Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bercermin Kasus Slamet Jogya: Ketika Pemukiman Tematik Agama Mengancam Kebhinekaan Kita

3 April 2019   09:42 Diperbarui: 4 April 2019   06:26 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: teras.id

Kisah seorang seniman di Jogyakarta yang ditolak mengontrak di satu dukuh di Kota Pelajar ini karena berbeda agama sungguh menghentak kesadaran kita sebagai bangsa.

Memang ini sebuah kisah hidup dari seseorang. Namun harus diakui, fakta ini, terutama dalam kondisi politik kita saat ini, adalah bagai sebuah gunung es dari suatu persoalan besar bangsa yang beraneka ini. 

Jika dikumpulkan satu persatu cerita intoleransi dan eksklusivitas kelompok radikal dan perlakuan ketidakadilan pada minoritas, maka sudah semakin banyak cerita yang dapat kita paparkan.

Padahal,  Indonesia sebagai bangsa, lahir justru karena para bapak bangsa kita sangat yakin dan sudah sepakat bahwa kita memang bangsa yang beraneka. Nilai toleransi, kebersamaan dan saling menghargai adalah fondasi utama bangsa ini. 

Dalam hal ini falsafah bangsa Bhineka Tunggal Ika bukanlah hanya slogan belaka. Tanpa penghayatan dan pelaksanaan yang nyata pada pandangan hidup ini, negara tercinta ini pasti akan bubar.

Sebenarnya, peristiwa sebuah dukuh membuat peraturan eklusif bahwa mereka hanya mau menerima warga yang satu agama adalah hanya percikan api dari bara sekam yang punya sumber kobaran yang lebih besar.

Mengapa? 

Sebenarnya Penulis sudah cukup lama menaruh rasa prihatin akan Komplek Pemukiman atau real estate yang dilabeli branding salah satu agama. 

Walaupun mungkin hal ini adalah strategi marketing, tapi dampaknya akan menjadi bom waktu dikemudian hari. 

Betapa tidak. Jika Pemukiman - pemukiman eksklusif agama ini semakin banyak, maka pasti bangsa ini akan terkotak-kotak dan pada akhirnya akan terkoyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun