"Setiap hari minggu diikuti hari senin dibelakangnya, hal itu di yakini oleh setiap orang sebagai sebuah keabadian, tak peduli seberapa hebatnya minggu yang mereka lewati". Ini sebuah kalimat yang saya kutip dari bacaan bulan lalu, tapi saya lupa judul bukunya.
Mengiringi balutan minggu dengan kenangan.
Kenangan Birahi Jalannan...
Birahi jalannan, jalannan seorang pengembara darah yang tak kunjung pulang sebelum menemukannya. Entah ke penjuru mana birahi itu akan pergi, namun rasanya tidak untuk saat ini menunggu kepulangannya.
Birahi itu Terbangun ditengah malam, seruan itu menggema lagi, nada dasar yang murni, murni lahir dari seorang perempuan paru baya yang dia tinggalkan beberapa tahun lalu.....Dia adalah anak dara yang miskin, menikah dengan pria yatim piatu lalu menambal kemiskinan dari tahun, bulan dan hari. Hingga kemiskinan itu sedikit demi sedikit tertutupi, tapi masi meninggalkan celah yang pada akhirnya akan terus ditambal hingga dan mungkin sampai zaman mengakhiri hidupnya.
Birahi yang malang, Tak peduli seberapa kuatnya engkau berteriak hingga ujung suara menembusi benteng yang dilapisi baja - baja hingga mengeras tujuh turunan pun akan tetap meninggalkan celah.
Celah di mana anjing-anjing terus menggongong di surau, hingga kencingnya mengalir dipinggiran tembok yag bercat merah, membuat tembok seketika memudar..
Tikus-tikus jalanan yang terus menggerutu di bawah kolong, lembut menatap terang yang tak kunjung sepi, agar bisa keluar dan mendapatkan sehelei roti. Rengekan babi yang meminta jatah sore menjelang malam dan ayam-ayam yang terus berperang dengan tuannya untuk mendapatkan tempat ternyaman dimalam hari. Dan kau masi terus menjadi birahi jalanan yang penuh harap. Penuh harap pada keresahan di atas keresahan.
Rasanya sudah berlari sangat jauh tapi celah itu, ya....celah itu terus menggerogoti ingatanmu, hingga akhirnya kau hanya perlu menggenggamnya lebih kuat dan menutup sementara dengan telapakmu yang tebal dan perlahan membalutinya tapi tidak dalam waktu dekat.
Akhirnya Birahi jalannan, mengambil jalan lain dan menikmatinya dengan cara lain....
Kopi pagi ini mengental, manisnya begitu pekat dilidah, beda dengan hari kemarin, yang masi bisa terlihat buih yang samar-samar dalam lingkaran hitam yang mengelilingi ujung cangkir.