Â
Oleh: Marianus K. Haukilo
"Selama fajar masih menyingsing setiap pagi, Putra Sang Fajar itu tidak akan pernah mati".
Lahir dari pasangan Raden Sukemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai, Putra Sang Fajar itu menatap dunia untuk pertama kalinya di awal abad ke-19, tepatnya 6 Juni 1901 di bawah langit Surabaya.
Putra Sang Fajar itu bernama Soekarno, yang sebelumnya diberi nama Kusno kemudian diganti karena sering sakit di waktu masa kecilnya.
Pada suatu pagi, Ibunya Ida Ayu Nyoman Rai merangkul Soekarno kecil dengan penuh kasih dan mengatakan kepadanya bahwa kelahiran Soekarno di kala fajar menyingsing dan meletusnya gunung Kelud, sesuai kepercayaan orang Jawa merupakan tanda bahwa suatu saat Soekarno akan menjadi seorang pemimpin besar. Dan hal itu kelak menjadi kenyataan di kemudian hari. Ia menjadi seorang pemimpin yang disegani dunia.
Sepanjang hidupnya Soekarno banyak berguru pada tokoh-tokoh pemimpin nasional dan dunia. Ketertarikannya pada dunia politik yakni ketika melanjutkan pendidikannya di Hogere Burger School (HBS) di Surabaya dan ia dititipkan oleh ayahnya untuk tinggal dirumah H.O.S. Tjokroaminoto, tokoh pemimpin Serikat Islam pada masa itu. Tidak heran jika Soekarno begitu menghargai Tjokroaminoto, karena dari rumah Tjokroaminoto lah ia belajar mengenal politik.
Pada 25 Mei 1926, Soekarno menyelesaikan kuliahnya dan meraih gelar Insinyur dari Technische Hoogeschool (Sekarang ITB).
Ketika menyerahkan ijazahnya, Rektor magnificus, Prof. Ir. Jan Klopper berpesan kepada Soekarno demikian; "Ir. Sukarno, ijazah ini dapat robek dan hancur menjadi abu disatu saat. Ia tidak kekal. Ingatlah, bahwa satu-satunya kekuatan yang bisa hidup terus dan kekal adalah karakter dari seseorang. Ia akan tetap hidup dalam hati rakyat, sekalipun sesudah mati." (Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia).
Hari ini, genap 118 tahun kelahiran Soekarno. Raga tokoh proklamator dan Presiden pertama RI itu telah tiada, tetapi ajarannya (ideologi), semangat perjuangannya dan pengorbanannya untuk revolusi akan tetap hidup.
Raga  penggali ideologi Marhaenisme itu telah tiada, tetapi jiwanya akan hidup selamanya.
Selamat ulang tahun ke-118 Bung,⚘
tenanglah di tempat keabadian.