Mohon tunggu...
Marsellia Claudia
Marsellia Claudia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Turn everything into love

Everything is served honestly

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Sound of Borobudur di Mata Kami, Generasi Z

11 Mei 2021   20:10 Diperbarui: 11 Mei 2021   20:16 2292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sound of Borobudur di Mata Kami, Generasi Z, olahan pribadi

Akhirnya kita mulai menerka bahwa SoB hanya acara musik tahunan yang meminjam latar Borobudur.

Namun, kenyataanya kita salah besar. SoB unik dan berbeda dari konser musik kebanyakan. Agenda besar ini bukan sekadar konser musik lalu selesai. Lebih dari itu. SoB lahir melalui proses yang sangat panjang dan penuh pendalaman kebudayaan.

Ir. Purwa Tjaraka dalam Seminar dan Lokakarya Borobudur Pusat Musik Dunia tanggal 8 April 2021 menyatakan, Sound of Borobudur merupakan gerakan kebangsaan yang berakar kuat pada budaya. Ini adalah bentuk upaya anak bangsa mengenali lebih dalam kebesaran peradaban masa lampau, dengan menggunakan budaya dan ilmu pengetahuan, yang diinterpretasikan melalui seni, khususnya musik.

Gerakan Sound of Borobudur bermula saat Jaringan Kampung Nusantara (Japung Nusantara) yang beranggotakan Trie Utami, Rully Fabrian, Redy Eko Prastyo, KRMT Indro Kimpling Suseno, dan Bachtiar Djanan berdiskusi mempelajari literatur buku foto-foto karya Kassian Cephas tentang relief Karmawibhangga.

Relief yang ada di Candi Borobudur, sumber: www.verreculturendelft.nl
Relief yang ada di Candi Borobudur, sumber: www.verreculturendelft.nl

Pada literatur tersebut terdapat foto-foto alat musik yang bentuknya cukup jelas. Akhirnya, tercipta gagasan untuk dapat menghadirkan kembali alat-alat musik yang tergambar pada relief Karmawibhangga ini dalam wujud fisik dan membunyikannya kembali.

Kala itu disepakati untuk merekonstruksi tiga instrumen musik dawai, yang bentuknya diambil dari relief Karmawibhangga nomor 102, 125, dan 151. Ali Gardy Rukmana, seniman asal Situbondo, Jawa Timur mendapat kepercayaan mengerjakan alat musik ini.

Instrumen dawai Karmawhibangga, sumber: japungnusantara.org
Instrumen dawai Karmawhibangga, sumber: japungnusantara.org

Dari relief hingga menjadi alat musik bukanlah hal yang mudah. Merekonstruksi alat musik sudah, tetapi bagaimana mereka-reka bunyi dari alat musik yang sudah 13 abad tak pernah ada wujudnya? Tugas ini diserahkan pada Dewa Budjana dan teman-teman. Mereka harus membuat standar notasi atau tuning agar alat musik ini bisa memiliki harmoni yang indah.

Hingga akhirnya ketiga buah dawai yang bernama Gasona, Gasola, dan Solawa ini siap ditampilkan pertama kali pada acara Sonjo Kampung yang bertempat di Omah Mbudur, Borobudur. Kemudian juga diluncurkan dalam acara pembukaan Pesta Budaya Borobudur pada tanggal 17 Desember 2016, di lapangan Lumbini yang berada di area Candi Borobudur. 

Penampilan di Sonjo Kampung, sumber: japungnusantara.org
Penampilan di Sonjo Kampung, sumber: japungnusantara.org

Penampilan dalam Pesta Budaya Borobudur, sumber: japungnusantara.org
Penampilan dalam Pesta Budaya Borobudur, sumber: japungnusantara.org

Trie Utami dan tim tidak berhenti di acara tersebut. Mereka berinisiatif untuk terus bergerak bereksplorasi dan membunyikan kembali berbagai alat musik yang terpahat di relief Karmawibhangga, Jataka, Lalitavistara, Avadana, dan Gandavyuha di Candi Borobudur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun