Mohon tunggu...
Albertus Romario
Albertus Romario Mohon Tunggu... Seniman - PENULIS

Deo Gratias

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Solo Solitude

22 Oktober 2021   22:01 Diperbarui: 22 Oktober 2021   22:10 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Petang yang tergolong lisut itu, kudengar nyanyian keheningan tepian jalan,

Di sela tubuh-tubuh lusuh berpakaian kusut,
Tempat seorang bocah kecil pemilik tong-tong sampah
Menggelar gelak tawa dan simphony kehidupan,
Gegap gempita  di antara malaikat-malaikat peratap - bila mungkin,
Tangisannya mengobati luka jiwa yang terpidana penderitaan.

Hidup ini adalah darah yang mengalir dan kematian yang mengerut keras.
Menatap sumpeknya kekejaman manusia, di atas bumi yang tak seperti di dalam surga,
Ketika rahimnya yang sangat kucintai, sudah membunting kejahatan
Orang-orang saleh telah ludes terbakar api kebencian,
Orang-orang kudus telah melenyap.

Hilir mudik petikan dawai kebringasan tanpa henti,
Menggenangi sudut-sudut jiwa-menjingkrak di celah-celah batin,
Menggerayangi bilik-bilik jantung -menghembus nafas petaka.
Riwayatnya menjadi padang gurun penebah duka lara,
Tempat hidup mengalami nasib buruk.


Akhirnya, makna-makna  kehidupan tertumbang tak menentu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun