Mohon tunggu...
Maria Olga
Maria Olga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Indraprasta PGRI

S1 Pendidikan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Eksplorasi Etnomatematika pada Rumah Panggung Khas Sunda di Daerah Kranggan Wetan

13 Juli 2022   21:53 Diperbarui: 13 Juli 2022   21:58 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Matematika merupakan salah satu pengetahuan dasar terpenting dalam ilmu pendidikan dan teknologi yang berguna bagi perkembangan bangsa. Tanpa disadari setiap orang telah menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-harinya. Begitu banyak kegiatan manusia yang di dalamnya mengandung unsur pengetahuan matematika, seperti dalam pekerjaan, pembangunan, perekonomian, dan lain sebagainya. Begitu pula dengan budaya, budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang, lalu diwariskan dari generasi ke generasi. Kegiatan manusia sehari-hari sangat banyak yang dipengaruhi ataupun didasari oleh unsur budaya. Dari uraian tersebut, dapat dilihat bahwa matematika dan budaya saling berkaitan dalam kehidupan sehari-hari karena tanpa disadari matematika dan budaya digunakan bersamaan udalam aktivitas manusia. Namun terkadang matematika dan budaya dianggap sebagai sesuatu yang terpisah dan tidak berkaitan.

Salah satu yang dapat menjembatani antara budaya dan pendidikan matematika adalah etnomatematika (Fitroh, dkk. 2015:334). Etnomatematika merupakan integrasi antara kebudayaan dan matematika sebagai salah satu usaha memperkenalkan budaya dan matematika secara bersamaan (Lisnani, dkk. 2020:359). Etnomatematika berfungsi untuk mengekspresikan hubungan antara budaya dan matematika. Jadi, etnomatematika adalah suatu ilmu yang digunakan untuk memahami bagaimana matematika diadaptasi dari sebuah budaya. Objek etnomatematika merupakan objek budaya yang mengandung konsep matematika pada suatu masyarakat (Medyasari, dkk. 2019:982). Konsep matematika dapat digali dan ditemukan dalam budaya sehingga dapat memperjelas bahwa matematika dan budaya saling berkaitan satu sama lain.

Di tengah hiruk pikuk kesibukan masyarakat perkotaan dan era globalisasi saat ini, kebudayaan tradisional Indonesia mulai luntur dan jarang ditemui. Namun terdapat salah satu kelurahan yang berlokasi di Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi, yaitu Kelurahan Jatirangga yang sangat terkenal dengan kebudayaan Sunda karena berbatasan langsung dengan kabupaten Bogor. Masyarakat Kampung Kranggan Wetan di Jatirangga sampai saat ini masih terus melestarikan dan menjaga budaya tradisi leluhur. Bahkan kepala kelurahan Jatirangga, Ahmad Afandi menargetkan Kampung Kranggan sebagai kampung budaya yang bisa menjadi salah satu destinasi wisata di Kota Bekasi.

Di wilayah setempat masih sangat terjaga tradisi Sunda, seperti ritual dan warisan budaya, salah satunya rumah panggung. Di Kelurahan Jatirangga masih banyak dijumpai rumah panggung khas Sunda yang masih terjaga kelestariannya. Bahkan banyak penduduk yang menerapkan konsep rumah panggung khas Sunda sebagai bentuk bangunan rumahnya, yang membedakan hanyalah desainnya yang dimodifikasi agar lebih terlihat modern.

Dilihat dari bentuk rumah, bahan bangunan, letak dan arah rumah, rumah panggung di Kranggan Wetan memiliki keunikan tersendiri. Rumah Panggung khas Sunda ini sudah dihuni lima generasi dan diwariskan secara turun-temurun. Rumah Panggung Kranggan memiliki arti dari penamaan, bentuk bangungan, dan filosofi yang tercermin pada aspek arsitektur dan saat ini telah ditetapkan sebagai Rumah Cagar Budaya dan Warisan Nusantara yang ditetapkan dalam Ketetapan Hukum Yang Dipertuan Agung D'Raja Nusantara Nomor : 0147 Istimewa 1410 tahun 2017. Mulai dari bentuk bangunan bagian luar, rumah panggung tersebut memiliki sebutan penamaan, arti, dan fungsi tersendiri. Di bagian dalam rumah panggung, ruangan dibagi menjadi beberapa bagian dengan fungsi yang berbeda.

