Mohon tunggu...
Albertus Romario
Albertus Romario Mohon Tunggu... Seniman - PENULIS

Deo Gratias

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kelam

21 Oktober 2021   20:07 Diperbarui: 21 Oktober 2021   20:28 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku mengerang pada kubangan barak kumuh,
Ketika hari-hari suram seperti barisan hantu,
Dan ratapan angin membuat kelu;
Guliran waktu yang kian ganas.
Sayup desauan teduh mengalun sendu,
Berdenyut dari nada ketir yang terpetik,
Bagaikan bunyi gong bertabuh lirih;
Dan sedikitpun tak ada pesona tarian gembira.
Sementara langkah gontai sang matahari,
Ingin kembali ke peraduannya dengan damai.

Jutaan insan terbujur kaku dan sekarat perlahan,
Tampak seperti gelimangan mayat di depan mata,
Semarak keanggunannya kering-kerontang,
Opium genggamannya makam kosong;
Sosok tubuh molek dan menawan,
Mengkerut keriput dan menua;
Lalu, semua mengurung diri dalam jeruji ketakutan.

Sontak, mendengkur keras lolongan di sela-sela,
Helai rerumputan kering yang meranggas,
Menghempaskan segala sisa beban derita;
Saat seorang ibu muda, cantik dan rupawan,
Sudah memutuskan untuk melempar bayinya
Ke atas kepekatan yang tak terperikan.

Hanya bergeming dan bergeleng kepala,
Ketika ditanya lolongan apa itu.
Terkubur di dalam batin,
Yang Adam maupun yang Hawa;
Sudah tak layak bersenda-gurau tentang hidup,
Aku tak sanggup berpikir melintasinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun