Mohon tunggu...
Marsudi Budi Utomo
Marsudi Budi Utomo Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Seorang Engineer, politisi, pebisnis... atau seorang ayah ???

Selanjutnya

Tutup

Money

Cepatkah Laju Kereta Cepat (HST) Jakarta-Walini-Bandung

25 November 2016   16:51 Diperbarui: 8 Maret 2017   20:01 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dalam rangka untuk memperkuat pijakan hukum dan asas manfaat pembangunan perkeretaapian nasional, Departemen Techno Industri dan Energi DPP PKS melakukan kajian dengan telaah aspek legalisas (UU), sinkronisasi program pembangunan MP3EI Master Plan Kereta Api Nasional, skema pembiayaan dan key issue terkait rencana pembangunan kereta cepat (HST) rute Jakarta – Walini – Badung.

Kebijakan pembangunan perkeretaapian di Indonesia didasarkan pada UU NO. 23/2007 tentang Kereta Api, PP No. 56/2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian, PP No. 72/2009 tentang Lalu Lintas dan Transportasi Kereta Api, Permen Perhubungan no 91/2011 tentang Kereta Api Khusus, Permen Perhubungan no 43/2011 Master Plan Kereta Api Nasional, dan terkini, Peraturan Presiden (Perpres) RI No. 107 Tahun 2015 tentang percepatan penyelenggaraan prasaranan dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung.

Dalam Rencana Kebutuhan Prasarana Perkeretaapian Nasional sampai tahun 2030, Pembangunan kereta cepat (HST) masuk ke dalam Rencana Jaringan jalur kereta api di Pulau Jawa, namun pada prioritas ke-6 dari 12 prioritas jalur, yaitu “Pengembangan jaringan dan layanan kereta api cepat (High Speed Train) pada lintas : Merak - Jakarta - Cirebon - Semarang - Surabaya - Banyuwangi.”

Dalam rencana induk perkeretaapin disebutkan mengenai Rencana Investasi Prasarana Perkeretaapian dalam bentuk “Pengembangan pola dan mekanisme pembiayaanl investasi melalui pola Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS)”. Untuk mendorong keterlibatan swasta secara bertahap dan proporsional, perlu dilakukan fragmentasi lingkup pekerjaan sesuai dengan kemampuan pendanaan swasta. Strategi fragmentasi tersebut sangat dibutuhkan untuk menentukan skala investasi (besar dan sedang) sehingga peran swasta dapat menjadi lebih luas.

Aspek Legal

Pasal 13 UU No 23 tahun 2007 tentang Perkeretapian menyebutkan bahwa Perkeretaapian dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah, dengan skema yang lazim adalah Kerja Sama Pemerintah – Swasta. Maka, pembangunan infrasturktur kereta api dengan skema Business to Business (B to B) adalah tidak lazim sehingga kemungkinan menyalahi UU.

Akan tetapi, Presiden mengeluarkan Perpres no 107/2015untuk pembangunan kereta cepat HST Jakarta – Bandung, dengan pembiayaan konsorsium dari empat BUMN (PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Perkebunan Nusantara VIII;) dan pihak swasta asing. Keabsahan Perpres ini, perlu Judicial Review lebih mendalam, di luar skup kajian ini.

Dalam Rencana Induk perkeretaapian, dalam Rencana Jaringan jalur kereta api di Pulau Jawa tahun 2030 pada prioritas ke-6 dari 12 prioritas jalur Pengembangan jaringan dan layanan kereta api cepat (High Speed Train) pada lintas : Merak - Jakarta - Cirebon - Semarang - Surabaya – Banyuwangi, pembangunan kereta cepat HST Jakarta Bandung adalah sebagian dari rute Merak-Banyuwangi. Maka, proyek pembangunan HST harus dikembalikan kepada Rencana Induk perkeretaapian, sehingga tidak dipotong hanya untuk rute Jakarta – Walini - Badung. Hal ini terkait dengan konektifitas dan kompatibilitas dengan rute Merak-Banyuwangi tersebut.

Dari kajian legalitas, bisa disimpulkan bahwa proyek pembangunan HST rute Jakarta – Walini - Badung ini di luar atau tidak mengacu kepada Rencana Induk Perkeretaapian, murni keputusan pemerintah dalam hal ini kementrian BUMN berdasarkan Perpres No. 107/2015, pendekatan bisnis dengan skema pembiayaan B to B, dasar legalitas tidak kuat karena mengesampingkan UU NO. 23/2007 tentang Kereta Api.

Aspek Finansial

Dalam Rencana Induk perkeretaapian, skema yang ditetapkan adalah keterlibatan swasta dalam investasi penyelenggaraan perkeretaapian melalui pola Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS), antara lain Design Bid Build, Private Contract, Design Build, Build-Operate-Transfer (BOT), Long Term Lease Agreement, Design Build Finance Operate (DBFO), Build-Own-Operate (BOO).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun