Mohon tunggu...
Dewi Mariya Ulfah
Dewi Mariya Ulfah Mohon Tunggu... Freelancer - Pengajar & Freelance Writer

Pengajar yang berusaha menjadi pendidik dan suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pelangi di Tanah Dayak, "Based on True Story"

26 Mei 2019   11:31 Diperbarui: 26 Mei 2019   11:35 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tentu saja, dan hanya sepi ini yang menghiburku sepanjang malam hingga mentari pagi muncul, menyapa dengan senyum ramahnya, berusaha memberiku bunga semangat untuk memulai aktivitas baruku.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Ini pagi pertamaku di Tanah Dayak. Pagiku yang pertama di tanggal 7 Januari 2011. Dengan langkah pelan dan masih dengan segala kebingungan, aku memasuki satu bangunan panjang berbentuk U, dengan dinding dari papan, lantai yang hanya dari semen biasa, dan di kanan kiri juga depan belakang bangunan ini dikelilingi oleh tumbuhan hijau dan bunga-bunga liar yang tampak teduh, memberi kesan segar meskipun setiap hari terasa gerah.

"Selamat pagi, Ibu Guru!" Salam itu kudengar begitu sopan, begitu lembut keluar dari mulut anak-anak hutan sawit Kalimantan yang begitu lugu, begitu polos. Mereka terlihat manis dan masih murni tanpa goresan kenakalan remaja seusia mereka.

"Good morning, students! My name is Mira. I am from Malang, East Java..." Kusambut salam itu dengan nada suara penuh kekaguman. Kekaguman itu bertindak sangat cepat menyapu keraguan, keheranan, dan kebingungan yang dari awal aku datang selalu menemaniku. Kekaguman itu adalah mataku, untuk melihat betapa anak-anak Tanah Dayak ini begitu santun dalam bertutur kata. 

Begitu sopannya mereka saat berjalan. Begitu ramah sikap mereka dalam menerima orang baru seperti aku. Ah! Petunjuk pertama KAU berikan padaku, Tuhan, agar aku semakin memantapkan hatiku untuk membantu anak-anak ini mendulang pendidikan yang lebih baik. Tuhan, terima kasih di hari pertama ini.

*******

 Waktu semakin cepat saja berlari. Seminggu. Dua minggu. Waktu-waktu itu kulalui dengan senyuman. Tertawa. Keceriaan. Rasa nyaman tinggal di tengah hutan sawit mulai menetap, menempel kuat di hatiku. Aku sudah lupa bagaimana awal aku datang, untuk apa. 

Semua ingatan itu rasanya terhapus dengan sendirinya tanpa permisi, tanpa harus meminta izinku terlebih dulu untuk menghilang.

Aku damai disini. Hidupku teduh setiap hari harus ku isi dengan mengajari anak-anak itu berbahasa Inggris. Aku tak peduli lagi dengan kehidupan kota yang hingar-bingar dan serba sibuk. Anak-anak ini nyawaku. Nafasku. Mereka pelangi dimataku.

*******

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun