Pengantar: Dalam setiap pemerintahan, kritik adalah vitamin demokrasi. Namun, kritik tanpa dasar, fitnah berulang, dan tuduhan yang tak kunjung selesai justru menjadi racun bagi akal sehat. Presiden Jokowi bukanlah pemimpin tanpa cela, tapi juga bukan monster seperti yang dibayangkan sebagian kelompok yang menjadikannya target kebencian abadi.
Mereka punya satu senjata ampuh: mantra. Bukan sembarang mantra, tapi kumpulan kalimat sakti yang diulang tanpa peduli logika. Diucapkan pagi, siang, dan malam, dengan keyakinan bahwa rakyat akan tersihir oleh kebohongan yang diulang-ulang.
Puisi ini adalah satir. Bukan untuk membela buta, tapi untuk mengajak kita semua kembali waras. Biar kritik tetap hidup, tapi logika jangan ikut mati.
---
Mantra dan Jampi Para Pembenci Jokowi
(Puisi Satir untuk yang Tak Pernah Lelah Membenci)
Setiap pagi sebelum sarapan,
mereka rapalkan: "Jokowi antek asing dan aseng!"
Walau pabrik makin banyak berdiri,
dan buruh lokal tetap yang antre.
Di siang bolong sambil ngopi pahit,
dilagukan mantranya: "Dia cuma boneka Megawati!"
Tapi tiap keputusan bikin partainya pusing,
sampai oposisi pun ikut bingung.
Menjelang magrib, dengan nada sendu,
dikumandangkan: "Janji tinggal janji, jalan tol buat siapa?"
Lalu mengumpat di jalan tol baru,
yang mereka pakai tiap hari juga.
Malam hari di medsos sepi,
mereka menulis: "Dia pura-pura sederhana, itu pencitraan!"
Tapi dompetnya tetap tipis,
tak sekaya yang mereka bayangkan.
Lalu dibisikkan mantra baru:
"Ijazahnya palsu! Dia tak pernah kuliah!"
Padahal kampusnya sudah bersuara,
tapi mereka lebih percaya grup WA keluarga.
"Dia keturunan Tionghoa, bukan asli Jawa!"
teriak yang tak pernah baca sejarah.
Lalu bingung sendiri saat tahu,
bahwa darah Solo dan logatnya itu terlalu ndeso untuk disebut palsu.