Mohon tunggu...
Marjuni
Marjuni Mohon Tunggu... Guru - Praktisi dan Pelaku Pendidikan Islam

Fokus pada Manajemen Pendidikan Islam, Branding Strategy Lembaga Pendidikan Islam, Marketing Lembaga Pendidikan Islam, Kajian Pesantren, Kajian Pemikiran Pendidikan Islam

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Hukuman Mati: Antara Absurdisme dan Nihilisme

15 Februari 2023   00:22 Diperbarui: 15 Februari 2023   00:28 1028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hukuman Mati (Merdeka.com:2015) 

Senin, 13 Februari 2023, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tentang "Hukuman Mati" terhadap Ferdy Sambo. Majelis Hakim menyatakan Ferdy Sambo bersalah atas pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. dan menjatuhkan hukuman mati pada akhir sidang yang dijadwalkan untuk pembacaan putusan atau vonis. Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso menyatakan, "Majelis hakim berkesimpulan bahwa unsur sengaja dipenuhi".

Tidak ada hukuman yang lebih menggemparkan daripada hukuman mati. Kasus hukuman mati dipandang sebagai yang paling serius dalam sistem hukum positif di Indonesia. Pidana mati diatur dalam Pasal 11 KUHP, juncto Pasal 10 dan UU No. 2/PPNS/1964, dan terakhir dengan Pasal 98 sampai dengan 102 KUHP revisi. Untuk kejahatan mulai dari perdagangan narkoba hingga terorisme, hukuman mati sebelumnya telah diterapkan di Indonesia. Namun baru-baru ini, Ferdy Sambo dijatuhi hukuman mati atas pembunuhan Brigadir Jenderal J oleh PN Jakarta Selatan.

Menurut Topo Santoso (2016), Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, bahwa debat panjang dan tren Dunia atas hukuman mati telah lama terjadi. Perspektif HAM menyarankan agar setiap negara menghapus hukuman mati pada undang-undangnya.  China, Arab Saudi, Iran, Amerika Serikat, dan Indonesia adalah beberapa negara yang masih melaksanakan hukuman mati, baik secara hukum maupun praktik. China adalah negara yang paling disorot karena banyaknya hukuman mati. 

Diperkirakan sekitar 60% hukuman mati di dunia dilakukan oleh China, jumlahnya mencapai ribuan. Ratusan orang telah dijatuhi hukuman mati di Amerika Serikat dan Arab Saudi. Di Indonesia, puluhan orang telah divonis penjara dalam beberapa tahun terakhir, terutama untuk kasus narkoba, terorisme, dan pembunuhan berencana. Sebenarnya ada juga hukuman mati untuk korupsi, tapi belum ada yang dihukum mati untuk kasus ini. Sampai kapan hukuman mati akan dihapus dari dunia ini? Tidak jelas berapa lama. Namun, tren dunia hukuman mati semakin menurun.

Pada tahun 1948 ketika Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau Duham lahir, hanya sekitar 6 atau 7 negara yang menghapuskan hukuman mati. Sekarang 70% negara di dunia telah menghapus hukuman mati dalam undang-undang mereka atau menerapkan moratorium (tidak melakukannya). Beberapa negara telah menghidupkannya kembali, tetapi dengan cepat menghapusnya, seperti Filipina. Namun, sangat jarang ada negara yang pernah menghapusnya, kemudian menerapkannya kembali. 

Sedangkan negara-negara yang masih memiliki dan melaksanakan hukuman mati semakin berkurang, dengan rata-rata tiga negara menghapusnya setiap tahun. Semua negara Uni Eropa telah menghapusnya, termasuk Belanda yang KUHPnya kita warisi. Begitu juga Australia, Kanada, dan sebagian besar Asia dan Amerika. Sangat mungkin kecenderungan ini akan berlanjut, mengingat beberapa negara juga mensyaratkan tidak boleh ada hukuman mati untuk perjanjian regional atau ekstradisi atau kerja sama pemberantasan korupsi dan sebagainya. Sebagai contoh, Turki antara lain terhambat oleh penolakan Uni Eropa terhadap hukuman mati.

Ulasan ini tidak membahas hukuman mati dari aspek hukum, namun mencoba mengulasnya dari aspek filsafat. Mengapa demikian? Bahwa hukuman mati adalah termasuk hukuman paling berat ditinjau dari tingkatan vonis dalam tata hukum positif di Indonesia. Tentu saja, ini diharapkan akan memnjadi efek jera bagi pelakunya, dan efek menjauhi segala bentuk potensi terjerat pidana yang berakibat "hukuman mati". Bahwa aspek "hidup" dan "mati" bagi manusia, apapun agamanya adalah hal pertama dan terakhir bagi manusia. 

Artinya vonis hukuman mati berakibat harus menerima kematian sebagai hukumannya. Sementara kelahiran manusia di muka bumi ini cenderung untuk menjaga eksistensinya. Berangkat dari premis inilah, ulasan ini mencoba untuk meninjau hukuman mati sebagai representasi eksistensi penegakan hukum versus eksistensi hak hidup setiap individu manusia. 

Madzhab Filsafat Absurdisme

Albert Camus (Sumber: https://sanatkaravani.com/)
Albert Camus (Sumber: https://sanatkaravani.com/)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun