Dalam dunia Politik setiap hal harus dilihat sebagai bagian dari strategi. Tidak ada sesuatu yang kebetulan dilakukan. Begitu juga dengan pertemuan antara Jokowi dan AHY.
Memang bahasa diplomasi yang disampaikan oleh AHY hanya sekedar "silaturahmi", tapi silaturahmi politik pastilah punya makna lebih dalam.
Sebenarnya signal kali ini adalah tanda yang kesekian dari pihak Demokrat untuk menunjukkan bahwa mereka ingin merapat ke kubu Jokowi.
Hal ini sebenarnya sangatlah wajar. Karena politik memang bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan. Kekuasaan yang saat ini sudah hampir pasti tetap berada di tangan Jokowi.
Kalau dilihat merapat nya Demokrat ke Jokowi adalah suatu simbiosis mutualisme. Artinya kedua belah pihak mendapatkan keuntungan dari kerjasama politik itu.
Untuk Jokowi, jelas jika Demokrat bergabung akan memperkuat barisan politik nya. Walaupun sebenarnya koalisi Jokowi sudah cukup gemuk, namun kehadiran Demokrat tetap diperlukan supaya kubu pemerintah semakin kuat.Â
Kita semua ketahui, betapa di awal periode yang lalu Jokowi sempat direpotkan oleh karena kubu oposisi menguasai parlemen. Hal itu membuat Jokowi sulit untuk mewujudkan program - programnya. Namun, dengan kepiawaian politik nya akhirnya Jokowi berhasil menarik oposisi menyeberang ke kubunya.Â
Untuk Demokrat sendiri tentu hal ini sangatlah mereka perlukan. Terutama bagi AHY yang nampaknya dipersiapkan untuk ikut dalam kontestasi Pilpres di periode mendatang.Â
Dengan bergabung ke Jokowi, kemungkinan besar AHY mendapatkan satu posisi di Kabinet Pemerintah. Tentu posisi itu akan menjadi batu loncatan strategis bagi AHY agar lebih dikenal, sekaligus juga menjadi peluang mendapatkan pengalaman dan semacam batu uji kapasitasnya di pemerintahan.Â
Hanya saja masih ada satu hal yang memungkinkan adanya ganjalan masuknya Partai Demokrat ke kubu Jokowi.
Kita ketahui di periode pertama, Demokrat memang lebih memilih untuk tidak berada di kedua koalisi. Untuk Demokrat, pilihan pada saat itu merupakan suatu pilihan taktis, yang sekaligus juga sebenarnya karena ada semacam ketidakenakan SBY dengan Megawati sebagai ketua umum PDIP yang menjadi pendukung utama Jokowi waktu itu.Â