Mendampingi anak belajar tentu merasa seperti upgrade ilmu, seperti diingatkan kembali dengan apa yang sudah dipelajari waktu zaman dulu ketika masih sekolah. Tema proyek sumatif yang setiap waktu semakin dinantikan karena tema nya selalu unik dan menarik untuk di ulik kembali dan saya diibaratkan sebagai guru pendamping di rumah yang harus selalu siap memberi arahan dan menjelaskan ketika ada yang tidak dimengerti oleh anak.Â
Tema kali ini, adalah Budayawan Cilik yang mengulas tentang warisan budaya dan kearifan lokal. Tentu ini sangat menarik buat saya, secara saya suka dengan sejarah. Pembahasan mengenai warisan budaya, tentu saya bersemangat memberi penjelasan apalagi kalau secara pribadi punya koleksi warisan budaya jadi lebih dapat chemistrynya.Â
Punya kain tenun dari Bima pemberian dari seorang teman itu rasanya senang sekali, selain untuk kenang-kenangan juga bisa mengenal dan bangga akan kearifan lokal Indonesia yang beragam. Kain tenun asli dengan pewarna dari bahan alam ini sekilas seperti kain biasa pada umumnya, tapi ketika diraba dan diamati apalagi saat proses pencucian, disitu kita jadi tahu letak perbedaan kain tenun asli dan kain biasa.Â
Indonesia yang kaya dengan warisan budaya serta kearifan lokal yang beragam, sudah seharusnya kita melestarikan dan memperkenalkan kepada dunia dengan mencintai produk dalam negeri. Sedang searcing-searching buat riset bahan sumatif, tidak sengaja bertemu artikel sosok Yuyun Ahdiyanti pejuang kampung kain tenun di Bima Nusa Tenggara Barat.Â
Srikandi Penenun Asa Kampung Ntobo Bima Nusa Tenggara Barat
Adalah Yuyun Ahdiyanti, salah satu Penerima Apresiasi Bidang Kewirausahaan yang diselenggarakan oleh PT. ASTRA,  merintis UKM Dina yang merupakan usaha kain tenun Bima sejak tahun 2015. Warga asli Ntobo yang terusik  kampung halamannya jarang diperhitungkan sebagai kampung Tenun, padahal mayoritas warganya adalah penenun.Â
Sangat disayangkan ya jika seperti demikian, hal ini tentu ada penyebabnya yang membuat kendala kain tenun Bima ini jarang diperhitungkan. Penyebabnya tentu saja modal dan pemasaran, dimana kedua hal ini sangat berkaitan dalam mengembangkan usaha.Â
Hal baiknya hidup di era digital tentu banyak mempermudah kita untuk promosi apapun di media sosial, tidak terkecuali Yuyun Ahdiyanti yang menggunakan media sosial yang tidak sengaja dengan mengunggah potret kain tenun milik keluarganya, tidak disangka-sangka dibanjiri pesanan.Â
Sejak saat itu, Yuyun melebarkan usahanya dengan memberikan modal kepada para Penenun di sekitarnya dan membantu memasarkan hasil tenun mereka. Dengan begitu, para Penenun merasa ada jaminan yang aman terkait modal dan pemasaran, inilah yang membuat para Penenun tertarik untuk mempercayakan hasil tenunnya di UKM Dina.Â
Keren ya, anak muda bangsa yang cinta dengan kearifan lokal kampung halamannya, yang tidak rela jika warisan budaya ini hilang ditelan zaman. Karena faktanya anak muda sekarang sepertinya tidak bangga akan warisan budaya serta kearifan lokal yang beragam. Namun, di tengah era gempur arus modernisasi, masih ada anak muda yang peduli akan warisan budaya kampung halamannya.Â
Padahal budaya itu penting sebagai identitas, kebayang tidak rasanya kalau tidak punya identitas? Yuk, anak-anak muda sebagai generasi penerus kita harus ikut andil menjaga dan melestarikan warisan budaya supaya tidak punah akibat perkembangan zaman.Â