Bengkel dan Pertemuan Tak Terduga
Aku berdiam diri, menatap motorku yang dibongkar-bangkir teknisi. Ini akibat jarang diperhatikan, ujung-ujungnya biaya menggunung. Sekian jam aku menunggu, lelahnya kebangetan.
"Geser sedikit, Bang," suara itu membangunkanku dari tatapan kosong.
Aku menoleh ke arahnya, tersenyum. Ia cuek saja. Aku bisa paham, wajahnya buram. Ada yang ia pendam. Wajah cantiknya sedikit cedera. Terlalu lama memendam, akhirnya pecah juga. Ia menangis sejadi-jadinya. Semua mata tertuju padaku, termasuk teknisi bengkel itu. Wanita tak tahu malu itu, terus menggebukku. Ia bahkan menjambak rambutku. Seolah terdorong rasa iba, aku mulai mengelusnya.
"Prak!" tamparan keras mendarat. Sepertinya aku dituduh melecehkannya.
Aku makin terpojok. Semua menuduhku. Aku makin tak enak hati. Bayangkan rasa malu yang kualami, ditampar di tengah orang banyak.
Tiba-tiba seorang laki-laki mendatanginya.
   "Ayo, pulang!" katanya sedikit berteriak
   Wanita itu enggan beranjak. Ia terus menangis.
   "Aku tidak mau," katanya dalam tangis.
   Laki-laki itu terus mendesak. Aku berdiri, mencoba menengahi. Satu dorongan membuatku terpental.
  "Arkh," aku meringis.
"Prak!" satu tinju kuarahkan ke wajahnya. Ia hendak membalas, cekatan orang-orang melerai. Ia berontak hendak merebut wanita itu. Aku menghadangnya. Aku menggenggam tangan wanita itu. Kuhapus air matanya.
  "Semua baik-baik saja," bisikku.
  Beberapa orang bertepuk tangan. Wanita itu mengelap air matanya.
  "Makasih ya," kata laki-laki berkaca mata itu.
   Aku melongo.
   "Untuk jajan," kata laki-laki satunya sambil memasukkan lembaran Rp 50.000 di sakuku.
   Aku masih mangap. Aku artis dadakan untuk konten mereka.
   "Mas, nomorku," wanita itu berlalu setelah menberiku nomor di secarik kertas.
9 September 2023
 Â