atas menekankan pada aktivitas dan target.

Ada yang kurang dari kesibukan-kesibukan itu, yakni relasi personal dalam kerangka kesatuan hati dan budi komunitas. Waktu dan energi banyak dihabiskan demi tercapainya tujuan tertentu.

Celakanya lagi, sibuk dan sibuk demi target atau tujuan tertentu sangat mungkin melahirkan manusia-manusia egois dan kanibalis. Yang terjadi adalah adanya kompetesi, bukan kolaborasi. Kompetesi seringkali menumbuhkan samangat menjadi yang terbaik dengan mengabaikan orang lain yang membutuhkan bantuan dan dukungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun