Mohon tunggu...
Markus Fernando Siahaan
Markus Fernando Siahaan Mohon Tunggu... Penulis - Pengelana

Aktualisasi tanpa Batas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jarak Hidup

5 Maret 2021   15:08 Diperbarui: 5 Maret 2021   15:14 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

   Jantung masih berdetak, namun detak kali ini berbeda. Ada yang lain dari Aila. Perhatian penuh yang ia berikan membuatku terkadang senyum. Sudah pasti, sebab satu kali enam puluh menit dia selalu menanyakan bagaimana kabar ini. Bahkan agaknya dia tidak tertidur, sebab rindu pada diriku. Ehhh, maaf ke-pd-an, positif saja, dia sedang insom.

   Semakin hari, kedekatanku dengan Aila kian menunjukkan peningkatan yang signifikan. Ya, begitu juga dengan pendekatanku dengan obat dan kemoterapi. Tidak jarang dia ikut menemaniku untuk medical check up, bahkan sekedar menghabiskan waktu bersama di rumah.

   Keduanya berjalan beriringan, yang satu menjauh dan yang satu lagi mendekat. Bahagia iya, takut juga ia, jangan sampai kedekatan ini berakhir dengan air mata; atas kepergianku. Ingin mencoba memberi jarak, namun nyaman itu sudah hadir. Menikmati, adalah pilihanku.

   Takdir berkata lain, aku benar, aku sehat, dan tidak sakit. Waktu menjawab, semakin lama rasa sakit itu hilang, bukan hanya rasa, namun observasi dokter pun menunjukkan hal yang sama.

   Satu tahun berlalu, vonis tujuh bulan sudah kulalui. Aku sembuh. Aku sehat. Pelukan hangat kudapat dari Aila saat surat dokter itu kuterima. Tak ingin rasanya melepas, namun dokter yang melihat sudah cemburu, waktunya untuk pulang.

 Hari berganti hari, bulan pun terlewati, hubunganku dengan Aila bertahan dan tetap dekat, hingga akhirnya aku merasa dikhususkan, berbeda dengan Bob,Willi, dan Philip. Ya mereka paham, dan sangat mendukung tentunya.

   Disamping aktif bermain di group, aku juga aktif mencari beasiswa. Ya, aku tak ingin karir ini bertahan sampai disini saja. Aku ingin menjadi musisi profesional, lebih dari Bongky Marcel, tak kurang dari Cliff Burton. Itu bukan kesombongan, hanya mimpi yang kiranya menjadi suatu realita.

   Berdiskusi dengan G'Thebub Band, mereka mendukung, dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Tidak sulit, mereka hanya memintaku untuk tidak lupa memberi tahu kabar, jangan pernah sombong, dan tentunya jangan lupa dengan awal latar belakang karir.

   Aila, dia pun mendukung, dengan rasa kesedihan sebab akan ditinggal jauh. Puji syukur, aku diterima di Juilliard School, salah satu sekolah musik terfavorit di Amerika Serikat. Ya, ini menjadi jawaban atas waktu yang akan mengharuskanku menghabiskan waktu beberapa tahun kedepan disana.

   Melangkah dengan pasti, Bandara Soekarno-Hatta menjadi saksi kedua pelukan hangat itu. Berpisah, dengan harapan akan bersatu kembali, mengembangkan potensi yang ada, hingga mampu menjadi yang terbaik.

    Awal cerita kehidupan di Negeri Paman Sam, tidak begitu mengkhawatir. Kabar yang dulunya kuterima satu kali enam puluh menit tetap mengalir dengan durasi yang berbeda, satu kali satu hari. Berkurang iya, namun masing-masing memiliki prioritas yang berbeda, dengan tujuan yang sama, bersatu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun