Mohon tunggu...
Markus Fernando Siahaan
Markus Fernando Siahaan Mohon Tunggu... Penulis - Pengelana

Aktualisasi tanpa Batas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyelam untuk Menyurga

26 Februari 2021   05:44 Diperbarui: 26 Februari 2021   08:58 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tidak jarang kita mendengar bahwa gelap dan terang tidak akan pernah dapat bersatu. Ya, itu adalah fakta, sebab pada saat gelap meliputi lalu terang datang, maka sudah pasti ada zona untuk terang maupun untuk gelap, atau bahkan gelap akan hilang secara keseluruhan. Lalu bagaimana dengan menyelam untuk menyurga? Apakah mungkin menyelam yang nyatanya harus berada di dasar permukaan air bisa dilakukan secara bersama dengan menyurga yang secara logika sederhana dapat kita artikan berada di atas cakrawala?

Mungkin kita akan merasa asing dengan judul, sebab yang biasa kita dengar adalah "menyelam sambil minum air". Ya, suatu peribahasa yang berarti sembari mengerjakan pekerjaan yang satu, terselesaikan pula pekerjaan yang lain. Sungguh suatu kegiatan yang sangat positif, merealisasikan dua target atau lebih dalam satu waktu. Namun, kembali bertanya, apakah menyelam untuk menyurga itu kegiatan positif?

Jika berpikir sederhana, bisa saja kita berpendapat bahwa arti judul itu adalah menyelam, kemudian tenggelam, lalu masuk surga. Oh tentu tidak. Yang dimaksud dengan judul adalah merendahkan diri terlebih dahulu namun di dalam pernyataannya terdapat kalimat yang mampu menyombongkan diri. Sikap dan tindakan menyelam untuk menyurga ini acap kali terjadi diantara kaum muda. Namun tak jarang kaum orangtua juga melakukannya baik secara sadar maupun secara tak sadar.

"Maaf saya tidak tahu berlari" padahal dia sudah menjuarai lomba marathon tingkat kabupaten.

"Saya bodoh dan tidak tahu apa-apa" nyatanya dia sudah memenangkan olimpiade sains tingkat provinsi.

"Siapakah Tuhan?" ditanyakan oleh ahli teolog kepada seorang awam.

Pernyataan diatas adalah beberapa ungkapan yang sering disampaikan dalam menyelam untuk menyurga. Jika dalam bidang gaya bahasa, menyelam untuk menyurga bisa jadi masuk kategori majas litotes. Ya, litotes yang digunakan namun dalam fakta berbanding terbalik sungguh dapat dengan mudah membuat lawan bicara kesal dan akhirnya mengubah goodmood menjadi badmood.

Menyelam untuk menyurga juga merupakan bagian dari psy-trap. Psy-trap terbentuk dari dua kata, yaitu psy yang berarti psikologi dan trap yang berarti jebakan. Dengan demikian dapat disimpulkan, psy-trap berarti jebakan psikologi dimana sikap ini mampu mempengaruhi orang lain sehingga mental dan kejiwaannya terganggu. (Farhana: 2019).

Ada beberapa ciri orang yang menyelam untuk menyurga dalam kategori psy-trap yang sering ditemui di lingkungan masyarakat, terkhusus di tempat pendidikan, yaitu:

1. Apapun yang kita tanyakan padanya, jawabannya pasti tidak tahu, namun pada saat bertemu di lapangan secara otomatis jadi tahu.

2. Ditanya tugas jawabnya belum mengerjakan.

3. Saat kita meminta ilmu jawabannya belum belajar.

Diantara kita tentu ada yang menerima sikap ini, boleh saja dengan alasan hidup ini berat dan harus diperjuangkan. Dan pasti ada juga yang tidak menerimanya. Keduanya benar, namun ada baiknya kita harus mau menjadi sahabat yang setia, menolong dan mengarahkan, bukan membuat orang lain jatuh ke dalam dasar yang paling dalam hingga akhirnya tidak tertolong lagi. Lagipula bumi ini masih akan tetap berputar, dan ada saatnya kita diatas atau dibawah. Tidak salah jika kita memperhatikan kutipan yang mengatakan, "Karena itu nasehatilah seorang akan yang lain dan saling membangunlah kamu seperti yang memang kamu lakukan."

Dan untuk kita yang sedang dalam masa perjuangan sehingga membutuhkan pertolongan atau harus bertanya sembari meminta ilmu kepada orang lain, haruslah kedepannya kita lebih semangat lagi dalam berjuang sehingga kita mampu mandiri, dan tidak hanya itu, mampu menjadi penolong yang sejati. Sang Pemilik Kehidupan tentunya akan menyediakan pertolongan bagi kita yang mau berjuang didalam kejujuran asal kita tidak bercela dalam perilaku.

Ada kutipan lagi yang menyampaikan bahwa yang tidak berpengalaman akan dibunuh oleh keengganannya, dan orang yang bebal di dalam kemalasan akan binasa oleh kelalaiannya. Namun disamping itu, siapa saja yang mau mendengar, memahami, dan berusaha akan tinggal dengan aman, terlindung dari kedasyatan malapetaka. Ayo, hindari menyelam untuk menyurga, jadilah penolong, dan calon penolong baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun