Mohon tunggu...
Mario F. Cole Putra
Mario F. Cole Putra Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Siapa-siapa

Orang yang Biasa-biasa Saja

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Berhenti Merokok? Lebih dari Sekadar Komitmen

8 Oktober 2021   08:00 Diperbarui: 8 Oktober 2021   08:07 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: www.helawww.com

Saya memiliki seorang kenalan. Umurnya 50-an tahun. Dia adalah seorang perokok. Istilah lainnya, pemadat. Tapi itu dulu. Sekarang sudah tidak lagi. Kisahnya sangat sulit masuk di kepala saya sampai hari ini.

Pada pertengahan 2017 silam, beliau mengalami stroke ringan. Itu sangat menyakitinya. Salah satu tanda atau ciri fisik yang terlihat waktu itu adalah bibirnya yang agak sedikit miring. Saya sendiri menyaksikan betapa menyedihkan dirinya saat itu.

Akan tetapi, syukur, pujian, dan terima kasih kepada Allah Tritunggal Mahakudus, kenalan saya ini bisa melewati masa sulit itu. Dia kembali sehat dan menjalani aktivitas hariannya dengan baik dan normal.

Pasca sakit itu, ada yang aneh. Saya melihat kenalan saya ini tidak lagi merokok. Awalnya saya pikir  bahwa barangkali itu adalah saran dari dokter agar ada sedikit pemulihan, agar tubuh bisa stabil kembali, atau apalah.

Nyatanya tidak. Sebulan kemudian, ketika saya bertanya mengenai perihal mengapa dirinya tidak merokok lagi, beliau menjawab bahwa itu bukan saran dokter. Apa yang terjadi padanya adalah niat pribadi, berasal dari dirinya sendiri. "Saya stop merokok". Jawabanya simple. Dan saya termangu kemudian bertanya-tanya mengapa mudah sekali dia tidak lagi merokok, padahal dia seorang pemadat?

Saya pernah mendengar satu saran dari guru di kelas kepada teman-teman saya tentang bagaimana berhenti merokok. Cara yang disampaikannya adalah dengan mengurangi jumlah batang rokok yang dihisap. Misalnya, sehari satu bungkus. Perlahan-lahan dikurangi, seperti sehari 7 -8 batang, dikurangi lagi 5-6 batang di kemudian hari. Jika sudah terbiasa, dikurangi lagi 3-4 batang per hari. Begitu terus sampai sehari sebatang, dan tidak lagi merokok sebatang pun.

Akan tetapi, teman-teman saya ini tidak bisa. Tidak semudah membalikkan telapak tangan, kata orang bijak. Beberapa memang mencoba, tapi tingkat keberhasilan itu sangat sedikit. Yang terlihat dari mereka yang mencoba itu adalah mereka tampak lesu, wajah pucat, dan tidak semangat di sekolah. Agar kelihatan segar lagi, kata mereka, ya harus merokok lagi.

Kembali ke kenalan saya yang tadi. Saya melihat tidak ada proses yang dilaluinya (seperti usulan sang guru tadi). Tidak ada pengurangan rokok harian. Tidak ada orang luar yang mendorongnya untuk berhenti merokok. Beliau tiba-tiba saja berhenti merokok. Setelah berhenti merokok, tidak ada tanda buruk, seperti sakaw. Yang ada malah dirinya kelihatan seperti biasanya.

Entahlah, sampai saat saya menulis artikel ini masih terbayang tentang bagaimana beliau bisa berhenti merokok. Barangkali penyakit tersebut yang mengubahnya, atau ada resep yang sengaja tidak disingkapkan, atau barangkali tidak ada memang tidak ada resep untuk berhenti merokok. Entahlah.

Barangkali ada pembaca yang tidak percaya dengan kisah di atas. Tapi ini nyata adanya. Dan dari kisah kenalan saya ini, saya melihat bahwa semua perokok yang ingin berhenti merokok bisa berhenti merokok secara total. Asalkan ada kehendak kuat. Ini lebih dari sekadar membuat komitmen.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun