Mohon tunggu...
Markus Fernando Siahaan
Markus Fernando Siahaan Mohon Tunggu... Penulis - Pengelana

Aktualisasi tanpa Batas

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Setia Walau Berpaling: Retno Maruti

28 Februari 2021   05:10 Diperbarui: 28 Februari 2021   06:21 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Setiap orang berhak untuk memiliki cita-cita apapun itu tanpa memandang siapa dia dan bagaimana latar belakangnya. Setiap orang memiliki kesempatan yang sama dan tidak dapat dibatasi oleh orang lain. Oleh sebab itu, setiap orang berhak untuk memperjuangkan cita-citanya dengan caranya sendiri, semampunya, hingga hasil akhir yang menentukan apakah cita-cita itu memang sejalan dengan dia atau harus berpaling ke cita-cita lain.

"Saya akan setia menari sampai akhir hayat"

Kira-kira begitulah ungkapan yang disampaikan oleh Theodora Retno Maruti, seorang wanita pendidik, penari, dan penata tari. Retno adalah anak dari seorang dalang seniman Jawa kelahiran tahun 1947 yang sejak kecilnya sudah sangat dekat dengan tari. Tidak hanya itu, Retno juga begitu gigih dalam mempelajari gamelan, suluk, macapat, dan ladek. Tidak heran jika Retno akhirnya mendapat julukan "Kijang Kencana" karena dengan berani menari di depan Candi Prambanan. (Hidayat: 2008,110)

Namun, ada yang menarik dengan sosok yang sudah memperoleh penghargaan "Wanita Pembangun Citra Adikarsa Budaya" ini. Disaat beliau memiliki hobi menari dan bermain di bidang seni, Retno malah memiliki cita-cita yang berbanding terbalik yaitu menjadi pekerja kantoran. Keseriusan Retno dalam meraih cita-citanya dibuktikan melalui pendidikan yang Retno tempuh di Akademi Administrasi Niaga, Solo. Karir juga turut memberikan jawaban atas cita-cita Retno menjadi sekretaris dengan bekerja di perusahaan batik Danar Hadi.

Cerita Retno Maruti agaknya sejalan dengan cerita saya, yang cinta akan aktivitas mengelana alam bebas namun berpaling dengan melanjutkan pendidikan di Sekolah Theologia. Tidak sedikit dari kawan yang akhirnya tertawa sembari mengejek secara harus karena pendidikan yang saya tempuh tidak sesuai dengan background di jenjang pendidikan sebelumnya. Namun mereka melakukan hal yang demikian bukan karena tidak suka atau mengejek dalam arti negatif. Mereka melakukan hal itu justru karena mereka memiliki mimpi yang justru diutarakan pada saya.

Menganggap tari adalah hobi semata, ternyata hidup Retno akhirnya berada sepenuhnya di dalam tari. Berawal dari undangan menari ke New York pada tahun 1964, Retno memutuskan untuk mendedikasikan sepenuhnya hidupnya ke dalam dunia tari. Tidak tanggung-tanggung, sepulangnya dari New York, Retno akhirnya menjadi salah satu penari misi Kepresidenan. Perkembangan yang cukup pesat muncul dari Retno yang mampu melahirkan berbagai jenis tarian baru. Hampir keseluruhan dari karyanya mendapat sambutan meriah dan digelar secara monumental.

Kembali ke pernyataan awal Retno Maruti, yaitu kesetiaannya kepada tari telah dibuktikan secara langsung. Walaupun tari bukan merupakan cita-cita awalnya dan hanya sebagai hobi semata, namun keseriusannya mengikuti kehendak Yang Kuasa dalam membentuk dirinya sangat ia terima. Bahkan tanda terimanya akan berkat Yang Kuasa adalah dengan tetap meyalurkan ilmunya kepada orang banyak. Ya, Retno mendirikan padepokan Padnecwara, tempat menari Jawa klasik di ibukota.

Berbicara soal kesetiaan, apakah kita sudah mampu hidup dalam kesetiaan? Setia berarti berpegang teguh (pada janji, pendirian, dan sebagainya); patuh; taat; tetap teguh dalam hati; dan berpegang teguh. (KBBI) Berbicara tentang kesetiaan, mungkin pikiran kita akan terarah kepada pasangan yang dekat di hati namun sedang jauh di mata. Perlu kita ketahui bahwa kesetiaan bukan saja hanya kepada pasangan namun juga kepada Dia Sang Pemilik hidup kita.

Tidak banyak yang mampu hidup layaknya Kijang Kencana yang mampu setia walau bukan dalam pilihan awalnya. Hal itu disebabkan karena kebanyakan orang sekarang ini hanya mau mengandalkan kehendaknya saja, hingga akhirnya egois dan tidak mau setia karena keinginannya. Padahal, Yang Kuasa hanya mau memberikan yang terbaik bagi kita, yang benar-benar kita butuhkan, bukan hanya sekedar yang kita inginkan.

Yang lebih parah lagi adalah saat seseorang harus memutuskan pindah keyakinan (agama) karena timbulnya harapan dan keinginan yang menyimpang dalam dirinya. Ada suatu kutipan yang menyatakan "Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisNya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaanMu!" Jika Tuhan saya mau setia kepada kita, apakah kita harus berpaling daripada-Nya dengan dalih harapan kita yang akhirnya dipalingkan?

Jadilah Kijang Kencana dalam cerita hidup kita masing-masing, dengan cara kita sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun