Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kendalikan Diri Anda dan Semesta Akan Mengaturnya

12 April 2018   09:13 Diperbarui: 12 April 2018   09:24 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saat ini dunia begitu gaduh dan cenderung tak terkendali seiring dengan kemajuan zaman yang memberikan ciri khas pada peradaban mutakhir ini. Teknologi begitu canggih dan manusia mau tidak mau harus masuk di dalamnya sebagai sebuah adaptasi sosial yang sukarela ataupun dipaksakan. Kemajuan teknologi benar-benar menjadikan segalanya menembus batas ruang dan waktu yang mulai mengabaikan perjumpaan manusiawi yang begitu ekspresif dan penuh dengan etika sosial di dalamnya.

Batas-batas kesantunan pun mulai ditabrak dalam level kepemimpinan. Orang mudah sekali mencaci satu sama lain di saat terjadi perbedaan pandangan atau golongan keberpihakan. Kata-kata yang terucap maupun tertulis menunjukkan kesombongan pribadi yang kadangkala merujuk pada kebodohan diri sendiri. Serang-menyerang dalam dunia maya dan dunia nyata begitu brutal dan anarkis sehingga latar belakang budaya dan pendidikan hanyalah peristiwa masa lalu yang tidak membentuk karakter baik dalam pribadi orang per orang.

Dunia dan manusia di dalamnya serasa tak terkendali lagi karena satu sama lain ingin saling mengendalikan. Sebuah negara ingin mengendalikan negara lain demi kepentingan dan keberlangsungan negara yang sudah kuat dan mapan. Kelompok politik ingin saling mengendalikan satu sama lain demi mendapatkan kebenaran (semu) dan kekuasaan sebagai simbol kepuasan yang semu pula. Manusia saling berlomba-lomba mendapatkan kesuksesan, kepuasan, dan kemapanan dengan mengendalikan orang lain agar mendukung dan memenuhi segala tuntutannya.

John C. Maxwell dalam bukunya Your Road Map for Success dengan mantap menekankan bahwa kita sudah seharusnya dalam hidup berfokus pada hal-hal yang dapat kita kendalikan dan lakukan. Rasa stress dan frustasi hingga depresi terjadi karena manusia ingin mengendalikan segala hal yang sesungguhnya tidak bisa dikendalikan atau di luar jangkauannya. 

Ketika kita bergerak maju dalam hidup ini untuk mencapai tujuan hidup kita, sejatinya kita perlu ingat bahwa apa yang terjadi di dalam diri kita jauh lebih penting daripada apa yang terjadi atas diri kita. Pastinya kita dapat mengendalikan segala sesuatu di dalam diri kita seperti sikap, perasan, pikiran, namun kita tidak dapat mengendalikan apa yang dilakukan orang lain terhadap diri kita.

Kegaduhan dan kekacaauan dunia dan peradaban manusia yang terjadi hingga detik ini adalah hasil dari arogansi manusia ingin mengendalikan segala sesuatu di luar dirinya. Kesombongan sekaligus kebodohan manusia tampak jelas sekali bahwa ingin mengendalikan orang lain namun tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri. Hidup itu sesungguhnya sangat sederhana dan semestinya dijalani dengan sederhana, yakni selalu belajar mengembangkan pengendalian diri atas dirinya sendiri. Ketika masing-masing pribadi berdamai dengan dirinya sendiri maka semesta akan mengatur dunia ini dalam tatanan dan kendali yang lebih esensi.

Begitupula kegaduhan dan kekacauan dalam kualitas dunia pendidikan negara kita adalah bagian dari ketidakmampuan dunia pendidikan untuk memberikan percikan-percikan inspirasi untuk semua anggota komunitas pendidikan agar belajar sepanjang hayat. Yang terjadi hingga hari ini adalah "kolonialisme pendidikan" lewat instruksi-instruksi yang sama sekali tidak memberi kesempatan adanya pilihan edukatif di dalamnya. Sekolah-sekolah bergerak layaknya robot yang sudah diprogram oleh departemen terkait.

Kolonialisme pendidikan sangat terasa di saat sekolah-sekolah hanya bisa menuruti kemauan dan program pihak-pihak berkuasa. Atas dasar alasan menjaga kualitas, pengendalian atas-bawah harus dilakukan dari tataran konsep, paradigma, hingga teknis praktis.

Pola kolonialisme itu pun terjadi dalam proses mendampingi dan mendidik anak-anak dalam segala aktivitas belajarnya. Anak-anak kembali layaknya robot-robot yang dituntut mencapai standar kualitas dalam keseragaman. Anak-anak harus belajar dan mengerjakan aktivitas yang sama dan diukur dengan metode yang sama pula. Pendidikan yang terjadi sangat identik dengan proses penyeragaman yang akhirnya membunuh keragaman, potensi, imajinasi, dan daya aktualisasi diri. 

Dunia pendidikan sudah jatuh pada semangat untuk mengendalikan orang lain, bukan pada usaha menciptakan suasana dan lingkungan agar guru, karyawan, siswa, bahkan orang tua termotivasi untuk mengendalikan dirinya dalam kerangka pengembangan potensi.

Mantan pelatih basket UCLA, John Wooden, pernah berkata, "Jangan biarkan apa yang tidak dapat Anda lakukan mengganggu apa yang bisa Anda lakukan." Pernyataan ini jelas menampar habis dunia pendidikan di negara tercinta ini. Sekolah-sekolah, guru, dan para siswa harus melakukan apa yang tidak dapat mereka lakukan. Akibatnya, mereka disibukkan dengan segala formalitas belaka dalam suasana khawatir dan apa yang menjadi potensi mereka terabaikan demi sebuah keseragaman kualitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun