Di hutan rimba penuh gema,Terdengar auman---bukan dari raja,Tapi dari singa tua yang kehilangan taring,
Merintih nyaring, mencoba jadi garang.
Gerombolan singa renta bersidang,
Iri merambat bagai semak berduri,
Melihat sang Pangeran Alfa berdiri,
Dengan dada tegap dan auman berani.
"Siapa dia, anak bau susu?"
Tanya sang tua sambil mengusap debu,
Lupa bahwa waktu tak bisa ditolak,
Dan usia bukan tiket untuk tetap galak.
Mereka cari cela di tiap langkah,
Menunggu tergelincir walau tak pernah,
Membawa hukum rimba sebagai senjata,
Padahal nyali pun sudah tiada.
Sang singa muda tak bergeming,
Tak tergetar oleh lolongan sumbang,
Karena kekuatan tak lahir dari umur,
Tapi dari keberanian melawan gemuruh.
Singa tua meriang, bukan karena cuaca,
Tapi karena tak lagi jadi pusat semesta,
Nelangsa melihat tahtanya pudar,
Tapi enggan sadar, terus bertengkar.
Padahal andai mau duduk dan diam,
Menjadi penasihat, menabur salam,
Namamu bisa abadi dalam hormat,
Bukan jadi dongeng penuh makian dan cacat.
Tapi begitulah---
Usia tua tak selalu berarti bijak,
Kadang justru memilih gaduh dan ribut,
Menjadi bayang-bayang yang menjerit bisu.
Kini rimba tertawa pelan,
Melihat singa tua beraksi murahan,
Bukan raja, bukan legenda,
Hanya gema---yang kehilangan suara.***MG
---
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI