Mohon tunggu...
Naomi Saerang
Naomi Saerang Mohon Tunggu... Pengusaha -

Langkah Awal Menentukan Hasil Akhir

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jika Kelak Ahok Turun dari "Bis Teman Ahok"

8 Maret 2016   07:41 Diperbarui: 8 Maret 2016   08:46 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Perlawanan Teman Ahok"][/caption]

Orang yang berpolitik khususnya yang berbaju partai, bisa saya ibaratkan, pagi bisa jadi “tempe”, sore bisa jadi “tahu”, entah setelah tidur mungkin mimpiin “gado-gado”. Jadi jangan buru-buru menyimpulkan keadaan hari ini dari sikap mereka, bisa saja besok atau suatu hari bisa saja berubah total.

Karna suhu politik yang rasanya sudah mulai memanas meski pemilihan kepala daerah (pilkada) DKI Jakarta akan digelar pada April 2017 mendatang, saya coba mengajak pembaca untuk menilai sosok Gubernur Jakarta saat ini, Basuki Tjahaja Purnama, alias Ahok. Apakah beliau politikus atau bukan, walau memang secara administrasi gak (belum) menjadi anggota partai manapun?

Jelas Ahok adalah seorang politikus, karir politiknya yang terkesan bagaikan “kutu loncat” memang kadang dinilai “haus” kekuasaan dengan sederet alasan yang melatarblakanginya, termasuk tujuannya membantu rakyat miskin, karna konon kata almarhum ayahandanya ia gak akan mampu membantu penduduk miskin hanya bermodal menjadi pengusaha, sehingga ia memilih untuk terjun ke dunia politik dan kemudian menjadi kepala daerah.

Ketika menjadi Bupati Kabupaten Belitung Timur dan kemudian secara konstitusional menjadi Gubernur Jakarta mengantikan Joko Widodo yang terpilih menjadi Presiden R.I, semua yang dilakukannya gak terlepas dari apa yang dinamakan “manufer dalam berpolitik” walau tampa jaket partai, yang kemudian harus menghadapi kenyataan untuk “bertempur” dengan para politikus yang duduk di kursi empuk DPRD DKI Jakarta hingga saat ini, belum lagi perlawanan beberapa ormas, politikus pemula, tokoh politik senior, hingga rakyat dan politikus jadi-jadian di dunia maya yang menyoroti karakternya yang kontroversial yang kadang memang kurang santun dan dengan umpatannya yang seenak perutnya kepada siapa saja yang menurutnya menghalangi pembangunan Jakarta atau menyerang dirinya.

Sekarang Ahok telah memutuskan (belum mendeklarasikan) untuk bergabung dengan Teman Ahok untuk mencalonkan diri melalui jalur independen bersama bakal wakil gubernur Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI, Heru Budi Hartono. Bagi saya (entah yang lain), keputusan Ahok kemarin “kurang tulus”, hanya agar gak mengecewakan Teman Ahok yang memang sudah bekerja keras selama ini untuk menghimpun pendukung Ahok. Paling tidak untuk sementara ini, karena ada kesepakatan dengan target waktunya, sembari melihat survey terkait posisi elektabilitas Ahok ketika mengambil keputusan ini.

Jika politik yang berbaju partai seperti yang diibaratkan di awal tulisan ini apakah gak mungkin juga akan terjadi pada sikap Ahok hari ini, besok hingga jelang penyerahan dukungan calon independen pada 8 Agustus 2016 (kalau gak molor). Dalam keputusan kemarin, Teman Ahok diminta untuk mencapai target perolehan surat dukungan pasangan calon dan fotopy KTP sebanyak 1 juta (dengan minim masalah), paling tidak sebelum pendaftaran bakal calon, atau katakanlah hingga batas pertengahan Juli 2016. Mampu kah Teman Ahok untuk meyakinkan Ahok? Jika tidak dipenuhi, tentu saja Ahok dapat saja pindah ke lain hati untuk menerima pinangan Partai atau Gabungan Partai, bisa saja kan? Walau dengan alasan tak mampu membayar “mahar”, saya cukup yakin partai-partai pengusungnya nanti tidak akan memberatkannya, walau ia harus membayar mahal keputusan ia tersebut dalam “deal-deal politik” dan kemungkinan elektabilitas terjun bebas. Toh pada pemilu DKI bersama Jokowi menggunakan alasan yang sama. Lagian kalau Ahok menempuh pilihan jalur partai politik, mengurangi pesaing-pesaing yang lain dari partai lainnya.

Coba saja simak apa yang diutarakan ahok, seperti diberitakan kompas.com  (7/03/2016), "Kalau memang (persyaratan satu juta fotokopi KTP) gak bisa tercapai, terus partai enggak mau usung saya, berarti jabatan saya sampai Oktober 2017," kata Basuki. Ia merasa posisinya di dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017 di ujung tanduk.  Menurut anda pernyataan ini mengisyaratkan apa?

Cukup jelas, walaupun nantinya ditentukan rakyat Jakarta yang memiliki hak untuk memilih, Presiden Joko Widodo menaruh harapan agar Ahok terpilih lagi untuk melanjutkan program pembangunan Jakarta yang sedari awal direncanakan besama-sama. Jadi tentu saja Joko Widodo akan mengingatkan ahok untuk menentukan pilihan yang tepat untuk maju melalui jalur pasangan calon perseorangan (independent) atau diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik. Sehingga boleh disimpulkan saat ini, posisi Ahok sebenarnya dalam pilihan sulit, walau sekarang memilih untuk bersikap tempe, bisa saja besok jadi tahu. Apakah salah dalam berpolitik? Kenapa harus alergi dengan politik, alergilah pada para politkus yang menyengsarakan dan maling uang rakyat.

Mengapa? Jelas saja, jika Nasdem telah menyatakan dukunganya, kemudian adanya sinyal positif dari PDIP yang dalam Pemilu Legislatif 2014 meraih 1.231.843 suara atau menguasai 28 kursi di DPRD DKI Jakarta untuk mendukungnya, merupakan jalan mulus bagi Ahok untuk “gak repot” mencalonkan dirinya kembali. Apalagi nantinya disusul dengan Gabungan Partai Politik lain yang berhaluan sama dalam pendukung pemerintahan Jokowi. Walaupun simpang siur pendapat politikus PDIP, jangan lupa bahwa hubungan Ahok dan Megawati yang cukup dekat, sangat menentukan pilihan hati PDIP kepada Ahok.

Jadi untuk penggemar fanatik Ahok, sebenarnya melalui jalur Independen atau Partai, toh pada akhirnya ia akan berhadapan dengan anggota DPRD DKI Juga, karena itu konstitusional. Yang penting amankan dulu Ahok dalam memenuhi syarat pencalonan pasangan calon nantinya. Ini yang harus dibaca dari pernyataan Ahok, bahwa kini nasibnya di ujung tanduk dan jabatan bisa saja berakhir sampai Oktober 2017. Apa yang harus dikuatirkan jika melalui jalur Politik? Kondisi “perang” dengan DPRD DKI Jakarta saat ini sebenarnya tidak “elok” dan kondusif dalam pembangunan Jakarta. Walaupun nanti Ahok maju melalui jalur Partai atau gabungan Partai Politik, minimal Ahok sudah meletakan dasar-dasar yang baik khususnya transparansi dalam pembangunan Jakarta, yang tidak semudah itu di”mainin” ketika pilihan tersebut ia ambil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun