Kamis pekan kemarin (20/2/2025), Malioboro ramai oleh massa aksi 'Jogja Memanggil'. Akumulasi dari keresahan akan kebijakan pemerintah pusat akhir-akhir ini pada akhirnya menemukan puncaknya, tidak terkecuali bagi masyarakat Jogja.
Perkara gas elpiji tiga kilo, kenaikan pajak penghasilan 12%, efisiensi anggaran hingga problematika makan bergizi gratis adalah beberapa masalah yang disuarakan dalam demonstrasi tersebut.
Keresahan ini rupanya tidak saja menggerakkan para mahasiswa sebagai garda andalan setiap kali demonstrasi. Kaum buruh pun turun. Kaum wibu, yang jarang kita temukan dalam setiap aksi sebagai satu komunitas pun turut beraksi. Dan yang paling menarik tentu saja kehadiran emak-emak dalam aksi 'Jogja Memanggil' tersebut.
Sebagai seorang perantau dari Flores, menyaksikan kehadiran emak-emak yang tergabung dalam Permindo (Persatuan Emak-Emak Indonesia) Jogja ini merupakan sesuatu yang menarik.
Adalah hal yang langka ketika keresahan akhirnya memantik militansi emak-emak yang akrab dengan dapur itu pada akhirnya turun ke jalan, membawa spanduk, berorasi, dan kompak menyerukan keadilan.
Emak-emak seakan ingin menegaskan eksistensi mereka, bahwa merekalah kaum paling berdampak dari kebijakan-kebijakan yang kurang adil itu, apalagi soal gas elpiji.
"Makan gratis, pendidikan kritis." "1 Presiden, banyak insiden!" Emak-Emak berada di antara spanduk-spanduk itu.
Saya pun membayangkan, bagaimana jadinya jika mama-mama di Flores pun membentuk sebuah organisasi, semisal Permaflo (Persatuan Mama-Mama Flores), atau barangkali Permindo ini membuka cabang di Flores. Ini menarik.
Mama-Mama di Flores keras-keras
Flores, pulau bunga nan indah di Nusa Tenggara Timur. Berbagai wisata alam, wisata budaya, hingga wisata religius menumpuk di pulau kecil ini, dari wisata super premium di Labuan Bajo, Danau Tiga Warna Kelimutu di Ende, kreativitas seni-budaya para pemuda di Maumere, hingga prosesi religius Tuan Ma di Larantuka.