Mohon tunggu...
Marjuni
Marjuni Mohon Tunggu... Guru - Praktisi dan Pelaku Pendidikan Islam

Fokus pada Manajemen Pendidikan Islam, Branding Strategy Lembaga Pendidikan Islam, Marketing Lembaga Pendidikan Islam, Kajian Pesantren, Kajian Pemikiran Pendidikan Islam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mungkinkah Bullying (ada) di Pesantren: Bagaimana Solusinya?

26 Januari 2023   00:38 Diperbarui: 26 Januari 2023   10:29 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.unesa.ac.id 

1. Disproporsionalitas kekuatan (dominasi) antara pihak "pelaku" dengan "korban"

Menurut teori ini, bullying bukanlah persaingan individu atau kelompok, namun lebih kepada adanya ketidakseimbangan "power" atau dominasi salah satu pihak atas pihak lain. Bisa jadi, pelaku merasa lebih memiliki "kekuatan" dibanding korbannya dari sudut pandang tertentu. Ketidakseimbangan ini, jika dibiarkan, akan menjadi stimulus utama pada potensi bullying.

2. Keinginan untuk menyakiti (melukai) baik Fisik maupun non Fisik pihak lain (Desire To Hurt)

Jadi, dalam bullying itu tidak ada sesuatu kekeliruan yang tidak disengaja, justru, meskipun pelaku tahu bahwa perbuatannya itu menyalahi hak asasi manusia, namun ia/mereka merasa puas bahkan bangga jika melihat korbannya sakit (fisik/mental), dan di "iyakan" atau didiamkan, bahkan disoraki dengan gembira oleh saksi-saksinya.

3. Keberlanjutan "Rasa Puas" pelaku jika melihat "korban" nya lemah 

Hal ini berakibat pada potensi ancaman oleh pelaku terhadap korban jika melaporkannya kepada pihak berwenang. Karena jika korban melapor, artinya akan terhentilah "kepuasan pelaku" atas "penderitaan korban". Maka pelaku akan berupaya melanggengkan perbuatannya, meskipun dengan mengancam korban melalui intimidasi fisik dan psikis sekalipun.

4. Teror Pelaku Kepada Korban

Teror adalah bahan atau prinsip intimidasi yang paling bahaya. Kecemasan korban terjadi atau muncul ketika tingkat bullying meningkat. Bullying adalah bentuk agresi sistematis yang dirancang untuk mengintimidasi dan mempertahankan eksistensi. Pelaku tidak segan untuk meneror korban dengan berbagai bentuknya. Jadi, teror dapat berfungsi sebagai "cara", namun juga sebagai "tujuan".

Fenomena bullying di sekolah, hingga kini masih mengemuka, dan seolah tak pernah berhenti. Banyak orang tua yang mengkhawatirkan anaknya yang berpotensi menjadi korban bullying. Para guru juga merasakan betapa beratnya dalam mengantisipasi, mengatasi, dan mencarikan solusi atas fenomen bullying sekolah. Akhirnya semua pihak turut terlibat untuk membantu pihak sekolah dalam memberantas bullying di sekolah.

Pada 2015, WHO melakukan Studi Kesehatan Siswa Berbasis Sekolah Global (GSHS). Menurut penelitian, 21%, atau sekitar 18 juta anak antara usia 13 dan 15 tahun, telah mengalami kekerasan. Studi GSHS juga menggambarkan 25% insiden sebagai konflik fisik, dengan 36% anak laki-laki mengatakan mereka mengalami lebih banyak daripada anak perempuan, yang hanya 13%. Laporan tersebut juga menjelaskan bahwa perasaan di-bully membuat satu dari 20 atau 20,9% remaja di Indonesia ingin bunuh diri.

Juga telah dilaporkan bahwa intimidasi dapat memiliki efek jangka panjang dan jangka pendek pada kesehatan mental dan fungsi sosial yang buruk. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun