Senin, 24 Maret 2025
2 Raj 5:1-15a; Luk 4:24-30
Bacaan-bacaan suci hari ini menarik untuk kita renungkan. Pada bacaan I, kita melihat bagaimana raja Aram salah sangka bahwa raja Israel bisa menyembuhkan Naaman dari sakit kusta. Salah sangka itu membuat raja Israel akhirnya mengoyakan pakaian, mencak-mencak, karena dianggap sebagai Allah yang mampu menyembuhkan Naaman. Padahal di awal kisah bacaan I ini, perempuan Israel yang menjadi hamba dari istri Naaman itu memberikan informasi untuk pergi kepada seorang nabi di Samaria.
Demikian juga Naaman, yang salah sangka dengan perintah nabi Elisa. Yang dipikirkan Naaman, Elisa membuat ritual tertentu untuk menyembuhkan dia (barangkali yang dipikirkan Naaman, Elisa ini adalah seorang dukun (?)). Tetapi yang terjadi adalah Elisa hanya meminta Naaman untuk menceburkan diri di Sungai Yordan sebanyak tujuh kali. Karena salah sangka inilah Naaman lalu kecewa, panas hati, sambil mengatakan ini itu tentang sungai di tempat lain lebih baik dari sungai-sungai di Israel.
Orang-orang Nazaret bacaan Injil lebih buruk lagi. Mereka cenderung berprasangka buruk terhadap Yesus. Orang-orang Nazareth hanya melihat Yesus karena identitasnya sebagai seorang tukang kayu (Luk 4:22). Mereka kurang melihat bahwa ada Yang Ilahi dalam diri Yesus. Inilah alasan mengapa Yesus mengatakan bahwa tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya (Luk 4:24). Prasangka buruk orang Nazaret membuat Yesus tidak bisa berbuat banyak di Nazaret, tempat kelahiran-Nya.
Mengapa orang mudah salah sangka dan berburuk sangka?
Jawabannya adalah karena kurang terbuka terhadap pengetahuan. Mereka yang kurang terbuka pada pengetahuan lebih suka berkutat pada pengetahuan yang mereka ciptakan sendiri, pada apa yang ada dalam pikiran mereka. Dengan demikian, yang terjadi adalah mereka kurang referensi. kurang berpikir lebih dalam, dan kurang menjernihkan pikiran. Alhasil, orang-orang yang demikian akan cepat untuk menghakimi!
Inilah yang sedang terjadi dengan masyarakat kita. Orang-orang zaman sekarang sukanya membagi-bagian informasi atau berita. Mereka menerima pesan dan langsung membagikannya tanpa berpikir lagi tentang informasi tersebut dari mana, apa latar belakangnya, dan efek yang akan timbul. Yang kurang adalah proses check and recheck (yakni proses memverifikasi informasi yang diperoleh) yang seharusnya dimulai dari dalam kepala. Padahal hal ini adalah proses pertama yang seharusnya dan wajib dilakukan.
Di masa Prapaskah ini, kita belajar untuk melepaskan diri dari salah sangka dan salah paham, sekaligus belajar untuk menahan diri untuk menghakimi. Kita mestinya belajar untuk mendengarkan, berpikir lebih jauh dan lebih mendalam sebelum berkata-kata atau sebelum bertindak. Dengan belajar, kita memiliki pengetahuan baru, sebab pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan (Scientia ipsa potentia est).
Semoga pengetahuan yang dimiliki membantu kita untuk menjadi lebih hening dan lebih baik dalam berkata-kata dan dalam bertindak; supaya kita menjadi orang yang lebih bijak dalam menyikapi semua yang terjadi di depan mata kita.