Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Konsultan - Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Apakah Ada Intrik di Balik Akuisisi Freeport?

22 Februari 2019   15:07 Diperbarui: 22 Februari 2019   15:31 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://tirto.id

Drama Freeport rupanya belum berakhir. Saat secara resmi Indonesia menguasai 51% saham Freeport penulis adalah salah satu orang yang merasa momentum itu memang patut dirayakan.

Betapa tidak, sudah puluhan tahun emas, tembaga dan produk tambang lain dikeruk dari bumi Papua dengan hanya sedikit keuntungan yang didapat. Dengan memegang saham terbesar berarti Indonesia kembali menguasai sumber daya yang sangat berharga itu.

Keberhasilan akuisisi ini rasanya tidak berlebihan bila dikatakan sebagai tonggak sejarah baru Indonesia menancapkan penguasaan kekayaan alamnya.

Ya, proses nya tidaklah mudah. Sudah berulang kali terjadi kegagalan Indonesia untuk bernegosiasi dengan Freeport. Keberhasilan akuisisi itu memang patut untuk dirayakan.

Namun, sesuatu yang seharusnya disambut gembira itu rupanya tidaklah membuat semua orang senang. Setelah penandatanganan akusisi bersejarah itu  terjadi, dalam waktu singkat muncul komentar - komentar negatif, miring, bahkan nyiyir.

Tonggak kemenangan itupun berusaha di rubuhkan dengan berbagai isu: dari komentar bahwa mengapa kita harus mengeluarkan uang padahal karena kontraknya hampir habis sehingga bisa diambil gratis, sampai dengan analisa bahwa kandungan tambang Freeport sudah habis sehingga tidak ada untungnya untuk dikuasai.

Debat pun menjadi ramai dan simpang siur sampai ada guru besar yang harus menerangkan dengan detil dan sederhana mengapa akusisi Freeport memang hal yang sangat berharga. Komentar dan kritik pun kemudian mereda.

Tapi bagai bara dalam sekam, api serangan rupanya belum padam. Akhir-akhir ini Sudirman Said mantan menteri Pertambangan, yang sekarang menyeberang secara politik ke kubu Capres 02 mengungkapkan hal baru.

Sudirman mengumbar cerita miring soal pertemuan Presiden Jokowi dengan Jim Moffet, yang dalam cerita masih menjabat Executive Chairman Freeport McMoRan. Ia menyebut pertemuan yang terjadi pada 7 Oktober 2015 itu membahas rencana akuisisi saham Freeport Indonesia.

Dalam komentarnya dia mengatakan bahwa ada semacam pertemuan rahasia antara Freeport dan Presiden Jokowi. 

Walaupun hal ini sudah disanggah oleh Jokowi, namun cerita Sudirman ini menjadi peluru tajam oleh pihak oposisi.

Perdebatan masih sedang berlangsung, belum tahu sampai kapan isu ini bisa reda. Namun peristiwa ini sungguh bisa dijadikan pelajaran untuk kita semua. 

Pelajaran pertama yang bisa diambil adalah, betapa bangsa ini masih belum dewasa. Terutama dikalangan para politikus nya. Ada kesan mereka mau melakukan apa saja untuk merebut kekuasaan. 

Tidak ada sikap fair dan saling menghargai. Kemenangan lewat akuisisi Freeport yang seharusnya menjadi pesta kemenangan untuk seluruh bangsa ini justru menjadi ajang saling serang.

Pelajaran lain, rupanya memang sulit untuk menerima dengan lapang dada jika dianggap gagal. Sakit hati bisa berdampak pada keinginan balas dendam untuk menjatuhkan mereka yang dianggap bertanggung jawab. Refleksi, perbaiki diri dan bangkit kembali memang mudah diucapkan tapi sangat sulit dilaksanakan.

Khusus mengenai kasus Freeport ini, ada pertanyaan yang menggelitik, Sudirman sebagai mantan pejabat apakah pantas  bersikap seperti sekarang ini?.

Dia adalah bagian dari pemerintahan sekarang ini. Saat dia memegang jabatan kita tidak melihat adanya inovasi dan gebrakan berarti, tapi begitu berada di luar seolah dia dapat melakukan segalanya.

Jadi jika ditanya apakah ada intrik dibalik akusisi Freeport? Jelas ada, dan itu adalah intrik politik. ***MG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun