Ini enaknya menulis opini. Ada kebebasan untuk memprediksi bahkan bermimpi. Walaupun dalam setiap tulisan tetap harus punya landasan yang hakikiÂ
Dari semua periode pemilihan Presiden, selain Pilpres setelah Reformasi, dua periode inilah yang rasanya sangat heboh dan bervariasi.
Sebelumnya terasa biasa - biasa saja, dan bahkan terasa agak hambar. Untuk penulis sendiri, pergi ke kotak suara waktu itu hanya ikut memilih terlebih karena kewajiban saja. Apalagi waktu itu sempat jadi ketua RT.
Tidak ada greget untuk memperjuangkan sesuatu. Pada saat itu rasanya, siapapun terpilih, tidak akan ada perubahan yang berarti.
Mengapa dua periode ini begitu gegap gempita? Bahkan cenderung seperti pesta pertandingan sepakbola dengan pendukung dan tifosi yang sangat bersemangat, yang bahkan sering diisi dengan saling ejek dan caci maki.
Kosa kata politik pun semakin bertambah: dari istilah dunia binatang, cebong, kampret dan unta sampai pada kata jadian Jokower dan Prabower.
Mungkin salah satu alasan yang bisa diungkapkan adalah, dua pilpres ini bagai sebuah sinetron atau Opera sabun yang punya aktor utama dan aktor pendukung yang lengkap.Â
Ada tokoh protagonis dan antagonis. Ada badut serta pelawak lucu dan centil yang selalu tampil prima dengan tingkah dan komentar lucu  dan lugu yang tidak pernah membosankan.Â
Kalau dalam kisah pewayangan, ada Pandawa, Kurawa, Arjuna, Dasar Muka, Sengkuni dan punakawan.
Jalan ceritanya pun sangat bervariatif dan sering tidak disangka. Sepanjang pertunjukan ada adegan tragedi, intrik, komedi dan bahkan erotis dan mesum.
Sebagai sebuah sinetron tentu tokoh utamanya lah yang paling berperan. Tokoh jahat dan baik dalam sinetron ini memang sangat pintar berlakon.Â