Zaman dahulu di setiap daerah termasuk Kranggan Wetan belum terdapat banyak orang seperti saat ini, lingkungannya masih sepi, jarak antara rumah masih terbilang jauh, penerangan pun belum bagus dan mencukupi, maka dibuatlah rumah berbentuk panggung. Rumah berbentuk panggung bertujuan agar aman dari ancaman hewan-hewan liar. Pada awalnya rumah panggung Kranggan merupakan peninggalan orangtua yang diwariskan turun temurun dan menjadi rumah adat tradisional Sunda. Rumah panggung ini sudah ada sejak dahulu, lalu direnovasi berkala sejak tahun 1999. Jadi, bangunan dalamnya masih asli namun luarnya dilapisi kembali agar tidak keropos.

Terdapat beberapa pola bangun datar dan bangun ruang pada Rumah Panggung Kranggan. Beberapa bangun datar yang dijadikan konsep pada rumah panggung Kranggan antara lain: pada langit-langit rumah yang berbentuk persegi, pintu dan jendela berbentuk persegi panjang, tampak depan atap berbentuk segitiga, serta ventilasi dan pondasi yang berbentuk trapesium. Sedangkan beberapa bangun ruang yang dijadikan konsep pada rumah panggung Kranggan antara lain: tiang dan ruangam rumah yang berbentuk balok, atap berbentuk limas segiempat, pondasi berbentuk prisma segiempat, serta gentong penyimpanan beras berbentuk tabung. Selain itu terdapat konsep perhitungan hari baik pada saat pembangunan rumah panggung dan perhitungan sudut pada pembuatan penyiku tiang dan suhunan. Rumah Panggung Kranggan telah ditetapkan sebagai Rumah Cagar Budaya dan Warisan Nusantara yang ditetapkan dalam Ketetapan Hukum Yang Dipertuan Agung D'Raja Nusantara Nomor : 0147 Istimewa 1410 tahun 2017.

Rumah panggng merupakan rumah adat khas suku Sunda. Salah satu hal yang menjadi ciri khas dan membedakan rumah panggung Sunda di Kranggan Wetan dengan rumah adat suku lainnya adalah pada ukirannya. Ukiran pada rumah panggung Kranggan bermotif pohon dan daun-daunan. Selain itu pada ukiran lainnya terdapat motif pakuan Padjajaran Jawa Barat. Ukiran tersebut memiliki arti bahwa masyarakat Kranggan masih berada di wilayah Jawa Barat yang merupakan keturunan dari Kerajaan Padjajaran atau masyarakat asli Jawa Barat. Ukiran ini menjadi ciri khas Padjajaran sehingga mejadi peninggalan leluhur.

Dalam membangun rumah panggung Kranggan terdapat tata cara adat istiadatnya. Bangunan pertama yang dibuat adalah umpak (Pondasi) sebagai dasar utama. Setelah itu dibuat kerangka rumah panggung dan dilanjutkan dengan naik wuwungan/ suhunan, yaitu kayu yang ada pada atap rumah panggung. Untuk membuat suhunan tidaklah sembarangan, namum terdapat perhitungan hari tanggal baik secara adat Sunda. Setelah ditentukan tanggal baik, dilakukan naik suhunan secara gotong royong. Suhunan diberi ciri seperti bendera merah putih, emas, atau buah-buahan sebagai siloka. Merah putih artinya seperti negara kita, merah melambangkan keberanian dan putih melambangkan kesucian. Selain itu, manusia memiliki darah merah dan darah putih. Emas artinya barang paling berharga yang diletakan di atas, dan juga melambangkan Tuhan yang berada di atas.

Dari segi arah rumah, nenek moyang sejak zaman dahulu sudah memperhatikan arah sinar matahari yang masuk ke dalam rumah untuk kesehatan keluarga. Maka rumah panggung Sunda harus menghadap ngalor (Utara)/ ngidul (Selatan). Rumah panggung Kranggan menghadap ngidul (Selatan). Ruangan pada rumah panggung tradisional Sunda pada umumnya terdiri dari lima bagian. Begitu pun pada rumah panggung Kranggan terdiri dari lima bagian ruangan, yaitu ruang utama, ruang tidur, pangkeng/ pendaringan, dapur, dan palupuh/ teras. Setiap bagian dari ruangan tersebut memiliki fungsi masing-masing.

Ruang utama yang berada di dalam rumah untuk tempat keluarga bercengkrama mendidik anak cucu dan juga sebagai tempat makan bersama (Ngariung). Ruang tidur tertutup yang digunakan untuk beristirahat. Pangkeng/ pendaringan sebagai tempat menyimpan beras beserta barang pusaka dan sakral. Dapur sebagai tempat memasak dan menyiapkan makanan. Palupuh/ bale yaitu ruang terbuka tanpa sekat sebagai tempat duduk, minum-minum, dan tempat musyawarah. Siapa pun orang yang lewat dan membutuhkan istirahat diperbolehkan mampir ke palupuh untuk minum-minum dan beristirahat, misalnya seperti pedagang keliling.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun